Kawasan industri hijau di Kalimantan Utara.
Nasional

PSN Kawasan Industri Hijau yang Tak Sehijau Katanya…

  • Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Industri Hijau di Tanah Kuning-Mangkupadi, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, dinilai menyimpan bom waktu yang memicu konflik dan krisis iklim. Ini merujuk sejumlah temuan pelanggaran sosial dan ekologis di PSN yang dikelola PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) tersebut.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Industri Hijau di Tanah Kuning-Mangkupadi, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, dinilai menyimpan bom waktu yang memicu konflik dan krisis iklim. Ini merujuk sejumlah temuan pelanggaran sosial dan ekologis di PSN yang dikelola PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) tersebut.

Label hijau yang disematkan di proyek ambisius ini pun dinilai hanya pepesan kosong. Hal itu mencuat dalam hasil riset Koalisi Masyarakat Sipil SETARA (Selamatkan Kalimantan Utara) berjudul “Kebohongan Hijau; Potret Ancaman Daya Rusak, Oligarki dan Keselamatan Rakyat pada Tapak Proyek Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara”.

Koalisi terdiri dari NUGAL Institute, Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL), Greenpeace Indonesia, CELIOS, EN, dan JATAM Kaltim. Riset itu menemukan bahwa di balik gemerlap promosi megaproyek tersebut, ada ancaman daya rusak terhadap lingkungan, kehilangan mata pencaharian warga, hingga sejumlah modus perampasan tanah-laut dan penggusuran ruang hidup. 

Pengkampanye NUGAL Institute, Seny, menampik klaim yang menyebutkan seluruh aktivitas industri di PSN Kawasan Industri Hijau telah menerapkan efisiensi dan efektivitas sumber daya secara berkelanjutan. 

Presiden Jokowi meninjau PSN Kawasan Industri Hijau di Kaltara beberapa waktu lalu. (Setpres/Laily Rachev)

Sebagai informasi, proyek ambisius ini disebut akan mengurangi secara drastis jejak karbon melalui penerapan teknologi hijau, produk hijau dengan standar tertinggi dalam lingkungan hidup. 

Bahkan mereka mengklaim dipasok sumber energi terbarukan, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang disebut sejalan dengan target transisi energi dan net zero emission pada 2060.

“Namun dalam penelusuran, yang akan terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya membutuhkan lahan dengan skala besar, tapi juga rakus air dan rakus energi,” ujar Seny dalam keterangannya, dikutip Selasa, 16 Juli 2024. 

Adaro Bangun PLTU

Riset menyebutkan industri ini akan tetap bersumber dari PLTU batu bara. Untuk menggerakkan kawasan industri yang sedang dibangun konsorsium KIPI, PT. Adaro Group (ADRO) membangun PLTU kawasan. 

“Proyek PLTU kawasan tentunya tidak sejalan dengan agenda pemerintah yang berencana mempensiunkan semua PLTU batu bara,” imbuh Bondan Andriyanu dari Greenpeace Indonesia. 

Kucuran dana sebesar US$610 juta yang diperoleh dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism dari Asian Development Bank (ADB) tentang penghentian pembangunan proyek PLTU baru dinilai Koalisi sebagai kemunafikan. 

Sebab di saat yang sama, pemerintah masih menoleransi dan memberikan pengecualian bagi proyek PLTU batu bara di kawasan industri melalui Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022. Hal itu seperti halnya rencana pembangunan PLTU batu bara untuk kebutuhan jangka pendek di kawasan industri ini.

Laporan juga mengungkap total energi listrik yang akan digunakan sebesar 11,404 GWh tiap tahunnya masih mengandalkan batu bara. Jika ditotal, ada kebutuhan 27.620.000-ton batu bara tiap tahunnya. 

Baca Juga: Aktivitas Tambang Hambat Pertumbuhan Industri Kecil Warga

Jumlah batu bara yang hanya digunakan di kawasan industri ini setara dengan produksi batu bara dari sebanyak 37 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang tersebar di seluruh provinsi Kalimantan Utara saat ini.

Lebih lanjut, riset Koalisi menemukan kawasan industri berpotensi merampas air dari Sungai Pindada, Sungai Mangkupadi Tawar dan Sungai Kayan Bulungan. Perwakilan PLHL Kalimantan Utara, Aray, mengatakan kebutuhan air kawasan industri akan menghabiskan 39.450.560 kubik tiap tahun. 

Jumlah itu, imbuhnya, setara dengan pemakaian satu setengah tahun bagi sekitar 700 ribu penduduk Kalimantan Utara. “Bahkan diperkirakan setiap hari akan ada 286.439,86 air limbah yang dibuang setiap empat jam dalam sehari k Sungai Mangkupadi Asin, Sungai Pindada, Mangkupadi Tawar, Kalaputan Besar dan Sungai Kampung Baru,” ujarnya. 

Gedung milik PT Kalimantan Industrial Park Indonesia, salah satu investor pengelola di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), Bulungan, Kalimantan Utara. (CELIOS)

Menyikapi hal itu, koalisi SETARA dan sejumlah perwakilan warga terdampak mendesak pembatalan proyek industri hijau di Kalimantan Utara. Mereka juga mendesak badan-badan otoritas terkait domestik maupun internasional melakukan evaluasi dan audit menyeluruh, termasuk menggunakan protokol Hak Asasi Manusia (HAM), Perburuhan dan Lingkungan Hidup (Ekologis). 

“Presiden harus membatalkan aturan pengecualian pembangunan PLTU Batubara Kawasan dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 dan proyek-proyek PLTU kawasan dalam proyek KIHI. Koalisi juga mendesak investor, perbankan hingga lembaga keuangan yang terlibat untuk menjaga reputasinya dengan berhenti terlibat jauh dalam praktik greenwashing dan kejahatan iklim dengan melakukan evaluasi proyek,” tegas SETARA dalam pernyataannya.