Aerial HTI PT Industrial Forest Plantation (IFP), salah satu pemasok PT Balikpapan Chip Lestari di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Oktober 2022.
Industri

Rantai Pasok Bisnis Konglomerat Sukanto Tanoto Dinilai Masih Picu Deforestasi

  • Royal Golden Eagle (RGE) milik Sukanto Tanoto ditengarai masih bergantung pada sejumlah perusahaan pemasok yang melakukan deforestasi.

Industri

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Perusahaan produsen viscose (kain rayon semi-sintetis) dan produk kertas, Royal Golden Eagle (RGE), ditengarai masih bergantung pada sejumlah perusahaan pemasok yang melakukan deforestasi. Padahal grup perusahaan global milik Sukanto Tanoto itu telah memiliki komitmen ‘Bebas Deforestasi’ dalam aktivitasnya. 

Hal itu terungkap dalam laporan investigasi yang diterbitkan Environmental Paper Network, Rainforest Action Network, Auriga Nusantara, Greenpeace International, dan Woods & Wayside International, dilansir dari greenpeace.org, Rabu 24 Mei 2023. Laporan bertajuk Babat Kalimantan itu memuat bukti yang diperoleh melalui analisis citra satelit, kajian data ekspor, laporan pelacakan kapal, dan data dari pemasok (supplier disclosure data).

Selain memicu deforestasi, RGE diduga mengendalikan sejumlah perusahaan cangkang yang berada di balik pabrik pulp baru berskala besar di Kalimantan Utara. 

“Grup RGE dan anak perusahaan mereka seperti APRIL, Sateri, Asia Pacific Rayon, dan Asia Symbol berjanji menghapus deforestasi dalam rantai pasok mereka. Namun, laporan ini menemukan bahwa janji itu tidak ditepati,” kata Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network, Sergio Baffoni.

Pabrik pulp RGE di China, Asia Symbol, diduga menggunakan kayu dari sejumlah perusahaan yang baru-baru ini membabat hutan di Kalimantan. Kawasan hutan hujan tropis itu, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, awalnya merupakan habitat orang utan Kalimantan yang terancam punah.

Laporan investigasi tersebut juga mengungkap hasil pemeriksaan dokumen yang menunjukkan hubungan RGE dengan pabrik pulp skala besar yang saat ini akan dibangun, PT Phoenix Resources International di Pulau Tarakan, Kalimantan Utara. 

Keberadaan Phoenix yang berpotensi mendorong pengembangan kawasan perkebunan kayu pulp monokultur secara luas, dikhawatirkan mengancam kelestarian hutan alam. 

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, mengatakan ada sekitar 600.000 hektare hutan hujan tropis yang masuk dalam konsesi kehutanan di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat yang terhubung dengan RGE. “Dengan pembangunan pabrik baru Phoenix, sebagian kawasan hutan itu bisa terancam,” ujarnya.

Gelombang Deforestasi Baru

Menurut Syahrul, kehadiran PT Phoenix berisiko memicu deforestasi dan menghilangkan keanekaragaman hayati, meningkatkan emisi gas rumah kaca, serta mengancam kehidupan masyarakat di wilayah setempat. Dia mengingatkan permintaan kayu dari pabrik pulp skala besar sebelumnya telah mendorong deforestasi parah di Sumatra. 

“Pola seperti itu bisa terulang kembali. Pembangunan pabrik ini adalah tanda bahaya gelombang baru deforestasi skala industri, kali ini di Kalimantan dan Papua,” beber Syahrul.

Direktur Kampanye Hutan dan Keuangan Rainforest Action Network, Tom Picken, mengatakan peran RGE dalam perusakan hutan terjadi karena adanya pembiayaan dan ‘pemakluman’ untuk mereka. Sebanyak 25 bank telah menggelontorkan lebih dari US$5 miliar untuk sektor kehutanan RGE sejak 2016. Mitsubishi UFJ Financial Group, misalnya, telah menyalurkan lebih dari US$430 juta untuk RGE, kendati bank tersebut memiliki kebijakan untuk tidak membiayai deforestasi.

Picken juga menyoroti Forest Stewardship Council, organisasi sertifikasi hutan global, yang membuka jalan untuk APRIL, walaupun masih ada dugaan deforestasi dalam rantai pasok anak usaha RGE ini. APRIL pernah mengikuti proses penilaian untuk mendapatkan sertifikat ramah lingkungan dari FSC pada 2013, tapi mundur. 

“Bank-bank dan fasilitator harus berhenti mengabaikan deforestasi yang masih menjadi bagian dari model bisnis RGE,” tegas Picken.