Rasio Utang 39 Persen Capai Rp8.253,09 T, Prabowo Mau Kerek Jadi 50 Persen?
- Hashim secara terbuka mengakui peningkatan rasio utang akan digunakan untuk mendanai program makan siang dan susu gratis, yang merupakan program unggulan pasangan Prabowo-Gibran.
Nasional
JAKARTA - Utang pemerintah menjadi isu yang sering digunjingkan masyarakat, Presiden Joko Widodo kerap menjadi sasaran kritik karena rasio utang yang meningkat tajam dibandingkan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baru-baru ini, muncul desas-desus bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menaikkan rasio utang pemerintah dari 39% menjadi 50% dari produk domestik bruto (PDB).
Kabar tersebut disampaikan langsung oleh orang kepercayaan Prabowo, yaitu adik kandungnya, Hashim Djojohadikusumo, sontak kabar tersebut memicu perdebatan mengenai kebijakan utang pemerintah di masa depan.
Hashim secara terbuka mengakui peningkatan rasio utang akan digunakan untuk mendanai program makan siang dan susu gratis, yang merupakan program unggulan pasangan Prabowo-Gibran.
Namun, Hashim mempertegas, kenaikan rasio utang akan diimbangi dengan peningkatan pendapatan negara dari berbagai sektor.
- Subsidi LPG Ditransfer ke Rekening? Ini Kata Kementerian ESDM
- 6 Bulan Terakhir OJK Terima 411 Laporan Pelanggaran Debt Collector
- Presiden Kenya Pecat Semua Menteri Kecuali Menlunya
Seberapa Besar Warisan Utang Jokowi
Utang pemerintah Indonesia telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada awal masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo tahun 2014, utang pemerintah yang diwariskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencapai Rp2.608,78 triliun. Sementara itu, rasio utang terhadap PDB berada diangka 24,75%.
Hingga akhir Juli 2023, utang pemerintah dilaporkan naik drastis menjadi Rp7.855,53 triliun, jumlah tersebut jelas melonjak jauh, rasio terhadap utang Indonesia terhadap PDB menjadi 37,78%.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia kuartal pertama tahun 2024, utang Indonesia telah melonjak lagi menjadi Rp8.253,09 triliun.
Selama periode yang sama, utang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan dari Rp6.619 triliun menjadi Rp6.544 triliun.
Penurunan tersebut disebabkan oleh perpindahan dana investor nonresiden dari Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen investasi lainnya, fenomena ini menunjukkan dinamika komposisi utang Indonesia.
Pada tahun 2019, pemerintah mengalokasikan Rp275,9 triliun untuk pembayaran bunga utang. Sementara itu, pada tahun 2022, alokasi RAPBN untuk pembayaran bunga utang meningkat menjadi Rp405,9 triliun, dan pada tahun 2023, anggaran untuk pembayaran bunga utang naik lagi menjadi Rp441,4 triliun.
- Subsidi LPG Ditransfer ke Rekening? Ini Kata Kementerian ESDM
- 6 Bulan Terakhir OJK Terima 411 Laporan Pelanggaran Debt Collector
- Presiden Kenya Pecat Semua Menteri Kecuali Menlunya
Jumlah di atas baru bunganya, pembayaran utang pokok pada tahun 2020 sudah berada diangka Rp770,57 triliun, pada tahun 2021, kemudian pembayaran utang pokok meningkat lagi menjadi Rp902,37 triliun. Sementara itu, pengeluaran APBN 2022 untuk pembayaran utang disepakati sebesar Rp 998,79 triliun.
Total pembayaran utang pada tahun 2023 melonjak jadi Rp1.065,71 triliun, Dari jumlah itu Rp624,31 triliun dialokasikan untuk pembayaran pokok utang dan Rp441,4 triliun untuk membayar bunga utang.
Sedangkan, pada tahun 2024, pembayaran pokok utang ditetapkan sebesar Rp600 triliun dan bunga utang Rp497,32 triliun, Sehingga total estimasi pembayaran utang tahun 2024 mencapai Rp1.097 triliun.
Angka diatas baru berada dipresentase sekitar 39% rasio utang terhadap PDB. Bila Presiden terpilih Prabowo mengalokasikan dana besar untuk program makan siang gratisnya, dan jadi menaikan rasio utang negara terhadap PDB berada diangka 50%, akan seberapa besar utang indonesia kedepan?