<p>Karyawan melintas dengan latar belakang layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 4 Januari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 2): Panen Cuan di Pasar Modal, Tren Bullish Bikin IHSG Diramal Tembus 7.250

  • Optimisme awal tahun memang bukan sekadar isapan jempol belaka. Terbukti, pada perdagangan Senin, 4 Januari 2021 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil meroket 125,82 basis poin atau 2,1% ke level 6.104,89.

Industri

Fajar Yusuf Rasdianto

JAKARTA – Optimisme awal tahun memang bukan sekadar isapan jempol belaka. Terbukti, pada perdagangan Senin, 4 Januari 2021 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil meroket 125,82 basis poin atau 2,1% menembus level 6.104,89.

Indeks sukses kembali menembus level psikologis 6.000, setelah sempat terpuruk ke level 5.979,07 pada perdagangan akhir tahun lalu, Rabu, 30 Desember 2020. Nilai penutupan 2020 itu terkoreksi 5,06% dari awal tahun lalu pada level 6.299,54.

Melihat pergerakan bursa awal tahun ini, tidak aneh jika pemerintah pun cukup optimistis memasang target bagi IHSG di akhir 2021. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan, IHSG tahun ini bisa tembus ke level 6.800-7.000.

“Optimisme juga terlihat terlihat di pasar modal. Tercermin dari volatility index dan credit default sudah membaik,” terang Airlangga pada pembukaan perdagangan bursa awal tahun, Senin, 4 Januari 2021.

Dalam paparannya, Airlangga optimistis atmosfer pasar modal bisa semakin kinclong seiring kian membaiknya proyeksi ekonomi dunia. Secara global, ekonomi diperkirakan tumbuh pada rentang 4,2%-5,2%.

Sejalan dengan itu, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 bakal menyentuh 4,4%. Sementara pemerintah memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun ini bakal tumbuh 4,5%-5%.

Secara makro, pemerintah memproyeksikan inflasi tahun ini bakal berada di kisaran 1%-2%. Sementara nilai tukar rupiah sekitar Rp14.600 per dolar Amerika Serikat (AS) dan bunga Surat Berharga Negara (SBN) di level 3,46%.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengikuti Rapat Terbatas Kabinet tentang Antisipasi Kebutuhan Bahan Pangan Pokok, Selasa 21 April 2020/ Foto: Ekon.go.id
Target IPO

Dengan segala proyeksi ini, Airlangga berharap bahwa ke depan bakal semakin banyak perusahaan melakukan aksi initial public offering (IPO). Dia menargetkan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana tahun ini bisa mencapai 30 perusahaan.

“Kami berharap bahwa jumlah dananya bisa cukup signifikan,” kata Airlangga.

Di sisi lain, Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut bahwa per 4 Januari 2021, sudah ada 28 perusahaan yang masuk daftar IPO. Secara rinci, enam perusahaan dari sektor servis dan investasi, dua sektor properti, dua finansial, dan dua infrastruktur. Sisanya, satu agrobisnis, satu pertambangan, dan 12 masih dalam proses evaluasi dan pemetaan sektor.

Saat ini, satu dari 28 perusahaan itu telah mendapatkan surat efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni PT DCI Indonesia Tbk. DCI bakal menawarkan 357,56 juta saham dengan harga Rp420 per lembar pada Rabu, 6 Januari 2020.

Namun demikian, Nyoman juga berharap bahwa tahun ini lansekap IPO dapat melebihi target. Baik melalui penerbitan efek maupun IPO. Ini, kata dia, dapat menjadi kebanggan bagi Indonesia jika jumlah IPO dapat melebihi target.

“Tentunya akan menjadi suatu kebanggaan bagi kita semua apabila jumlah IPO 2021 di Indonesia dapat melebihi yang ditargetkan dan bahkan melebihi IPO di negara ASEAN lainnya,” terang Nyoman kepada awak media, Senin, 4 Januari 2020.

Pewarta memperhatikan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jum’at, 25 September 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Reliance Sekuritas

Seiring optimisme pemerintah dan BEI itu, sejumlah analis juga turut memandangan adanya peluang besar penguatan IHSG tahun ini. Direktur Utama Reliance Sekuritas Wilson Sofan contohnya.

Wilson menargetkan, IHSG tahun ini bakal menyentuh level 6.808. Sektor finansial bakal menjadi pendorong laju indeks dengan total penguasaan 37% kapitalisasi pasar. Lalu bakal turut melaju juga sektor konsumer, infrastruktur, dan industri dasar.

“Empat sektor utama tersebut bisa menjadi motor penggerak dari kenaikan IHSG di tahun 2021 dan biasanya diawali dengan sektor finance karena kita mengharapkan ada potensi recovery dan kenaikan GDP (Gross Domestic Product),” terang Wilson dalam paparan publik, Rabu, 30 Desember 2020.

Menurut Wilson, ada beberapa faktor yang nantinya bakal berimbas positif pada pasar modal. Pertama, banjirnya likuiditas di pasar keuangan global.

