Rasio Klaim Asuransi Kredit Capai 85 Persen, DAI Ungkap Solusinya
- Lini usaha asuransi kredit mencatat premi sebesar Rp12,26 triliun dengan pertumbuhan 21,1% pada kuartal III/2024. Namun, klaim yang telah dibayarkan mencapai Rp10,48 triliun, menghasilkan rasio klaim 85,5%. Pertumbuhan klaim di lini ini pun mencapai 44,2%.
IKNB
JAKARTA - Rasio klaim asuransi kredit mengalami peningkatan signifikan hingga September 2024. Data yang dirilis Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan rasio klaim ini mencapai 85,5%, melonjak dari 71,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 dianggap sebagai salah satu solusi menghadapi tantangan ini.
Lonjakan Rasio Klaim Asuransi Kredit
Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset, & Analisa AAUI, Trinita Situmeang, mengungkapkan bahwa lini usaha asuransi kredit mencatat premi sebesar Rp12,26 triliun dengan pertumbuhan 21,1% pada kuartal III/2024. Namun, klaim yang telah dibayarkan mencapai Rp10,48 triliun, menghasilkan rasio klaim 85,5%. Pertumbuhan klaim di lini ini pun mencapai 44,2%.
“Rasio selama sembilan bulan ini angkanya memang seperti itu, tapi kita tunggu sampai akhir tahun untuk melihat hasil akhirnya,” ujar Trinita saat konferensi pers paparan kinerja industri asuransi dan reasuransi di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.
- Saham AADI Tembus ARA di Hari Perdana, Ini Target Harga dan Prospek Kinerja dari Berbagai Analis
- AHM Bagi Honda Beat One Piece Gratis! Simak Cara Dapatnya
- IPO Perusahaan Kripto Siap Tembus Bursa Efek Indonesia: Tantangan dan Peluang 2025
Trinita menjelaskan, asuransi kredit dalam asuransi umum berfungsi untuk menanggung risiko gagal bayar yang dialami kreditur. Pembayaran klaim dilakukan ketika beberapa kondisi terpenuhi sesuai dengan polis yang berlaku.
“Rasio ini mencerminkan klaim yang sudah dibayarkan terhadap premi. Klaim tersebut bisa jadi telah dicadangkan di periode sebelumnya atau diselesaikan dalam sembilan bulan terakhir,” tambahnya.
Tantangan Baru Bagi Industri Asuransi Kredit
Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menyatakan bahwa sektor asuransi kredit saat ini menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah implementasi POJK Nomor 20 Tahun 2023. Aturan tersebut akan mulai berlaku efektif pada 13 Desember 2024.
“Dalam POJK 20, penjaminan harus dipisahkan dari asuransi. Ini termasuk penugasan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kami sedang membantu perusahaan asuransi yang terlibat dalam program KUR agar implementasinya tetap bisa berjalan,” kata Budi.
Baca Juga: Kenaikan Tarif PPN Jadi 12% di 2025: Tantangan Baru bagi Industri Asuransi Umum
Regulasi ini juga mengatur bahwa perusahaan yang memasarkan produk asuransi kredit wajib memiliki rasio likuiditas minimal 150%. Ketentuan lainnya adalah ekuitas minimal Rp250 miliar hingga akhir 2028, yang kemudian meningkat menjadi Rp1 triliun setelah 31 Desember 2028.
POJK 20/2023: Solusi dan Dampaknya
Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Yulius Bhayangkara, menilai bahwa penerapan POJK 20/2023 dapat menjadi langkah penting untuk mengatasi tantangan di sektor asuransi kredit.
“Banyak perusahaan asuransi menghadapi masalah akibat tren kenaikan klaim asuransi kredit. POJK 20 diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengatur dan menstabilkan kondisi ini,” ujar Yulius dalam acara diskusi bertajuk Ngopi Series 2024: Insurance Outlook beberapa waktu lalu.
Salah satu poin utama dalam aturan ini adalah penyesuaian premi dengan risiko yang ditanggung dan manfaat yang dikelola. Premi tidak boleh berlebihan, diskriminatif, dan harus cukup untuk menanggung risiko.
Selain itu, perusahaan diwajibkan untuk mempertimbangkan faktor seperti kemampuan debitur dalam memenuhi kewajiban, kualitas portofolio kredit, serta tingkat risiko yang ada pada objek asuransi.
“Ketentuan ini akan berdampak positif pada pengelolaan lini usaha asuransi kredit. Namun, di sisi lain, ada tantangan besar bagi perusahaan yang belum mampu memenuhi syarat likuiditas dan ekuitas minimum,” tambah Yulius.
- 8 Rekomendasi Drakor yang Mirip When the Phone Rings
- ADRO Jelaskan Skema PUPS untuk IPO AADI, Ini Cara dan Hak Membeli Sahamnya
- Pasar Otomotif Tertekan, Bagaimana Target Saham Astra (ASII)?
Dampak pada Perusahaan Asuransi
Yulius juga mengingatkan bahwa perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak akan bisa memasarkan produk asuransi kredit dan suretyship.
“Perusahaan yang tidak mampu memenuhi rasio likuiditas 150% dan ekuitas minimal Rp250 miliar hingga 2028, atau Rp1 triliun setelahnya, akan kehilangan kemampuan untuk memasarkan produk ini,” jelasnya.
Regulasi ini mendorong perusahaan untuk melakukan evaluasi mendalam agar dapat bertahan di tengah perubahan signifikan yang diatur oleh POJK 20/2023.
Kesimpulan
Peningkatan rasio klaim asuransi kredit yang signifikan menjadi tantangan besar bagi industri asuransi di Indonesia. Namun, dengan penerapan POJK Nomor 20 Tahun 2023, diharapkan akan tercipta pengelolaan risiko yang lebih baik dan stabilitas bagi sektor ini. Meski demikian, perusahaan asuransi perlu beradaptasi dengan cepat untuk memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan guna memastikan keberlanjutan bisnis mereka.