Presiden Joko Widodo ditemani Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) meninjau Jubail Mangrove Park yang terletak di Pulau Al Jubail, Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab (PEA), pada Rabu sore, 3 November 2021. / Twitter @jokowi
Industri

Pulang Jalan-Jalan di Luar Negeri, Jokowi Bawa 'Oleh-Oleh' Rp602 Triliun

  • Presiden Jokowi berhasil membawa pulang US$41,99 miliar setara Rp600,45 triliun dari hasil kunjungannya ke Glasgow dan UEA.

Industri

Daniel Deha

JAKARTA - Presiden Joko Widodo berhasil membawa pulang US$41,99 miliar setara Rp602,45 triliun (asumsi kurs Rp14.420 per dolar Amerika Serikat) dari hasil kunjungannya ke Glasgow dan Uni Emirat Arab (UEA) sejak pekan lalu.

Dalam kunjungannya ke UEA, Jokowi mendapatkan komitmen bisnis dan investasi senilai US$32,7 miliar setara Rp467,6 triliun. Investasi tersebut diperoleh dari 19 perjanjian kerja sama yang pertukarannya dilakukan pada Kamis, 4 November 2021, saat Jokowi berkunjung ke Dubai, UEA.

Sementara itu, saat bertemu dengan para Chief Executive Officer (CEO) asal Inggris di Glasgow di sela-sela KTT Pemimpin Dunia PBB ke-26 (COP26), Indonesia juga mendapatkan komitmen investasi sebesar US$9,29 miliar setara Rp132,8 triliun di bidang energi hijau.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan komitmen bisnis dan investasi dengan UEA menjadi salah satu bahasan saat Jokowi bertemu dengan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan (MBZ) di Istana Al-Shatie, Abu Dhabi.

"Kedua pemimpin membahas kemajuan kerja sama investasi antara kedua negara. Sebagai informasi, selama kunjungan ini terdapat komitmen bisnis dan investasi senilai US$32,7 miliar dari 19 perjanjian kerja sama yang akan dipertukarkan besok di Dubai," ujar Retno dalam keterangan resmi dikutip Jumat, 5 November 2021.

Dia menjelaskan komitmen bisnis dan investasi dengan UEA antara lain kerja sama antara Indonesia Investment Authority (INA) dengan Abu Dhabi Growth Fund (ADG), INA dengan DB World, floating solar panel antara Masdar Clean Energy dengan PT Kilang Pertamina Internasional, Kilang Balikpapan, manufaktur dan distribusi vaksin dan bio product.

UEA dalam pertemuan bilateral itu juga menyepakati berbagai kesepakatan G42 dengan mitra di Indonesia, antara lain di bidang smart cities, telekomunikasi, pengembangan laboratorium genomic, dan beberapa lainnya.

Dengan kesepakatan baru kali ini, komitmen kerja sama Indonesia-UEA telah diperluas dari tahun lalu yang hanya mencapai 11 sektor.

Dalam sebuah pertemuan bilateral di Abu Dhabi pada Januari 2020, Jokowi dan MBZ saat itu menandatangani perjanjian kerja sama untuk investasi di beberapa sektor penting seperti energi, minyak dan gas, petrokimia, pelabuhan, telekomunikasi, dan riset serta Sovereign Wealth Fund (SWF).

Kerja sama ekonomi Indonesia-UEA dalam proyek-proyek tersebut senilai US$22,89 miliar setara Rp320,46 triliun. Partisipasi UEA di dalamnya sebesar 33% atau senilai nilai US$6,8 miliar setara Rp95,2 triliun.

Adapun kerja sama INA dengan Abu Dhabi Growth Fund antara lain mencakup proyek pembangunan ibu kota di Kalimantan Timur.

Dalam proyek ini, Jokowi meminta Putra Mahkota Abu Dhabi, MBZ untuk menjadi dewan pengarah. Namun sampai saat ini, belum ada kemajuan mengenai proposal tersebut.

Dalam pertemuan bilateral baru-baru ini di negara itu, Jokowi kembali membahas lebih serius rencananya untuk menarik UEA masuk ke Indonesia melalui MBZ.

Akhirnya, kedua pemimpin bersepakat akan melakukan pertemuan-pertemuan pada tingkat teknis pada waktu mendatang untuk mematangkan konsep pembangunan IKN baru.

