Ilustrasi utang.
Makroekonomi

Ramalan IMF Soal Rasio Utang RI di Pemerintahan Prabowo

  • Diketahui, rasio utang pemerintahan melejit dalam hampir 10 tahun terakhir dari sekitar 24% pada akhir 2014 menjadi 38,68% pada akhir Juli 2024. Padahal pada awal masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) “hanya” mewariskan rasio utang terhadap PDB di angka 24,75%.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—International Monetary Fund (IMF) memprediksi rasio utang Indonesia akan membaik di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Hal itu dapat terjadi jika Indonesia konsisten menerapkan disiplin fiskal dalam pengelolaan keuangan. 

Diketahui, rasio utang pemerintahan melejit dalam hampir 10 tahun terakhir dari sekitar 24% pada akhir 2014 menjadi 38,68% pada akhir Juli 2024. Padahal pada awal masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) “hanya” mewariskan rasio utang terhadap PDB di angka 24,75%.

Namun ada titik terang lantaran Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat. Kondisi tersebut dinilai IMF memberikan ruang fiskal untuk mengantisipasi risiko ke depan, dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Tim ekonomi Prabowo sendiri telah membantah akan menaikkan rasio utang menjadi 50% dari PDB. IMF memperkirakan rasio utang pemerintah justru akan menurun secara bertahap di era Prabowo-Gibran. Dalam jangka menengah, rasio utang diprediksi dapat turun menjadi sekitar 38,3% dari PDB. Hal ini terutama didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif. 

Selain itu, S&P Global Ratings mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level BBB dengan prospek stabil. Menurut IMF, hal itu dapat berarti sebuah keberhasilan Indonesia dalam menjaga stabilitas fiskal melalui kebijakan yang prudent. 

Didominasi SBN Domestik

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, mengatakan rasio utang pemerintah masih jauh di bawah batas aman yakni 60%. Komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebesar 70,49%, SBN valas sebesar 17,27%, dan pinjaman sebesar 12,24%. 

SBN terutama dikuasai oleh lembaga keuangan sekitar 39,6%, dan Bank Indonesia sebesar 24,3%. Adapun porsi asing hanya sekitar 14%, termasuk kepemilikan pemerintah dan bank sentral asing. Sementara investor individu memiliki porsi 8,7% di SBN, sedangkan sisanya dipegang institusi domestik lain. 

“Pemerintah terus mendorong pasar SBN untuk lebih efisien sehingga meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan,” kata Ferry dalam pernyataan resmi, dikutip Senin, 26 Agustus 2024. 

Pemerintah, imbuhnya, terus mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB lewat optimalisasi pendapatan negara yang dilakukan melalui efektivitas reformasi perpajakan. Upaya pemerintah juga mencakup pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi.

Hal itu dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan reformasi perpajakan. “Dalam RAPBN 2025, pembiayaan utang (netto) direncanakan sebesar Rp775,9 trilliun, diutamakan untuk mendukung percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Ferry. 

Adapun proyeksi rasio utang terhadap PDB pada 2025 mencapai 37,82% hingga 38,71% dari PDB. Rasio pendapatan negara terhadap PDB dalam RAPBN 2025 juga direncanakan sebesar 12,32% dari PDB. 

Baca Juga: Rasio Utang 50 Persen PDB Vs Defisit Fiskal 0 Persen, Mana Yang Realistis?

Pemerintah terus mendorong pembiayaan anggaran yang inovatif melalui skema KPBU yang sustainable dan lebih masif serta penguatan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF. “Dengan pengelolaan utang yang cermat dan terukur, Pemerintah memastikan APBN tetap sehat, kredibel, dan berkesinambungan,” tutur Ferry. 

Pihaknya menilai hal tersebut tidak hanya penting untuk menjaga stabilitas fiskal, tetapi juga memperkuat kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan juga terus didorong. 

Menurut Ferry, pemerintah mendorong penguatan belanja negara yang berkualitas untuk fokus kepada akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan pada 2025. 

Di sisi lain, belanja nonprioritas, khususnya belanja barang, terus diefisienkan. Sedangkan belanja modal diutamakan untuk mendukung transformasi ekonomi, serta subsidi dan perlindungan sosial diarahkan efektif dan tepat sasaran. 

Ferry memastikan pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal. Dengan demikian, APBN dapat dijaga sehat, kredibel, dan berkesinambungan. 

“Pembiayaan melalui utang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN ketika pendapatan negara belum sepenuhnya mampu membiayai keseluruhan belanja negara atau ketika dibutuhkan pembiayaan investasi,” jelas Ferry.