Puluhan Perusahaan Dunia, dari Coca-Cola Hingga Adidas, Kecam Kudeta Militer Myanmar
JAKARTA – Hampir 50 perusahaan multinasional yang beroperasi di Myanmar, termasuk Coca-Cola dan H&M, mengecam kudeta militer yang terjadi bulan lalu. Mengutip Nikkei Asia, sebanyak 49 perusahaan itu menandatangani kecaman yang tertulis dalam dokumen dari Myanmar Centre for Responsible Business (MCRB) pada Jumat, 5 Maret 2021. Adidas, Carlsberg, L’Oreal. Maersk, Metro, dan Total juga turut […]
Dunia
JAKARTA – Hampir 50 perusahaan multinasional yang beroperasi di Myanmar, termasuk Coca-Cola dan H&M, mengecam kudeta militer yang terjadi bulan lalu.
Mengutip Nikkei Asia, sebanyak 49 perusahaan itu menandatangani kecaman yang tertulis dalam dokumen dari Myanmar Centre for Responsible Business (MCRB) pada Jumat, 5 Maret 2021.
Adidas, Carlsberg, L’Oreal. Maersk, Metro, dan Total juga turut serta tandatangani dokumen dari MCRB tersebut.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Sebagai investor kami hidup bersama dengan masyarakat Myanmar. Sehingga kita semua mendapat manfaat dari rasa hormat terhadap Hak Asasi Manuasi (HAM), demokrasi, dan kebebasan fundamental,” demikian tertulis dalam dokumen tersebut.
Berkaitan dengan hal itu, Amerika Serikat mengenakan sanksi pembatasan ekspor kepada Myanmar, bahkan baru-baru ini AS berencana untuk memblokade perdagangan ke militer Myanmar.
Dilansir dari Politico, Inggris Raya juga mengumumkan sanksi dengan mengenakan larangan, atas seluruh perdagangan dan bantuan yang melibatkan pemerintahah Myanmar setelah kudeta militer.
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
- Lebanon Bakal Cabut Subsidi BBM untuk Warganya
- Tandatangani Kontrak, David Guetta Resmi Bergabung dengan Warner Music
MCRB menyatakan 49 perusahaan tersebut akan menaati sanksi ekonomi dari Uni Eropa, dan Amerika Serikat demi untuk HAM dan integritas bisnis.
Direktur MCRB Vicky Bowman menyatakan mereka hendak menunjukkan bahwa kudeta militer dan pelanggaran HAM itu dapat berakibat buruk bagi bisnis.
“Perusahaan berbagi tempat dengan para pembela hak asasi manusia dan jurnalis. Jika ruang itu ditutup, itu juga berakibat buruk bagi bisnis,” ujar Vicky Bowman.
Selain itu, Facebook sebagai salah perusahaan yang menandatangani MCRB tersebut memblokir akun media sosial Tatmadaw, agensi atau media yang dikontrol oleh militer Myanmar.
Raksasa media sosial itu juga menetapkan larangan iklan dari setiap bisnis yang berkaitan dengan militer Myanmar, termasuk Myanma Economic Holding (MEHR).