<p>sarklewer.com</p>
Nasional & Dunia

Redakan Pro-Kontra HPTL, Indonesia Butuh Riset dari Lembaga Independen

  • Jakarta-Sejumlah pakar mengatakan Indonesia butuh segera melakukan riset dari lembaga independen yang terdiri dari semua elemen masyarakat, baik yang pro maupun kontra terhadap rokok elektrik. Hasil Produk Tembakau Lainnya (HPTL) berupa rokok elektrik di Indonesia hadir dalam dua bentuk yaitu Vape dan Heated Tobacco Product (HTP). Kedua produk tersebut mengusung konsep pengurangan risiko yang bertujuan […]

Nasional & Dunia

Ananda Astri Dianka

Jakarta-Sejumlah pakar mengatakan Indonesia butuh segera melakukan riset dari lembaga independen yang terdiri dari semua elemen masyarakat, baik yang pro maupun kontra terhadap rokok elektrik.

Hasil Produk Tembakau Lainnya (HPTL) berupa rokok elektrik di Indonesia hadir dalam dua bentuk yaitu Vape dan Heated Tobacco Product (HTP). Kedua produk tersebut mengusung konsep pengurangan risiko yang bertujuan sebagai produk alternatif bagi perokok konvensional aktif yang ingin berhenti.

Sayangnya, ada dua perspektif yang saling bertolak belakang antara yang mendukung dengan yang tidak. Hal ini membuat paradigma masyarakat menjadi bias karena memang belum adanya riset dari pemerintah yang membuktikan secara ilmiah.

 “Kita harus betul betul mengadakan suatu pertemuan. Salah satu cara adalah menunjuk satu organisasi independen dan mencari bukti ilmiahnya untuk mencari keseimbangan dari faktor-faktor kesehatan,” kata Mantan Direktur Riset WHOdan Visiting Professor diLee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore , Prof. Tikki Pangestu dalam keterangan persnya (02/12).

Karakter dunia rokok di Indonesia

Ia juga mengatakan angka perokok di Indonesia saat ini mencapai 65 juta orang. Jumlah ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi ketiga di dunia setelah Cina dan India.

Dengan data tersebut, menurutnya pemerintah sudah selayaknya mengambil tindakan tegas dengan mengadakan riset lokal yang memang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Hal ini penting mengingat karakteristik perokok, industri rokok, dan budaya merokok di Indonesia berbeda dengan negara lain, sehingga tidak tepat jika hanya mengandalkan riset dari luar.

“Kita juga harus adil pada perokok yang mau berhenti, ini kan HAM jadi ada keseimbangan antara risiko dengan membantu mereka yang mau berhenti merokok. Di Indonesia kekurangan riset lokal yang membuktikan. Yang penting semua pihak yang berminat pada bidang ini harus duduk bersama dan secara kolektif mencari solusi, jangan mempertahankan posisi masing-masing,” tutup Prof. Tikki

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. H. Rumadi Ahmad, MA, mengatakan bahwa Lakpesdam PBNU telah melakukan kajian ilmiah dari perspektif fikih terkait produk tembakau alternatif yang berjudul ‘Fikih Tembakau – Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia’.

“Inovasi ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi danWakil Presiden Ma’ruf Amin yang sangat mengedepankan teknologi dan inovasi untuk menjadi solusi permasalahan bangsa,” pungkasnya.