Ketertarikan Investor Inggris

Dalam pertemuan Jokowi dengan CEO Inggris di sela-sela COP26 Glasgow, juga mendapatkan komitmen investasi dari para investor. Mereka menyebut akan menginvestasikan dana hingga US$9,29 miliar setara Rp132,85 triliun.

"Indonesia telah menjadi destinasi yang sangat atraktif bagi Foreign Direct Investment. Kita percaya Indonesia akan terus menarik investasi dari seluruh dunia," ucap salah satu dari CEO, Senin, 1 November 2021.

Dalam pertemuan itu, Jokowi sebaliknya berharap para CEO perusahaan Inggris bisa mengakselerasi realisasi komitmen investasi tersebut guna mendukung percepatan transisi energi dan ekonomi hijau di Indonesia.

"Saya ingin menyampaikan apresiasi komitmen investasi bapak ibu sekalian ke Indonesia sebesar US$9,29 miliar. Indonesia siap menjadi mitra yang baik bagi investasi Anda," ujarnya.

"Sekali lagi, Indonesia selalu jalankan komitmennya. Indonesia tidak suka membuat retorika. Tapi kami terus bekerja untuk memenuhi komitmen," kata Jokowi.

Kepada para CEO, Jokowi juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi pengembangan kendaraan dan baterai listrik, karena kekayaan mineral kita seperti nikel, tembaga dan bauksit atau alumunium.

"Saat ini sudah ada US$35 miliar investasi yang sudah terkomitmen dan juga sedang berjalan dalam mata rantai baterai dan kendaraan listrik," ungkap mantan Walikota Solo.

Inggris Minta Hentikan Batu Bara

Meski demikian, dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Inggris meminta agar Indonesia menghentikan pembangunan batu baranya.

Inggris menilai bahwa Indonesia belum bisa mengakhiri pembangunan infrastruktur batu bara baru yang juga menjadi konsernnya.

Dengan kata lain, Indonesia masih sangat bergantung pada batu bara, dimana Indonesia adalah produsen sumber daya terbesar kedua dan pengekspor batu bara seaborne terbesar.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Mineral, saat ini sebanyak 80% batu bara dipakai untuk pembangkit listrik nasional.

Berdasarakan data Minerba One Data Indonesia (MODI), per 26 Juli 2021, realisasi produksi batubara Indonesia sebesar 328,75 juta ton. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi batu bara hingga 625 juta ton.

Adapun cadangan batu bara saat ini mencapai 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata produksi batubara sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batubara masih 65 tahun apabila tidak ada temuan cadangan baru.

Kalimantan menyimpan 62,1% dari total potensi cadangan dan sumber daya batu bara terbesar di Indonesia, yaitu 88,31 miliar ton sumber daya dan cadangan 25,84 miliar ton.

Kemudian wilayah punya potensi tinggi adalah Sumatera dengan 55,08 miliar ton (sumber daya) dan 12,96 miliar ton (cadangan).

Selain cadangan batu bara, masih ada juga sumber daya batubara yang tercatat sebesar 143,7 miliar ton.

Pada KTT G20 di Roma, para pemimpin telah mencapai kesepakatan untuk menghentikan pembiayaan batu bara luar negeri secara bertahap pada tahun ini.

Sementara, dalam pidato di COP26 di Glasgow, Senin, 1 November 2021, Jokowi meminta dukungan internasional berupa dana dan teknologi untuk membantu meningkatkan upaya perubahan iklim di tanah air.

Salah satu dana yang dibidik Jokowi adalah dana hibah dari negara-negara kaya sebesar US$100 miliar setara Rp1.400 triliun yang merupakan kesepakatan Perjanjian Paris 2015.

"Pemenuhan pendanaan iklim oleh negara-negara mitra maju merupakan game changer dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bagi negara berkembang,” kata Jokowi.

Namun, sejak saat itu dana tersebut sebagian besar tidak dimobilisasi. Menurut laporan baru yang dirilis menjelang COP26, dana tersebut diperkirakan tidak akan diberikan hingga 2023.

Dengan komitmen baru para pemimpin di Glasgow baru-baru ini, makin sulit bagi Indonesia untuk mendapatkan dana tersebut jika proses transisi menuju energi bersih dalam negeri tidak berjalan sesuai konvensi global.*