Oengacara Jessica Wongso dalam Kasus Kopi Sianida, Otto Hasibuan
Nasional

Ramai Kasus Jessica Wongso, Apakah Pidana yang Telah Diputus Dapat Dibuka Kembali?

  • Belakangan kasus es kopi sianida yang merenggut nyawa Mirna Salihin kembali ramai dibahas. Kasus tersebut mencuat lagi usai film dokumenternya tayang beberapa waktu ini.
Nasional
Khafidz Abdulah Budianto

Khafidz Abdulah Budianto

Author

JAKARTA - Belakangan kasus es kopi sianida yang merenggut nyawa Mirna Salihin kembali ramai dibahas. Kasus tersebut mencuat lagi usai film dokumenternya tayang beberapa waktu ini. Banyak masyarakat yang menyorot dan mengkritisi adanya kejanggalan dalam perkara kopi sianida. 

Tidak sedikit dari mereka yang meminta kepada pihak berwenang kembali membuka kasus tersebut karena adanya kejanggalan-kejanggalan. Umumnya mereka yang menginginkan hal tersebut menganggap Jessica tidak cukup bukti untuk dipersalahkan sebagai pembunuh dan pemberi racun dalam kopi sianida yang diminum Mirna. 

Mereka tidak yakin Jessica telah menuangkan racun serta mempertanyakan soal penyelidikan dan penyidikan oleh aparat serta dengan bukti-buktinya. Lantas, apakah sebuah kasus yang memiliki kekuatan hukum tetap dapat dibuka kembali? Bagaimana hukum melihat pandangan itu?

Sebuah perkara yang telah diputus hakim pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) tidak dapat diputus kembali dalam kasus yang sama atau nebis in idem. Jika dalam sebuah kasus terdapat kejanggalan atau hal-hal lain, terpidana dapat melakukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK).

Peninjauan kembali dapat diajukan dengan syarat terdapat bukti baru (novum) yang belum terungkap pada persidangan sebelumnya. Jadi harus terdapat hal baru yang sebelumnya memang belum ada dalam persidangan hingga terpidana tersebut diputus dan dieksekusi dalam hukumannya. 

Pengaturan soal upaya hukum peninjauan kembali dapat dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 263 hingga 269. Dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a-c disebutkan peninjauan kembali dapat dilakukan dengan apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan yang lebih ringan dari yang telah diterimanya.

Kemudian peninjauan kembali dapat dilakukan dengan dasar apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain serta terakhir putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Adapun jangka waktu dalam peninjauan kembali tidak dibatasi sebagaimana diatur dalam Pasal 264 Ayat (3). Kemudian dalam peninjuan kembali pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. 

Kemudian putusan tersebut dapat berupa putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum, serta putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Ne bis in Idem

Asas Ne bis in Idem merupakan istilah untuk sebuah perkara yang obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama dan telah diputus oleh Pengadilan tidak dapat diputus kembali. Suatu perkara pidana hanya dapat disidangkan oleh hakim sekali saja dan tidak dapat disidangkan kembali di kemudian hari dalam kasus yang sama.

Soal asas tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 18 Ayat (5) menyatakan bahwa “Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”. Melalui asas tersebut maka setiap orang akan memperoleh kepastian hukum dengan tidak diproses pada perkara yang sama.