PT KAI Mengeluh Soal Whoosh: Berat Sekali Ya
- "Bagaimana cara lunasinya? Kita meminta dukungan, karena namanya infrastruktur dibebankan ke operator berat sekali ya. Masa bangun trek itu dibebankan ke kita yang cuma nyari tiket, kan istilahnya begitu."
BUMN
JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (KAI) ternyata tidak membagikan dividen kepada negara selama periode 2021-2023. Keputusan ini diambil untuk memperkuat kondisi keuangan perusahaan dan mendukung proyek proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Keputusan ini sejalan dengan arahan dari Komite Kereta Cepat Whoosh yang telah ditetapkan sebelumnya.
Komite Kereta Cepat diketahui berisi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri BUMN Erick Tohir.
“Sejak 2021, KAI mendapat amanah dari Komite Kereta Cepat untuk menahan dividen untuk penguatan keuangan KAI … Jadi tidak ada porsi dividen,” terang Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya, di kompleks Parlemen Jakarta.
- Kebutuhan Tinggi, Proyek IKN Digadang Genjot Industri Besi-Baja Nasional
- IHSG Rabu 10 Juli 2024 Ditutup Menguat 0,26 Persen
- Bos BEI Dorong BUMN IPO di Era Prabowo-Gibran
Meski tidak membagikan dividen, KAI tetap berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
KAI mencatatkan kontribusi kepada penerimaan negara yang signifikan pada tahun 2018 dengan angka mencapai Rp3,9 triliun.
Pada tahun 2019, kontribusi ini meningkat menjadi Rp4,4 triliun, menunjukkan kinerja positif perusahaan sebelum pandemi COVID-19.
Namun, situasi pandemi mulai memberi dampak signifikan pada tahun 2020, dengan kontribusi menurun menjadi Rp3 triliun.
Penurunan ini berlanjut pada tahun 2021, dengan kontribusi yang lebih rendah lagi, yaitu Rp2,9 triliun.
Laporan Keuangan KAI Tahun Ke tahun
Dilansir Laporan Laba KAI, pada tahun 2021 BUMN tersebut membukukan laba bersih sebesar Rp1,87 triliun.
Meskipun menghadapi tantangan selama masa pandemi, KAI berhasil mencatatkan kinerja positif ini sebagai hasil dari upaya peningkatan efisiensi dan optimalisasi operasional.
Namun, pada tahun 2022, laba bersih KAI mengalami sedikit penurunan, menjadi Rp1,68 triliun. Pada tahun 2023, laba KAI kembali sama dengan tahun 2021, sebesar Rp1,87 triliun.
KAI mengalami peningkatan utang menonjol pada kuartal I-2024, naik dari Rp50,46 triliun di akhir 2023 menjadi Rp56,56 triliun.
Kenaikan ini terjadi setelah KAI menerima pinjaman baru sebesar Rp6,98 triliun dari China Development Bank (CDB) pada Februari 2024 untuk proyek Kereta Cepat "Whoosh".
Penambahan utang ini membawa konsekuensi berat bagi KAI, termasuk kewajiban untuk membayar cicilan utang pokok dan bunga kepada kreditur.
Selain itu, biaya operasional tambahan juga menjadi beban karena pendapatan dari penjualan tiket penumpang masih belum mencapai target yang diharapkan.
Struktur pembiayaan proyek KCJB diketahui sebagian besar berasal dari utang. Sebanyak 75 persen dari nilai proyek, didanai oleh CDB, sedangkan 25 persen sisanya didanai melalui ekuitas dari konsorsium.
"Bagaimana cara lunasinya? Kita meminta dukungan, karena namanya infrastruktur dibebankan ke operator berat sekali ya. Masa bangun trek itu dibebankan ke kita yang cuma nyari tiket, kan istilahnya begitu," keluh EVP Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto, bulan April 2024 lalu, setelah nainya utang KAI.
Minta Jatah PMN
Pada tanggal 31 Desember 2022, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2022 yang mengatur penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dalam modal saham KAI sebanyak Rp3,2 triliun.
Sebelumnya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung juga telah menerima PMN sebesar Rp 4,1 triliun melalui KAI. Dengan demikian, total dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk proyek ini mencapai Rp 7,3 triliun.
Di sisi lain, KAI juga mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun pada tahun 2025.
Dana ini akan digunakan untuk pengadaan sarana KRL Jabodetabek, yang mencakup penggantian kereta komuter tua dan mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang.
Dengan PMN ini, KAI berencana mendatangkan 11 rangkaian kereta baru dari luar negeri untuk meningkatkan layanan komuter di wilayah Jabodetabek.
Pengajuan PMN juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan KRL Jabodetabek, yang merupakan salah satu moda transportasi utama di wilayah metropolitan.
Dengan pengadaan kereta baru, KAI berharap dapat meningkatkan kapasitas angkut penumpang dan memberikan pengalaman perjalanan yang lebih baik bagi pengguna KRL.
Dengan berbagai langkah strategis ini, KAI menunjukkan komitmen untuk terus mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan kualitas layanan transportasi di Indonesia.