<p>Kantor Pusat PT Bukit Asam Tbk, / Dok. PTBA</p>
Korporasi

PTBA Pasang Target 30 Persen Pendapatan dari EBT, Bagaimana Prospeknya?

  • Di tengah tantangan batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) semakin nyaring melakukan diversifikasi bisnisnya ke bidang energi baru terbarukan (EBT).
Korporasi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA - Di tengah tantangan batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) semakin nyaring melakukan diversifikasi bisnisnya ke bidang energi baru terbarukan (EBT). Salah satu sektor yang menjadi fokus emiten plat merah ini adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Tidak tanggung-tanggung, PTBA yang selama ini dikenal sebagai emiten tambang batu bara, berani memasang target peningkatan kontribusi pendapatan dari EBT hingga sekitar 30% pada 2030 mendatang. 

Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan, dalam risetnya baru-baru ini menyebutkan bahwa PTBA berencana memperluas portofolio energi terbarukan lebih dari 200 megawatt peak (MWp).

Rizkia bilang bahwa ekspansi ini dilakukan emiten bersandikan PTBA melalui proyek pembangkit listrik tenaga surya di berbagai lokasi, termasuk lahan pasca tambang di Ombilin-Sumatera Barat, Tanjung Enim-Sumatera Selatan, dan Bantuas-Kalimantan Timur.

"PTBA juga berencana mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin besar hingga 1,3 GW di Laut China Selatan, bekerja sama dengan Huadian," tulis Rizkia dikutip pada Kamis, 27 Juni 2024.

Mirae baru saja mengunjungi PLTS Bali Mandara yang dioperasikan oleh anak usaha PTBA, PT Bukit Energi Investama (BEI). PLTS ini, hasil kerja sama dengan PT Jasa Marga Tbk (JSMR), telah beroperasi sejak September 2022.

PLTS Bali Mandara yang terletak di Jalan Tol Bali Mandara merupakan salah satu inisiatif PTBA dalam memperluas portofolio energi terbarukan. Pembangkit ini memiliki kapasitas produksi 400 KWp dan menghasilkan sekitar 613 MWh per tahun, yang sepenuhnya disalurkan untuk memasok listrik Jalan Tol Jasamarga Bali.

"Kontribusi energi terbarukan terhadap pendapatan PTBA masih minimal, tetapi pengembangan proyek yang berhasil dan tepat waktu dapat menghasilkan rerating ESG untuk PTBA," kata Rizkia.

Tantangan Batu Bara 

Sementara itu, Mirae mencermati laporan keuangan beberapa emiten batu bara, termasuk PTBA. "Laba PTBA pada kuartal I-2024 tidak memenuhi harapan kami, terutama karena penyesuaian struktur biaya mereka," ungkap Rizkia.

Oleh karena itu, Mirae merekomendasikan jual saham PTBA dengan target harga Rp2.500 per saham. Proyeksi P/E PTBA pada 2024 dan 2025 masing-masing sebesar 6,4 kali dan 6 kali.

Mirae tetap memegang pandangan netral terhadap sektor batu bara Indonesia, meskipun mencatat kinerja kuat pada kuartal pertama 2024. Adapun konsumsi domestik tetap tinggi dan ekspor stabil.

“Pada periode tersebut, produksi batu bara meningkat signifikan dan diproyeksikan mencapai target Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pemerintah sebesar 920 juta ton,” jelasnya. 

Meski ada tantangan perubahan cuaca dari El Nino ke La Nina di akhir tahun, harga batu bara global yang tinggi dan peningkatan permintaan energi di Asia Tenggara. Hal tersebut juga diperkirakan akan menguntungkan produsen batu bara Indonesia. "Perkiraan kami mengenai harga batu bara Newcastle saat ini tetap di angka US$126 per ton," jelas Rizkia.

Namun demikian, Mirae terus memantau dengan seksama dampak potensi perubahan cuaca, khususnya ekspektasi peningkatan permintaan akibat gelombang panas di Asia Tenggara, India, dan kemungkinan China, terhadap dinamika perdagangan batu bara.

Pada penutupan perdagangan Rabu, 26 Juni 2024, saham PTBA ditutup dengan penguatan 1.24% ke level Rp4.440 per saham, yang berbalik sebesar 0% secara year-to-date. Namun, dalam tiga bulan terakhir saham ini melemah 10,95%.