Nasional

Putin Perintahkan Gencatan Senjata, Ukraina Menolak

  • Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan gencatan senjata sementara perangnya di Ukraina
Nasional
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

MOSKOW-Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan gencatan senjata sementara perangnya di Ukraina. Perintah ini akan dilakukan selama satu hari mulai Jumat 6 Januari  2023. Tetapi Ukraina dengan tegas menolaknya.

Pengumuman Putin dikeluarkan Kamis 5 Januari 2023 waktu setempat. Hal tersebut terkait Natal umat Kristen Ortodoks yang dirayakan kedua negara pekan ini dan permintaan khusus pemimpin Ortodoks Rusia, Patriarch Kirill.

"Saya menginstruksikan menteri pertahanan Federasi Rusia untuk memberlakukan genjatan dari pukul 12:00 pada 6 Januari 2023 hingga 24:00 pada 7 Januari 2023. Gencatan senjata di sepanjang garis kontak antara kedua belah pihak di Ukraina," kata Putin sebagaimana diutarakan Kremlin dalam sebuah pernyataan.

Perintah ini dikeluarkan mengingat fakta bahwa sejumlah besar warga yang menganut Ortodoksi tinggal di daerah pertempuran. Putin juga meminta pihak Ukraina untuk mengumumkan gencatan senjata dan memberi mereka kesempatan  menghadiri kebaktian gereja pada Malam Natal, serta pada Peringatan Hari Kelahiran Kristus.

Namun Ukraina  menolak tawaran dari Putin tersebut.  Kyiv mengatakan tidak akan ada gencatan senjata sampai Rusia menarik pasukannya dari tanah yang diduduki.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa Rusia ingin menggunakan gencatan senjata sebagai kedok untuk menghentikan kemajuan mereka di Donbas, dan membawa lebih banyak peralatan.

Sementara penasihat kepresidenan Mykhailo Podolyak menulis di Twitter bahwa Rusia harus meninggalkan wilayah pendudukan  baru setelah itu akan ada gencatan senjata sementara. “Simpan kemunafikan untuk dirimu sendiri.” tulisnya

Dia mengatakan bahwa  tidak seperti Rusia, Ukraina tidak menyerang wilayah asing atau membunuh warga sipil. Mereka  hanya menghancurkan personel militer Rusia yang menduduki wilayahnya.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden menanggapi perintah gencatan senjata Putin dengan mengatakan itu hanyalah upaya untuk menemukan ruang bernapas untuk upaya perangnya.

“Dia siap mengebom rumah sakit, pembibitan, dan gereja pada 25 Desember dan pada Hari Tahun Baru. Saya pikir dia sedang berusaha mencari oksigen.," kata Biden dikutip dari Aljazeera.

Gereja Ortodoks Rusia adalah yang terbesar dalam persekutuan Ortodoks Timur. Mereka  memiliki sekitar 100 juta pengikut di Rusia dan lebih banyak lagi di luar.

Menanggapi permintaan gereja ortodok Podolyak menjawab dengan mengatakan bahwa Gereja Ortodoks Rusia adalah penyebar propaganda perang yang telah menghasut pembunuhan massal orang Ukraina dan militerisasi Rusia. Menurutnya pernyataan Gereja Ortodoks Rusia tentang 'Gencatan Senjata Natal' adalah jebakan sinis dan unsur propaganda.

Sejak November, dinas keamanan Ukraina telah menindak gereja-gereja yang terkait dengan Mosow dan menggerebek properti yang dituduh terlibat dalam aktivitas anti-Ukraina dan mendukung invasi Rusia.

Pengumuman ini juga datang setelah panggilan telepon dilakukan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia menekan Putin untuk mengumumkan gencatan senjata sepihak di Ukraina. Menurut kantor kepresidenan Turki Presiden Erdogan mengatakan seruan untuk perdamaian dan negosiasi harus didukung oleh gencatan senjata sepihak dan visi untuk solusi yang adil.

Namun pada hari Kamis Rusia dan Ukraina menegaskan tidak akan ada negosiasi di antara mereka dalam waktu dekat. Ini  secara efektif menolak tawaran mediasi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang berbicara secara terpisah dengan Putin dan Zelenskyy dari Ukraina.

Kremlin mengatakan Putin telah memberi tahu Erdogan bahwa Moskow siap untuk melakukan pembicaraan . Tetapi  hanya dengan syarat bahwa Ukraina memperhitungkan realitas teritorial baru. Referensi untuk mengakui aneksasi Moskow atas wilayah Ukraina.

Sedangkan Podolyak dari Ukraina menyebut permintaan itu sepenuhnya tidak dapat diterima. Dia menyebut  Federasi Rusia berlindung di bawah kata 'pembicaraan' dengan menawarkan Ukraina dan dunia untuk mengakui haknya  merebut wilayah asing dan untuk memperbaiki tidak adanya konsekuensi hukum atas pembunuhan massal di wilayah asing.