<p>PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) resmi beroperasi mulai 1 Februari 2021 / Dok. Bank Syariah Indonesia</p>
Industri

Punya Layanan Lebih Murah, OJK Siapkan Jurus Baru Demi Membumikan Keuangan Syariah

  • Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan produk keuangan syariah yang lebih terjangkau menjadi salah satu pemicu utama industri keuangan syariah berkembang pesat di Indonesia. Keuntungan tersebut bakal ditopang oleh tiga strategi baru OJK demi mendorong penggunaan layanan keuangan syariah.

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan produk keuangan syariah yang lebih terjangkau menjadi salah satu pemicu utama industri keuangan syariah berkembang pesat di Indonesia.

Keuntungan tersebut bakal ditopang oleh tiga strategi baru OJK demi mendorong penggunaan layanan keuangan syariah.

“Masyarakat akan berduyun-duyun ke produk syariah. Tapi kalau produk syariah tidak lebih murah, orang mikir dua kali untuk memilih produk ini,” kata Wimboh dalam Sarasehan Peran Sektor Keuangan Syariah Dalam Mengakselerasi Pemulihan Ekonomi Jawa Tengah, Jumat 23 April 2021.

Pangsa pasar keuangan syariah di Indonesia sendiri sangat besar. Hal ini muncul dari jumlah penduduk muslim di Indonesia yang mencapai 219 juta orang atau 12,6% dari populasi penduduk muslim dunia.

Wimboh pun mengungkap, aspek keterjangkauan ikut mendorong penduduk non muslim untuk menggunakan produk keuangan syariah.

Dari pangsa pasar yang besar ini, market share dari keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9,96%. Itu artinya, industri keuangan syariah masih belum bisa menyaingi dominasi layanan keuangan konvensional di Indonesia.

Potensi produk keuangan syariah masih belum terungkit optimal di Indonesia. Kondisi ini disebabkan oleh ketimpangan akses perbankan konvensional dan syariah yang jumlahnya sangat bertolak belakang.

Ketimpangan bank syariah dan bank konvensional tampak dari ketersediaan jaringan unit bank di berbagai daerah.

Saat ini, jaringan bank konvensional di Indonesia sudah tersedia hingga 28.342 unit. Angka ini jauh lebih banyak ketimbang bank syariah sebanyak 2.664 unit.

“Orang-orang mungkin tidak memilih keuangan syariah bukan karena tidak mau, hanya saja di perbankan syariahnya tidak ada di sekitarnya,” terang Wimboh.

Tiga Jurus Baru

Wimboh telah menyiapkan tiga jurus baru dalam membumikan produk keuangan syariah di Indonesia. Pertama, penguatan lembaga keuangan syariah melalui peningkatan permodalan dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Langkah ini telah ditempuh pemerintah lewat pembentukan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang mengokohkan layanan keuangan syariah terbesar di dalam negeri.

Selain itu, pemerintah juga mengatakan nilai aset keuangan syariah yang kian tumbuh pesat turut mendongkrak perkembangan ekonomi syariah Indonesia.

Menurut data OJK, pertumbuhan aset keuangan syariah di dalam negeri sangat pesat hingga double digit.

Aset keuangan syariah melesat 14,15% year on year (yoy) sepanjang 2018. Realisasi tersebut kemudian turun tipis menjadi 13,84% pada 2019 dan kembali melesat 22,79% pada 2020. Data terakhir menunjukan aset keuangan syariah tumbuh 24,54% yoy pada Januari 2021.

Aset keuangan dalam hal ini tidak termasuk saham syariah. Nilai aset keuangan syariah tersebut mencapai Rp1.823,13 triliun.

Selanjutnya adalah integrasi ekosistem keuangan syariah dengan ekosistem digital. Menurut Wimboh, hal ini penting mengingat penetrasi layanan keuangan digital di Indonesia ikut tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu, aspek literasi juga tidak luput dari strategi pengembangan ekonomi syariah.

“Dalam road map yang kita laksanakan, ini semua yang terus kita dorong,” terang Wimboh. (RCS)