Hal ini terkait stimulus bantuan COVID-19 di AS yang nilainya mencapai US$900 miliar. Stimulus itu, kata Wilson, bakal membuat likuiditas pasar keuangan global semakin deras dan harapanya dapat mengalir ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Investasi dari investor asing dapat kembali ke Tanah Air, karena saat ini porsi kepemilikan likuiditas asing hanya tinggal 30 persen yang di tahun sebelumnya sebelum krisis mencapai 70 persen,” ungkap Wilson.

Sentimen positif juga datang dari pengembangan vaksin yang kabarnya bakal mulai terdistribusi pada pertengahan Januari 2021. Dengan adanya vaksin, proses pemulihan COVID-19 bisa semakin cepat dan tentu membangkitkan kembali gairah investasi di tahun Kerbau Logam ini.

Sentimen lainnya adalah penerapan Omnibus Law Cipta Kerja yang memberikan sentimen positif bagi pelaku bisnis Indonesia. Harapannya, undang-undang (UU) sapu jagat ini dapat menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik bagi investor asing.

“Dan ini juga diharapkan bisa menjadi salah satu high report. Artinya, Indonesia bisa menjadi salah satu sasaran investasi yang menarik bagi para investor asing ” tegas Wilson.

Vaksin COVID-19 mendorong IHSG di pasar modal / Wray.sk /Fox Business
JP Morgan

Selain Reliance, sejumlah sekuritas juga mulai merilis target dan proyeksi terkait IHSG 2021. Dua di antara yang telah merilis proyeksi itu adalah JP Morgan dan Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

Kedua sekuritas ini memiliki tiga skenario dalam analisanya, yakni skema terbaik, terburuk, dan normal. JP Morgan misalnya, memprediksi pergerakan IHSG pada skema terburuk tahun ini bakal jatuh hingga level 4.800.

Kondisi ini terjadi apabila pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021 di bawah 4% dan rupiah kembali melonjak ke level Rp15.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini mungkin terjadi jika proses pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19 berjalan lambat.

“Pelebaran defisit fiskal dan peningkatan bunga Surat Utang Negara (SUN) juga bisa menjadi pemicu keluarnya dana asing (foreign outflow),” tulis JP Morgan dalam risetnya, disitir Selasa, 8 Desember 2020.

Dalam situasi normal, IHSG mungkin akan bergerak ke level 6.800. Syaratnya, PDB mesti tumbuh lebih dari 4% dan rupiah berada di level Rp13.500 per dolar AS.

Kemungkinan ini bisa terjadi apabila pembukaan kembali perekonomian berjalan lancar. Plus stimulus pemerintah atas dampak pandemi COVID-19 tetap berlanjut.

Sementara untuk skenario terbaik, JP Morgan memperkirakan bahwa IHSG bakal bergerak ke level 7.250. Capaian terbaik ini bisa tercapai apabila PDB bisa naik lebih dari 4% dan rupiah menguat ke level Rp13.500 per dolar AS.

“Eksekusi Omnibus Law lebih cepat dari ekspektasi sehingga mampu mendorong FDI (Foreign Direct Investment) dan mentransformasi Indonesia sebagai pusat manufaktur Asia di masa mendatang,” tulis riset itu.

Dalam ketiga skenario ini, JP Morgan turut menjagokan tiga sektor yang bakal meraja di 2021, yakni finansial, konsumer, dan komunikasi. Adapun saham-saham pilihan JP Morgan pada 2021, antara lain BBCA, BBRI, UNTR, JSMR, INTP, TLKM, SCMA, dan PWON.

Karyawan melintas dengan latar belakang layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 4 Januari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Mirae Asset

Setali tiga uang dengan JP Morgan, Mirae Asset juga memiliki tiga skenario untuk proyeksi IHSG 2021. Skenario terbaiknya, IHSG bakal menjulang hingga level 7.150, normal bakal berada di 6.880, dan terburuk di level 5.150.

Faktor-faktor yang menjadi penentu dalam tiga skema ini, antara lain nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga komoditas, dan PDB Indonesia. Nilai tukar rupiah yang melemah pada 2021 bakal berkorelasi positif terhadap harga komoditas.

“IHSG cenderung positif sepanjang penguatan dolar AS,” tulis riset Mirae Asset.

Kemudian, jika ekspansi Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur di China, pembangunan pabrik, dan ekspor komoditas berlanjut, maka harga komoditas juga akan bangkit. Penguatan pada harga komoditas ini juga diprediksi bakal berefek baik bagi Indonesia.

Dengan perbaikan harga komoditas ini, Mirae Asset pun telah menjagokan sejumlah sektor yang bakal manggung di 2021. Sektor-sektor itu antara lain, perbankan, nikel, agrobisnis, dan pertambangan.

“Pilihan utama untuk saham-saham di sektor perbankan, komoditas, dan peternakan antara lain BBRI, BMRI, BBNI, JPFA, ANTM, INCO, LSIP, dan UNTR,” pungkas riset itu. (SKO)

Artikel ini merupakan sambungan dari serial Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 sebelumnya:

  1. Prospek Ekonomi Usai Pandemi 2021 (Serial 1): Kilau Investasi RI di Tahun Kerbau Logam