<p>Ilustrasi. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Rasio Modal Bank Menguat Meski Pandemi, Tapi Awas Kredit Macet Melonjak

  • Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta perbankan untuk mewaspadai kinerja rasio kredit bermasalah. NPL per Juni 2020 meningkat menjadi 3,11% dari bulan sebelumnya 3,01% akibat terpukul COVID-19.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Meski dihantam pandemi COVID-19, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan di Indonesia menguat, namun perlu diwaspadai adanya lonjakan kredit bermasalah (non performing loan/NPL).

Deputi Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangat mengatakan CAR bank umum konvensional per Juli 2020 menguat ke level 23,1% dibandingkan bulan sebelumnya 22,59%.

“Likuiditas perbankan masih melimpah dan terjaga dengan stabil,” kata dia dalam webinar terkait ancaman resesi ekonomi di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.

Dia menjelaskan, sejumlah faktor yang mendorong likuditas terjaga karena adanya kebijakan strategis yang membentuk rasio modal bank meningkat. Misalnya, penurunan giro wajib minimum (GWM) sebesar 200 basis poin untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah.

Selain itu, sambungnya, juga ada penurunan suku bunga acuan atau BI 7-days reverse repo rate ke level 4%. Bank Indonesia (BI) juga telah melakukan pelonggaran likuiditas.

Menguatnya rasio kecukupan modal itu, kata dia, menolong risiko kredit bank. Tercatat, per Juli 2020 angka NPL gross yakni gabungan kredit macet, kurang lancar, dan diragukan, mencapai 3,22% atau naik dibandingkan bulan sebelumnya 3,11%.

Akan tetapi, jika khusus dicermati NPL net atau kredit macet mencapai 1,12% pada Juli 2020. Angka itu turun dari periode bulan sebelumnya 1,13%.

Penguatan CAR tersebut, ucapnya, juga didorong oleh masyarakat yang memilih menyimpan dananya di bank. Simpanan dana pihak ketiga (DPK) per Juli 2020 mencapai Rp6.308 triliun, tumbuh 8,53% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Meski likuiditas melimpah dengan modal yang cukup, namun realisasi penyaluran kredit justru turun 1,53% year-on-year (yoy). Fungsi intermediasi bank turun dari Juni 2020 senilai Rp5.549 triliun menjadi Rp5.536 triliun akhir Juli 2020.

Karyawan beraktivitas didekat logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Jum’at, 10 Juli 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Waspadai Kredit Macet

Saat bersamaan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta perbankan untuk mewaspadai kinerja rasio kredit bermasalah. NPL per Juni 2020 meningkat menjadi 3,11% dari bulan sebelumnya 3,01% akibat terpukul COVID-19.

“NPL kecenderungannya naik itu yang perlu diwaspadai. Juga restrukturisasi kredit yang posisinya naik mencapai 21 persen,” kata Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono.

Dalam paparannya, Didik menjelaskan angka kredit macet pada Juni 2020 itu melonjak dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat di level 2,5%. Sedangkan, pertumbuhan penyaluran kredit per Juni melambat menjadi 1,49% dibandingkan bulan sebelumnya 3,04% dan Juni 2019 sebesar 9,92%.

Kendati demikian, kinerja secara umum perbankan masih memiliki daya tahan. Salah satu indikatornya adalah CAR mencapai 22,54% pada Juni 2020, naik dari bulan sebelumnya 22,26%.

Untuk membantu perbankan dalam menjaga likuiditas, LPS membuat sejumlah kebijakan relaksasi terutama terkait denda keterlambatan pembayaran premi. Untuk 2020, pembayaran premi paling lambat 31 Juli diperpanjang menjadi 30 Desember 2020.

Untuk enam bulan pertama, LPS mengenakan denda nol persen dan 0,5% pada enam bulan setelahnya yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2020. Relaksasi denda ini jauh lebih ringan apabila dibandingkan dengan aturan UU LPS yakni 150% dari jumlah premi.

Terkait penjaminan, per Juli 2020 jumlah rekening yang dijamin LPS mencapai 99,91% dari total 319,4 juta rekening. Secara nominal, jumlah simpanan yang dijamin mencapai 52,45% dari total simpanan Rp3.350,23 triliun. (SKO)