Pertunjukan Ketoprak Wayang Orang, Rumah Kita Baluwarti, Solo
Nasional

Raja Jawa Ramai Disebut, Megawati Pengin Kenalan

  • Megawati mengaku heran mendengar Bahlil yang bukan orang Jawa menyinggung tentang "Raja Jawa."

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Istilah “Raja Jawa” kembali mencuat beberapa hari ini. Dalam pidato Musyawarah Nasional XI Partai Golkar, Bahlil Lahadalia memberikan peringatan yang cukup tajam kepada para kader partai. 

Bahlil memperingatkan mereka agar tidak bermain-main dengan sosok yang ia sebut sebagai "Raja Jawa," meskipun tidak menjelaskan lebih lanjut siapa yang dimaksud dengan sebutan tersebut. 

Peringatan Bahlil ini seakan menekankan bahwa bermain-main atau berkonflik dengan sosok tersebut dapat membawa konsekuensi yang tidak diinginkan, bahkan celaka. 

"Raja Jawa ini kalau kita main-main celaka kita. Saya mau kasih tahu saja jangan coba-coba main dengan barang ini. Waduh ngeri-ngeri sedap barang ini," terang Bahlil di depan peserta Munas, di Jakarta 21 Agustus 2024.

Selain itu Bahlil juga mengajak kader Golkar untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai bentuk kelanjutan dari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Bahlil menekankan pentingnya kesinambungan kekuasaan dan dukungan politik yang stabil dalam menjaga keutuhan partai dan negara.

Soeharto: Sang "Raja Jawa"

Istilah "Raja Jawa" sering digunakan secara informal untuk merujuk pada pemimpin-pemimpin Indonesia. Terutama mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar, baik secara politik maupun budaya, yang seolah-olah menjadikan mereka penguasa di Pulau Jawa. 

Istilah ini bukan gelar resmi, melainkan lebih merupakan metafora yang menggambarkan dominasi dan kekuasaan yang sangat besar, mirip dengan seorang raja.

Soeharto, yang menjabat sebagai Presiden Indonesia dari 1967 hingga 1998, sering disebut sebagai "Raja Jawa." Hal ini karena pengaruhnya yang sangat kuat di selruh Indonesia baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial. 

Soeharto diketahui berasal dari Jawa tepatnya Yogyakarta, istrinya sendiri Tien Soeharto, merupakan keturunan ningrat Kadipaten Mangkunegaran, salah satu trah penguasa di Solo.

"Raja Jawa" Dari Masa ke Masa

Setelah Soeharto, istilah "Raja Jawa" tidak lagi digunakan secara khusus untuk seorang presiden. Namun, beberapa pemimpin setelahnya, seperti Susilo Bambang Yudhoyono  dan Jokowi, masih sering diasosiasikan dengan pengaruh besar di Jawa, meskipun dalam konteks yang berbeda dengan Soeharto.

Mantan Presiden SBY, meskipun tidak memiliki kekuasaan sekuat Soeharto, tetap memiliki pengaruh besar, terutama karena ia seorang Presiden dan juga berasal dari Pacitan Jawa Timur. 

Presiden Jokowi yang juga berasal dari Solo, Jawa Tengah, sering dianggap sebagai sosok yang mampu memanfaatkan identitas kejawaan untuk membangun dukungan politik yang luas. 

Meski demikian, ia berusaha memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang lebih merakyat dan berfokus pada pembangunan infrastruktur serta pemerataan di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jawa.

Secara umum, istilah "Raja Jawa" mencerminkan bagaimana pemimpin Indonesia sering kali dipersepsikan memiliki basis kekuasaan yang kuat di Pulau Jawa, yang merupakan pusat politik, ekonomi, dan budaya Indonesia. 

Meskipun kini penggunaan istilah ini semakin jarang, konsepnya masih relevan dalam memahami dinamika politik di Indonesia.

Megawati Minta Dikenalkan ke "Raja Jawa"

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, sembari tertawa meminta untuk dikenalkan kepada sosok yang disebut sebagai "Raja Jawa." Permintaan ini muncul setelah Megawati mendengar pidato Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yang menyebut istilah tersebut dalam acara Munas ke XI Golkar. 

"Aku mau kenalan juga deh sama Raja Jawa-nya. Sejak kapan ada Raja Jawa? Awas kamu ya diplintir-plintir. Kapan ada Raja Jawa-nya," tambah Megawati.

Megawati mengaku heran mendengar Bahlil yang bukan orang Jawa menyinggung tentang "Raja Jawa." 

"Saya ketawa, ketawanya, sudah dia ngomong Raja Jawa. Kayak dia mengerti artinya Raja Jawa, dia kan orang Papua. Makanya saya langsung sambil sarapan ketawa, wih,"  ungkap Megawati, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta (22/8).