Rajin Gembar-Gembor, Banyak Pihak Kecewa Starlink Cuma Investasi Rp30 M
- Stralink hanya menempatkan tiga karyawan sehingga menimbulkan keraguan mengenai kemampuan mengelola operasional yang signifikan di negara sebesar Indonesia
Nasional
JAKARTA - Nilai investasi Starlink di Indonesia menuai kontroversi. Dengan nilai investasi hanya Rp30 miliar, banyak pihak menilai angka ini tidak wajar untuk industri telekomunikasi berskala global.
Selain itu, perusahaan tersebut hanya menempatkan tiga karyawan sehingga menimbulkan keraguan mengenai kemampuan mengelola operasional yang signifikan di negara sebesar Indonesia.
“Apa iya modal sebesar itu cukup untuk membangun usaha JARTUP VSAT dan ISP? Padahal industri telekomunikasi memiliki karakteristik high CAPEX dan high expenditure. Apakah masuk akal karyawan yang dibutuhkan hanya 3 orang saja? Menurut saya itu sangat tidak mungkin,” ungkap pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, dalam keterangan tertulisnya.
Kunjungan Presiden Jokowi dan Menteri Luhut ke markas Elon Musk, yang awalnya diharapkan dapat membawa investasi besar Tesla ke Indonesia, juga dinilai tidak efektif.
- Bersamaan dengan Rusia, Kapal Selam AS Juga Merapat ke Kuba
- Kontroversi Bahlil: Membabat 2 Juta Hektare Hutan Demi Manisnya Gula
- Zurich dan Adira Dorong Pelestarian Habitat Mangrove
Hingga kini, investasi Tesla di Indonesia belum terwujud, justru Elon Musk yang dianggap ketiban durian runtuh karena berhasil memasuki dan menjual produknya di pasar sebesar Indonesia.
Keberhasilan ini memberikan keuntungan besar bagi Musk, mengingat potensi pasar Indonesia yang sangat luas dengan populasi lebih dari 270 juta orang.
“Masa investasi Starlink kalah sama pengusaha ISP. Masa jumlah karyawan Starlink di Indonesia jauh di bawah ISP kecil yang ada di Indonesia. Sehingga kehadiran Starlink di Indonesia tidak ada manfaatnya sama sekali. Kalau hanya untuk menyediakan akses internet di daerah 3T, Kominfo juga sudah punya SATRIA,” tambah Trubus.
Proses perizinan Starlink di Indonesia pun dinilai bermasalah. Ada dugaan perizinan Starlink tidak mengikuti prosedur yang berlaku dan bahkan ada indikasi melibatkan tekanan politik serta maladministrasi.
Situasi ini mendorong Ombudsman diminta melakukan penyelidikan lebih lanjut. Terdapat juga kekhawatiran mengenai keamanan data pribadi dan penegakan hukum terkait operasional Starlink di Indonesia.
- Bersamaan dengan Rusia, Kapal Selam AS Juga Merapat ke Kuba
- Kontroversi Bahlil: Membabat 2 Juta Hektare Hutan Demi Manisnya Gula
- Zurich dan Adira Dorong Pelestarian Habitat Mangrove
“Kuat sekali dugaan mal administrasi pada penerbitan izin penyelenggaraan telekomunikasi Starlink. Kayaknya ada tekanan politik luar biasa yang dialami Kominfo ketika penerbitan izin Starlink ini. Harusnya Ombusdman dan APH dapat melakukan investigasi mendalam pemberian izin Kominfo tersebut. Menurut saya ini tak wajar dan terkesan instant. Maladministrasi itu mengarah perilaku koruptif,” tambah Trubus.
Pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas sangat diperlukan untuk memastikan operasional Starlink tidak mengancam keamanan dan kedaulatan digital Indonesia.
Untuk mengatasi berbagai masalah ini, pemerintah diminta membuat regulasi yang jelas untuk Non-Geostationary Orbit (NGSO) seperti Starlink.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dinilai juga bertanggung jawab memastikan semua proses perizinan dan operasional berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku.