PSBB Edisi II Jakarta Dinilai Jadi Pertaruhan Terakhir Mengendalikan COVID-19
JAKARTA- Setelah beberapa pekan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, Provinsi DKI Jakarta mulai Senin 14 September 2020 ini kembali menerapkan PSBB. Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut ini bisa menjadi pertaruhan terakhir dalam mengendalikan wabah COVID-19. “Dari sisi kesehatan masyarakat dan politik pengendalian pandemi, PSBB adalah suatu keniscayaan, […]
Nasional & Dunia
JAKARTA- Setelah beberapa pekan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, Provinsi DKI Jakarta mulai Senin 14 September 2020 ini kembali menerapkan PSBB.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut ini bisa menjadi pertaruhan terakhir dalam mengendalikan wabah COVID-19.
“Dari sisi kesehatan masyarakat dan politik pengendalian pandemi, PSBB adalah suatu keniscayaan, saat pandemi COVID-19 di Jakarta kian eskalatif. Dan suatu hal yang paradoks jika PSBB Jakarta masih menjadi objek debat kusir antar elite,” kata Tulus dalam pernyataannya Minggu 13 September 2020.
Dia mengatakan dalam menangani wabah, nyawa dan keselamatan warga seharusnya menjadi prioritas pertama, tanpa kompromi. Dia secara terbuka mengkritik penolakan PSBB oleh boss PT Djarum, Budi Hartono yang berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Dia menilai penolakan tersebut lebih mencerminkan kepentingan bisnisnya.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
“Melambungnya jumlah warga yang terpapar COVID-19 seharusnya menjadi warning keras bagi semua pihak, bahwa selama ini ada yang salah dalam menangani dan mengendalikan wabah COVID-19 di Indonesia, dan terutama di DKI Jakarta,” tegasnya.
Dia menilai minimal ada dua masalah dalam pengendalian wabah ini. Pertama, pemerintah terlalu grusa grusu dalam membuka keran ekonomi, sementara aspek pengendalian belum memenuhi syarat sebagaimana standar yang ditetapkan WHO. Misalnya positivity rate di bawah 5 persen. Kedua, tingkat kepatuhan masyarakat yang masih lemah, khususnya dalam menggunakan masker dan menjaga jarak.
“Oleh karena itu, PSBB Jakarta edisi September 2020 harus menjadi pertaruhan terakhir untuk mengendalikan wabah COVID-19 di Jakarta. Warga Jakarta dan seluruh masyarakat Indonesia sudah lelah dengan ‘penjara’ wabah COVID-19,” ujarnya.
Dia menyerukan semua pihak seharusnya bahu membahu dalam mengatasi wabah ini. Jika PSBB Jakarta kali ini gagal sebagai instrumen pengendali wabah COVID-19, maka akan berdampak eskalatif terhadap pengendalian wabah di level nasional, dan klimaksnya denyut nadi perekonomian nasional akan makin terpuruk.
“Seyogyanya masyarakat dan warga Jakarta benar benar mematuhi protokol kesehatan yang ditentukan. Warga Jakarta tak boleh egois hanya mementingkan kepentingan dan keselamatan dirinya. Masalah wabah COVID-19 adalah masalah keselamatan kolektif, bukan keselamatan individual belaka,” katanya.