Punya Potensi Jumbo, RI Baru Gunakan Energi Terbarukan 1 Persen
- Indonesia memiliki sumber energi terbarukan lebih dari 3,6 TW, namun baru dapat dimanfaatkan kurang dari 1 persen
Energi
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut Indonesia baru memanfaatkan sumber energi energi terbarukan kurang dari satu persen. Padahal, potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3,6 terawatt (TW).
Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jisman P. Hutajulu mengatakan dari potensi 3,6 TW, sebanyak 3,3 TW berasal dari energi matahari. Sayangnya saat ini bauran energi primer Indonesia masih didominasi oleh energi fosil.
"Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang melimpah lebih dari 3,6 TW, yang sebagian besar berasal dari energi matahari yaitu 3,3 TW namun baru dapat dimanfaatkan kurang dari 1 persen," kata Jisman dalam acara Sosialisasi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 di Kementerian ESDM pada Selasa, 5 Maret 2024.
- Disuplai Listrik PLN, Pabrik Jagung Milik Pemprov Sumbar Kini Bisa Produksi 50 Ton per Hari
- Utang Bank Jasa Marga (JSMR) Meroket 1.308 Persen Sepanjang 2023
- BI Turunkan Suku Bunga di Semester II 2024
- IHSG Sesi I Melemah, Saham ESSA, PTBA dan INCO Top Gainers LQ45
Jumlah pemanfaatan energi surya tidak berbanding lurus dengan tren penurunan harga pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Apalagi, pembangunan PLTS relatif lebih singkat, sehingga seharusnya pemanfaatannya bisa lebih banyak.
Revisi Target Bauran Energi
Di satu sisi, Dewan Energi Nasional (DEN) berencana merevisi target bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) pada 2025 menjadi sekitar 17-19 persen. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan target sebelumnya yang ditetapkan sebesar 23 persen.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN Yunus Saefulhak mengatakan di dalam pembaharuan Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah menargetkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sekitar 17-19% pada 2025.
DEN sedang menyusun revisi PP (RPP) No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Revisi ini menyesuaikan perubahan lingkungan strategis, sesuai dengan komitmen transisi energi menuju net zero emission 2060.
- Perkembangan Kurs Rupiah Lebih Baik Dibanding Mata Uang Malaysia dan Korea
- Menakar Komitmen Capres dalam Membasmi Korupsi
- OJK Cabut Izin Usaha Sarana Majukan Ekonomi Finance Indonesia (SMEFI)
"Di dalam pembaharuan KEN nanti kalau sudah diketok, ini masih dalam proses harmonisasi. Menjadi 17-19 persen jadi bunyi nya range, artinya KEN menuntun jalannya sesuai koridornya," kata dia dalam Konferensi Pers Capaian Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 Dewan Energi Nasional (DEN) pada Rabu, 17 Januari 2024.
Perubahan lainnya ada pada asumsi pertumbuhan ekonomi dari 7-8% dalam PP KEN sebelumnya, menjadi 6-7%. Hal ini menyesuaikan dengan peta jalan Indonesia Emas tahun 2045.
Kemudian, perubahan klausul Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang tidak lagi menjadi opsi terakhir, namun menjadi penyeimbang untuk mengisi bauran energi menuju net zero emission.
Selanjutnya, dalam peta jalan transisi DEN disebutkan bahwa pada 2030 bauran energi primer EBT ditargetkan dapat mencapai 19-21%, lalu pada 2035 sekitar 25-26%. Sedangkan pada 2040 ditargetkan mencapai 38-41%, hingga pada 2060 mendatang sebesar 70-72%.
Adapun realisasi bauran EBT dalam energi primer nasional masih 13,09% di tahun 2023. Ia menargetkan RPP KEN rampung di tahun ini.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatatkan, bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sampai akhir 2023 masih diangka 13,1 persen atau masih jauh dari target EBT di tahun 2025 yang mencapai 23 persen.
Untuk mengejar target tersebut, langkah yang dilakukan Menteri ESDM Arifin di antaranya adalah membangun pembangkit EBT yang sudah terencana di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Di mana, target di 2025 sudah harus terpasang 10,6 Giga Watt (GW).