<p>Ilustrasi Gedung BNI / Bni.co.id</p>
Korporasi

Punya Kas Rp130 Triliun, BNI Akui Bakal Akuisisi Bank Mini

  • Emiten pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengakui tengah menyiapkan aksi korporasi akuisisi terhadap bank mini. Akuisisi menjadi jalan bagi BBNI untuk memperkuat sekaligus memperlebar jangkauan layanan digital.

Korporasi

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA - Emiten pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengakui tengah menyiapkan aksi korporasi akuisisi terhadap bank mini. Akuisisi menjadi jalan bagi BBNI untuk memperkuat sekaligus memperlebar jangkauan layanan digital.

Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengatakan perseroan tengah menempuh jalan akuisisi. Meski begitu, dirinya enggan membagikan mengenai kriteria dari bank mini yang diincar oleh perseroan.

“Memang ke arah sana dengan beberapa opsi. perseroan saat ini sudah memasuki tahapan yang lebih serius terkait aksi korporasi tersebut (akuisisi),” ucap Mucharom kepada TrenAsia.com, Selasa, 19 Oktober 2021.

Sumber Dana

Aksi korporasi ini dilakukan, kata Mucharom, mengingat BBNI tengah memiliki aspek permodalan yang kuat. Adapun aksi akuisisi ini ditujukan untuk mengeskalasi pertumbuhan kinerja keuangan perseroan.

“Salah satu pertumbuhan yang dilakukan BNI adalah melalui anorganic growth. Dengan memperhatikan permodalan yang semakin solid, kinerja perusahaan yang semakin baik, bahkan di atas yang sudah diproyeksikan,” jelasnya. 

Likuiditas dan permodalan yang tinggi ini ditunjukan BNI melalui catatan kas dan setara kas yang menyentuh Rp130 triliun pada semester I-2021. Selain itu, kondisi likuiditas juga menunjang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini untuk melakukan akuisisi, dibuktikan dengan meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) menjadi 87% pada Juli 2021.

LDR yang dimiliki emiten bersandi BBNI ini tercatat berada di atas rata-rata industri pada periode yang sama sebesar 80%. “ Jumlah aset likuid akan menyesuaikan dengan rencana ekspansi yang akan dilakukan,” tegas Mucharom. 

Sebelumnya, BBNI memang tengah gencar menarik dana segar. Hal ini tampak dari penerbitan BNI Additional Tier 1 Perpetual Non-Cumulative Capital Securities atau Efek Modal AT-1 kepada investor asing.

BNI menyasar dana hingga US$600 juta atau setara Rp8,5 triliun (asumsi kurs Rp14.258,50 per dolar Amerika Serikat). Agar dicaplok investor asing, BNI menawarkan imbal hasil atau yield sebesar 4,3% per tahun.

Distribusi sebesar 4,3% per tahun dalam kerangka penerbitan efek global berdasarkan ketentuan Regulation S ("Reg S"), US Securities Act, yang akan terdaftar di Singapore Stock Exchange. Tidak hanya itu, dana segar lain diperoleh BNI dari uluran tangan pemerintah melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp3,5 triliun. 

Enggak Ubah Haluan Bisnis Utama

BNI memiliki kas dan setara kas yang menyentuh Rp130 triliun pada semester I-2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Rencana akuisisi ini dilakukan usai Direktur Keuangan (Dirkeu) BNI Novita Widya Anggraini menyatakan perseroan secara bank only tidak akan mengubah core business nya ke bank digital. Dirinya menilai BNI dengan karakteristik bisnisnya tidak cocok untuk menjalankan bisnis bank fully digital. 

“Kita memang melihat bank digital baru untuk melengkapi layanan perbankan ke nasabah. Kita lihat ada yang CoF (cost of fund)-nya tinggi, segmen kredit yang disasar juga memiliki imbal hasil dan risiko tinggi. Kalau dari BNI, tidak semua cocok jadi bank digital,” ucap Novita dalam paparan publik bulan lalu.

Apalagi, kata Novita, BNI memiliki fokus utama pada pengembangan intermediasi risiko rendah. Dengan profil risiko yang tinggi tersebut, BNI lebih memilih menggarap segmen bisnis yang sudah terjamin.

“Ini juga tidak sesuai dengan visi perusahaan yang berfokus di segmen risiko rendah. Tapi bukan berarti kami tidak memiliki layanan digital ya,” ucap Novita.

Di tengah upaya akuisisi ini, BNI memiliki kinerja yang positif bila ditinjau dari aspek profitabilitas. Hal ini tercermin dari laba bersih sebesar Rp5,02 triliun, tumbuh 12,8% year on year (yoy) pada semester 1-2021.

Dari segi intermediasi, penyaluran kredit BNI juga tercatat naik 4,5% yoy menjadi Rp569,7 triliun pada semester I-2021. Secara kualitas, non performing loan (NPL) gross BNI turun ke level 3,9% per semester I-2021.

Adapun dana pihak ketiga (DPK) naik sama besarnya yakni 4,5% yoy menjadi Rp569,7 triliun. Kenaikan DPK menjadi penyangga aset perseroan, sehingga total aset BNI pada paruh pertama 2021 mencapai Rp875,13 triliun atau naik 5%.

Rasio dana murah (CASA) terhadap total DPK BNI terpantau tumbuh 69,6% dari 65,2% yang tercatat pada semester I-2020.

Dengan demikian, biaya dana atau cost of fund BNI turun dari 2,9% menjadi 1,7%.  Sedangkan net interest margin (NIM) BNI meningkat dari 4,5% pada semester I-2020 menjadi 4,9% pada semester I-2021.