<p>Sejumlah kapal muatan barang bersandar di dermaga Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu, 19 Mei 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Redam Ketergantungan Dolar AS, BI Tingkatkan Penggunaan LCS untuk Perdagangan Internasional

  • Dominasi dolar AS ini dinilai Bank Indonesia (BI) kurang stabil dalam menunjang aktivitas ekspor-impor.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Perdagangan internasional yang dilakukan Indonesia bersama negara-negara mitra rupanya masih mengandalkan dolar Amerika Serikat (AS) sebagai alat tukar utama. Dominasi dolar AS ini dinilai Bank Indonesia (BI) kurang stabil dalam menunjang aktivitas ekspor-impor.

Deputi Senior BI Destry Damayanti mengatakan bakal meningkatkan penggunaan mata uang lokal (Local currency settlement/LCS) untuk mengoptimalkan profit dari aktivitas perdagangan Indonesia. Terlebih, perdagangan Indonesia dinilai Destry tengah menggeliat di tahun ini.

“Volume perdagangan terus meningkat selama pandemi, ini lah momentum yang ingin kita manfaatkan. Kita lihat selama mitra dagang utama kita, peningkatannya pesat,” jelas webinar, Jumat, 17 September 2021.

Moncernya perdagangan tercermin dari segi permintaan yang tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor barang non-migas berhasil membukukan kinerja yang positif pada Agustus 2021. Tercatat 95,02% dari total ekspor Agustus merupakan ekspor non-migas.

Untuk sektor migas tercatat sebanyak US41,07 miliar atau tumbuh 7,48% mtm dan 77,93% yoy.  Sementara untuk ekspor non migas Agustus 2021 mencapai US$20,36 miliar, naik 21,75% mtm dan naik 63,43% yoy.

“Ekspor impor kita, yang spesifik dengan Amerika Serikat sangat kecil. Namun ketergantungan terhadap dolar sangat tinggi, kita ingin memperdalam pasar keuangan kita,” jelas Destry.

Pada periode 2013-2020, komposisi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya mencapai 10,3% atau senilai US$17,10 miliar. Sementara nilai impornya mencapai US$8,52 miliar atau setara 5,2% dari keseluruhan impor Indonesia.

Adapun negara tujuan ekspor utama Indonesia pada periode yang sama menembus US$22,63 miliar atau setara 13,6% dari total ekspor. Peringkat negara tujuan impor juga ditempati Negeri Tirai Bambu, yakni US$34,98 miliar atau setara 21,4% dari total impor.

Mengekor di belakang Tiongkok, ada Jepang yang nilai ekpornya diketahui sebesar US$18 miliar atau setara 10,9%. Semenatar posisi negara tujuan impor ke dua ditempati oleh Singapura yang senilai US$19,9 miliar atau setara 12,2% dari total impor.

Maka dari itu, Destry menilai perlu langkah antisipatif dalam menjaga volume perdagangan ke Jepang dan China melalui LCS. Sebagai otoritas moneter, Destry bilang perluasan LCS merupakan salah satu fokus pengembangan pasar uang BI hingga 2025.

“Ketika dependen, kita memiliki high risk bila ada global shock. Maka dari itu kita bisa diversifikasi serta efisiensi biaya transaksi,” tegas Destry.

Sejauh ini, negara yang telah menjalin kerja sama LCS antara lain Malaysia, Jepang, dan Thailand. Dalam waktu dekat, implementasi LCS dengan Tiongkok bakal segera dilakukan BI.

Sementara itu, Destry menilai pengendalian depresiasi nilai tukar rupiah dinilai lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga. Hal ini tampak dari pergerakan rupiah yang hanya terdepresiasi 2,24% point to point.

Angka ini lebih baik dibandingkan Bath Thailand sebesar 10,16%, Won Korea 7,02%, Ringgit Malaysia 4,75%, hingga dolar Singapura sebesar 2,72%.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arsjad Rasjid membeberkan pengusaha menginginkan kepastian nilai tukar rupiah. Menurutnya, stabilitas pasar keuangan bisa membuat penetrasi ekspor-impor bagi pelaku usaha semakin tinggi.

“Kami dari pengusaha mendukung penggunaan LCS, ini bisa mengupayakan competitiveness sekaligus menjaga stabilitas mata uang kita,” papar Arsjad dalam kesempatan yang sama.

Bagi pelaku usaha, berikut manfaat yang diperoleh dari implementasi LCS:

1. Nasabah dapat membuka rekening mata uang lokal mitra di Indonesia

2. Nasabah dapat membeli mata uang mitra di Indonesia via pasar spot, DNDF, swap, dan CCS. Pembelian ini bisa dilakukan dalam jangka pendek (segara) atau yang akan datang (hedge).

3. Nasabah LCS dapat melakukan remitansi dalam mata uang lokal

4. Dokumen underlying dapat bersifat final dan perkiraan.

5. Nasabah dapat memperoleh pembiayaan dalam mata uang lokal mitra di Indonesia untuk kebutuhan setelmen di negara mitra.

6. Eksportir dapat melakukan investasi portofolio dalam mata uang lokal mitra

7.  Direct quotation  dan biaya  hedging  yang kompetitif