Industri

Pusat Konsolidasi Rotan, Wujud Upaya Sinkronisasi Data Industri

  • JAKARTA – Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki bersama Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Kalimantan Bagian Selatan, HB. Wicaksono dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalsel, Gustafa Yandi mengunjungi dua UKM pengrajin rotan di Banjarmasin, yaitu PT Sarikaya Sega Utama dan CV Duta Barito. Kedua UKM tersebut merupakan industri rotan yang masih bertahan di […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki bersama Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Kalimantan Bagian Selatan, HB. Wicaksono dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalsel, Gustafa Yandi mengunjungi dua UKM pengrajin rotan di Banjarmasin, yaitu PT Sarikaya Sega Utama dan CV Duta Barito.

Kedua UKM tersebut merupakan industri rotan yang masih bertahan di Kalimantan Selatan, yang saat ini mempekerjakan masing-masing sekitar 200 penduduk lokal. Jumlah tenaga kerja saat ini merosot akibat adanya larangan ekspor rotan mentah.

Pemerintah menetapkan ekspor rotan mentah dan setengah jadi dilarang melalui Peraturan Menteri Perdagangan No.35/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Kebijakan itu dipertegas dengan Permendag No.44/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor.

Larangan tersebut dimaksudkan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah komoditas rotan dengan fokus mengekspor rotan olahan. Namun kebijakan ini membuat banyak UKM gulung tikar.

“Keuntungan Indonesia melakukan penjualan rotan dalam bentuk olahan yakni mendapatkan keuntungan dari nilai tambah, pertumbuhan industri olahan rotan, dan penyerapan tenaga kerja.”

Sinkronisasi Data

Memperhatikan kondisi tersebut, Teten memaparkan adanya informasi yang bias antara supply dan demand. Ia mendengar industri furnitur rotan dalam negeri meributkan kekurangan bahan baku, sementara informasi yang diperoleh dari petani dan asosiasi rotan Kalimantan bahwa ketersediaan rotan melimpah, yang hanya mampu diserap lokal sebesar 30%. 

Atas dasar itu, Menteri meminta petani, pengrajin dan asosiasi agar menyampaikan data kapasitas produksi rotan. “Dengan ketersediaan data tersebut, Pemerintah akan bisa memberikan solusi kebijakan yang tepat guna meningkatkan kesejahteraan petani dan UKM rotan, dan di satu sisi juga ada nilai tambah dari pengolahan komoditas sumber daya alam kita,” ujar Teten dikutip dari laman Bea Cukai (14/02).

Dari sisi pengawasan ekspor, HB. Wicaksono menyebutkan bahwa Bea Cukai telah bersinergi bersama Gubernur dan Kapolda Kalsel, Pajak, Syahbandar, dan Pelindo menandatangani MoU tata kelola rotan yang akan dilanjuti tahun ini dengan penerbitan Pergub. 

Tata kelola bertujuan membentuk Pusat Konsolidasi Rotan, agar terwujud keterbukaan dan validitas data kapasitas produksi, jumlah yang diserap lokal, jumlah yang tidak terserap.

“Kedepannya, fakta penumpukan rotan yang tidak terserap tersebut akan kami dorong kepada Pemerintah Pusat untuk membuka larangan ekspor dengan menggunakan skema Pusat Logistik Berikat,” ujar Wicaksono.

Dengan kebijakan yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan UKM rotan, menumbuhkan kembali industri rotan di Kalsel, menyerap tenaga kerja, hingga peningkatan ekspor untuk membantu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.

Potensi Rotan

Di Indonesia, daerah penghasil rotan terbesar berasal dari Kabupaten Katingan yang beribukota di Kasongan, Kalimantan Tengah. Daerah ini memiliki 13 Kecamatan yang 10 di antaranya adalah penghasil rotan terbesar di Kalimantan. Kabupaten ini mampu menghasilkan 500 ton lebih rotan dalam sebulan.

Tidak heran, saking melekatnya rotan dengan masyarakat, pemerintah kabupaten Katingan mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan yang fokus pada budidaya rotan dan pengembangan kerajinan rotan.