General Manager JCC Edwin Sulaeman
Properti

PT GSP Buka-bukaan Alasan Gugat Pengelolaan JCC

  • Perjalanan membangun dan mengelola JCC tidak lepas dari berbagai perjuangan dan pengorbanan selama puluhan tahun. Perusahaan bahkan telah merogoh kocek hingga Rp450-Rp500 miliar untuk membangun JCC.

Properti

Debrinata Rizky

JAKARTA  - PT Graha Sidang Pratama (PT GSP), sekaligus pengelola Jakarta Convention Center (JCC), membeberkan alasan di balik gugatan  terhadap Pusat Pengelolaan Kawasan Gelora Bung Karno (PPKGBK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan tersebut terkait pengakhiran kontrak sepihak oleh PPKGBK. Langkah  yang dinilai PT GSP mengabaikan hak prioritas perpanjangan pengelolaan JCC setelah 30 tahun beroperasi.

Kuasa Hukum PT GSP, Amir Syamsudin menjelaskan perjalanan perusahaan dalam membangun dan mengelola JCC tidak lepas dari berbagai perjuangan dan pengorbanan selama puluhan tahun. Mereka bahkan telah merogoh kocek hingga Rp450-Rp500 miliar untuk membangun JCC.

Dia juga mengungkapkan kondisi 30 tahun lalu saat mereka memulai usaha sebagai pengelola JCC sangat berbeda dibandingkan saat ini. Hal itu  karena upaya besar yang telah dilakukan oleh PT GSP dalam merintis usaha tersebut.

"Jadi apa yang terjadi di awal rintisan kerja sama seharusnya itu tetaplah menjadi dasar untuk tidak serta-merta dengan cara yang mudah terkesan disingkirkan atau diabaikan," kata Edwin dalam acara Media Briefing di JCC, Senayan Jakarta Pusat pada Kamis, 7 November 2024.

Perjanjian Perpanjangan Hak Kelola Diabaikan 

Amir menyatakan perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban antara PT GSP dan pihak terkait, dalam hal ini PPKGBK seharusnya dihormati sebagai landasan hukum yang mengikat.

Namun, menurut Amir, pelaksanaan perjanjian tersebut ada yang diabaikan, sehingga PT GSP memutuskan menghindari tindakan di luar jalur hukum dan memilih pengadilan sebagai forum yang tepat untuk mencari keadilan.

Sejak awal, para pihak menyadari upaya besar yang dilakukan PT GSP untuk membangun bisnis tersebut dari awal, sehingga hak-hak dalam perjanjian harus dihormati demi menjaga keadilan dan kesinambungan usaha.

Untuk Memperoleh Keadilan

Amir menyampaikan keberhasilan JCC yang dirasakan saat ini merupakan hasil dari perjuangan dan pengorbanan panjang PT GSP dalam membangun venue tersebut. "Jadi kalau kemudian ada orang yang hanya menilai situasinya berdasarkan apa yang kita nikmati sekarang ini saya kira di situ ada unsur ketidakadilan," lanjutnya.

Dia menegaskan PT GSP tidak pernah memprioritaskan atau menargetkan sengketa hukum sebagai tujuan utama. Namun, karena situasi yang dihadapi saat ini bersifat ultimum remedium atau langkah terakhir, PT GSP merasa perlu membawa perkara ke pengadilan.

Amir menegaskan keputusan PT GSP untuk menempuh jalur hukum bukanlah langkah yang diambil sembarangan. Apalagi bertujuan menciptakan konflik dengan pihak lain. Dia menyatakan mereka ingin mencari keadilan melalui proses peradilan.

Amir menekankan komitmen PT GSP untuk tetap bertindak sesuai aturan dan undang-undang, tanpa melakukan hal-hal yang tidak pantas atau di luar batas ketentuan hukum.

Industri MICE Butuh Perencanaan Matang

Jika hak alih kelola diberikan ke PPKGBK, PT GSP sebagai pengelola mengatakan akan berpengaruh ke industri MICE yang melakukan penyewaan ke JCC.

Dalam industri MICE  permohonan itu disampaikan jauh-jauh hari mengingat karakteristik di industri MICE yang butuh perencanaan lebih lama dan juga banyaknya agenda-agenda tahunan yang berulang. 

Dengan mengajukan permohonan perpanjangan kontrak lebih awal, PT GSP berusaha memberikan jaminan dan kepastian terhadap agenda MICE dari berbagai client yang mayoritas telah menjalin kerjasama selama bertahun-tahun. 

Sekilas Perjanjian GSP dan Pemerintah

Kuasa Hukum PT GSP Amir Syamsudin menyatakan  kehadiran PT GSP sebagai investor dan pengelola JCC memiliki dasar hukum yang kuat. Yakni  perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operation Transfer/BOT) yang ditandatangani dan disepakati bersama pada tanggal 22 Oktober 1991.

Saat itu, PT GSP mendapat mandat pemerintah untuk membangun JCC sebagai venue penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) ke-10. Acara  yang diikuti oleh sekitar 100 delegasi dan 60 kepala negara pada September 1992.

Pasal 8 ayat 2 perjanjian kerja sama menyebutkan ketika Perjanjian berakhir pada 21 Oktober 2024, PT GSP (dulu PT Indobuildco) memiliki pilihan pertama untuk memperpanjang perjanjian dengan PPKGBK. 

Adanya klausul di pasal 8 ayat 2 itulah yang menjadi salah satu faktor yang meyakinkan perusahaan untuk membantu pemerintah menyiapkan venue untuk menyambut perhelatan KTT Non-Blok ke-10. Dengan adanya klausul itu, PT GSP melihat bahwa pemerintah juga memperhatikan potensi risiko bisnis yang akan dihadapi oleh PT GSP selama kontrak BOT berlangsung selama 30 tahun. "Meskipun saat itu kami juga belum mengetahui seluk beluk pengelolaan event dan rencana penggunaan venue setelah KTT selesai,” tambah Amir.

Amir mengungkapkan  untuk melindungi kepentingan bisnis para klien dan menjalankan klausul pasal 8 ayat 2 dalam perjanjian kerjasama BOT tahun 1991, PT GSP telah mengajukan perpanjangan kontrak pengelolaan JCC kepada PPKGBK. Pengajuan dilakukan sejak bulan April tahun 2022 lalu namun tidak pernah ditanggapi.

Pada awal tahun 2024 PT GSP kembali menyampaikan surat terkait permohonan kerja sama pengelolaan JCC. Namun  surat tersebut baru direspon pada Maret dan Agustus 2024 lalu. Di mana  pihak PPKGBK menolak permohonan PT GSP dan menyatakan akan mengelola JCC secara mandiri.