Realisasi Penerimaan Pajak E-Commerce Tembus Rp4,63 Triliun
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat realisasi penerimaan pajak e-commerce luar negeri atau yang disebut dengan PPN PMSE mencapai Rp4,63 triliun.
Fintech
JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak e-commerce luar negeri atau yang disebut dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) mencapai Rp4,63 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan realisasi PPN PMSE tersebut terdiri dari setoran tahun 2020 sebesar Rp731,4 miliar dan setoran tahun 2021 sebesar Rp3,9 triliun.
"Sampai dengan 31 Desember 2021, 74 PMSE telah memungut dan menyetor PPN PMSE dengan nilai Rp4.634,7 miliar," katanya di Jakarta, Jumat, 7 Januari 2022.
- Group Lippo : Multipolar Bagikan Dividen, Nilai Total Capai Rp168,7 Miliar
- Rights Issue Rp4,8T, Bank Allo Milik CT Siap Ungguli Bank Jago
- Bangkitkan Ekonomi Warga, Seniman Ini Ajak Warga Manfaatkan Limbah Sampah Plastik Jadi Karya Seni Bernilai Ekonomis
Yang dikatakan pelaku usaha PMSE dapat berupa Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, Penyelenggara PMSE Luar Negeri, dan/atau Penyelenggara PMSE Dalam Negeri. Untuk dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN, para pelaku PMSE tersebut harus memenuhi kriteria yang diukur dari nilai transaksi dan/atau jumlah traffic/pengakses, yang melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.
Apabila memenuhi persyaratan, pelaku PMSE akan menerima surat keputusan penunjukan sebagai pemungut PPN yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan akan menerima nomor identitas sebagai sarana administrasi perpajakan.
PPN yang wajib dipungut oleh pelaku PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN adalah sebesar 10% dari nilai berupa uang yang dibayar untuk memperoleh barang dan/atau jasa sebelum dipungut PPN.
Total 94 PMSE
Neilmaldrin menerangkan, sampai dengan 31 Desember 2021, DJP telah menunjuk 94 pelaku usaha PMSE. Para pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk tersebut berkewajiban memungut dan menyetor PPN atas Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri yang dijualnya kepada konsumen di dalam negeri.
Sebanyak 94 pelaku usaha PMSE tersebut merupakan hasil penunjukkan, pembetulan, dan pencabutan yang dilakukan oleh DJP.
Sejak mulai berlakunya pengaturan PPN PMSE pada bulan Juli 2020, DJP hanya sekali melakukan pencabutan, yaitu PT Fashion Eservice Indonesia (Zalora) pada Desember 2020. Selebihnya, DJP hanya melakukan penunjukan dan pembetulan.
Terakhir, DJP menunjuk empat PMSE dan membetulkan satu PMSE pada November 2021, serta menunjuk tiga PMSE dan membetulkan empat PMSE pada Desember 2021.
PMSE yang baru ditunjuk tersebut adalah Booking.com BV, EA Swiss Sarl, Elsevier BV, Native Instruments GMBH, Upcloud Limited, Mega Limited, dan Airbnb Ireland Unlimited Company. Sedangkan PMSE yang baru dibetulkan adalah Linkedin Singapore Pte. Ltd, Expedia Lodging Partner Services Sarl, Hotels.com, L.P., BEX Travel Asia Pte. Ltd, dan Travelscape, LLC.
"Para pelaku usaha ini bergerak di bidang clouding computing, layanan pemesanan perjalanan, jejaring sosial, layanan permainan, dan lainnya yang menjual produk dan jasanya kepada konsumen di Indonesia," terang Neilmaldrin.
Dia menegaskan, seperti pelaku usaha PMSE lainnya yang telah ditunjuk, para pelaku usaha yang baru ditunjuk ini wajib memungut PPN sebesar 10% dari nilai uang yang dibayarkan oleh pembeli, tidak termasuk PPN yang dipungut.
Pemungutan PPN dilakukan pada saat pembayaran oleh pembeli barang dan/atau penerima jasa kepada perusahaan.
Para pelaku usaha ini juga wajib membuat bukti pungutan PPN. Bukti dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.
Neilmaldrin menyebut, DJP terus melakukan identifikasi terhadap pelaku usaha PMSE luar negeri di Indonesia agar jumlah pemungut PPN PMSE semakin bertambah.
"Pemungutan PPN PMSE ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menciptakan keadilan dengan menjaga kesetaraan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha konvensional dan digital," ungkapnya.