Reformasi 1998 Tidak Sepenuhnya Sentuh Sektor Perasuransian, Kepercayaan Publik Masih Perlu Dipulihkan
- Meskipun sejak krisis keuangan 1998 sektor jasa keuangan di Indonesia telah mengalami beberapa reformasi, sektor perasuransian belum sepenuhnya disentuh.
IKNB
JAKARTA – Dalam ajang 28th Indonesia Rendezvous yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyampaikan pentingnya reformasi industri perasuransian di Indonesia untuk memulihkan kepercayaan publik.
Acara yang digagas oleh Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) ini bertujuan untuk membahas berbagai risiko dan tantangan yang dihadapi oleh industri perasuransian di tanah air.
- Ikonik di Zamannya, Begini Sejarah Kotak Pos
- Rumor Akuisisi Temu, Muncul Transaksi Nego Saham BUKA Senilai Rp2,08 Triliun
- Budi Arie Sebut Apple Tak Mungkin Bangun Pabrik di Indonesia
Pentingnya Reformasi Industri Perasuransian
Ogi menekankan perlunya reformasi menyeluruh di sektor perasuransian Indonesia. Ia menyebut bahwa meskipun sejak krisis keuangan 1998 sektor jasa keuangan di Indonesia telah mengalami beberapa reformasi, sektor perasuransian belum sepenuhnya disentuh.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk memulai reformasi industri perasuransian guna meningkatkan kepercayaan publik.
"Sejak krisis keuangan tahun 1998, reformasi sektor jasa keuangan di Indonesia belum sepenuhnya menyentuh sektor perasuransian. Oleh karena itu, kami merasa bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memulai industrial reform di sektor perasuransian, dan kami yakin bahwa kita bisa mewujudkan hal tersebut secara bersama-sama," kata Ogi.
Tantangan Ekonomi Global dan Dampaknya terhadap Perasuransian
Ogi juga menyoroti tantangan ekonomi global yang dapat memengaruhi industri perasuransian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekonomi Indonesia masih cukup kuat dengan pertumbuhan sebesar 5,05% pada kuartal kedua tahun 2024.
Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, sehingga ada beberapa risiko yang perlu diantisipasi.
"Kita tetap perlu memperhatikan downside risk yang mungkin terjadi di depan, seperti inflasi yang tinggi sehingga berpotensi diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga dalam jangka waktu yang lebih panjang, tekanan fiskal, dan gejolak perekonomian global," jelasnya.
Peran Sektor Perasuransian dalam Perekonomian
Dalam paparannya, Ogi juga menegaskan bahwa sektor perasuransian memiliki dua peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pertama, sebagai mekanisme pendukung dalam pengelolaan risiko, dan kedua, sebagai investor institusional yang berkontribusi pada pendanaan proyek strategis nasional.
"Sektor perasuransian memiliki dua peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pertama, sebagai mekanisme pendukung dalam pengelolaan risiko, dan kedua, sebagai investor institusional yang mendukung fungsi intermediasi dalam ekosistem pendanaan jangka panjang, termasuk proyek strategis nasional," ujar Ogi.
Data menunjukkan bahwa hingga Agustus 2024, total aset sektor perasuransian mencapai Rp 1.132,49 triliun, tumbuh sebesar 1,32% secara year on year (yoy). Selain itu, jumlah pelaku asuransi tercatat sebanyak 149 perusahaan dengan premi mencapai Rp 338,87 triliun dan klaim sebesar Rp 272,96 triliun.
Tantangan dan Peluang Sektor Perasuransian
Ogi menyebutkan bahwa sektor perasuransian menghadapi berbagai tantangan dari perspektif konsumen, industri, dan regulator.
Dari sisi konsumen, tantangan utama adalah rendahnya literasi dan inklusi asuransi, serta rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap asuransi. Selain itu, keberagaman produk asuransi masih belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat.
Sementara itu, tantangan dari sisi industri meliputi peningkatan permodalan, pemenuhan tenaga ahli, dan digitalisasi untuk meningkatkan akses terhadap produk asuransi.
Sementara itu, dari sisi regulator, tantangan utamanya adalah rendahnya penetrasi dan densitas asuransi di Indonesia, serta penerapan UU P2SK dan standar internasional seperti IFRS 17.
- Baca Juga: 28th Indonesia Rendezvous 2024 oleh AAUI Resmi Dibuka, Usung Tema Stabilitas dan Risiko Bisnis
Upaya OJK dalam Meningkatkan Kepercayaan Publik
Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, Ogi menjelaskan bahwa OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah penerbitan POJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang perizinan usaha perasuransian.
Kebijakan ini mengatur pemenuhan permodalan bagi perusahaan baru dan existing, di mana perusahaan akan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ekuitas yang dimiliki, yaitu KPPE1 dan KPPE2.
"Untuk KPPE1, hanya diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan usaha asuransi sederhana, sedangkan KPPE2 dapat menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha asuransi," jelasnya.
Selain itu, OJK juga tengah mempersiapkan pembentukan Program Penjamin Polis sebagaimana diamanatkan oleh UU P2SK. Program ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Reformasi Tata Kelola Asuransi Kredit
Ogi juga menyoroti pentingnya perbaikan tata kelola di lini usaha asuransi kredit. Menurutnya, pembagian risiko antara asuransi dan kreditur perlu diperbaiki, serta penanganan klaim asuransi kredit harus lebih baik.
OJK telah menerbitkan POJK Nomor 20 Tahun 2023 tentang produk asuransi kredit dan suretyship untuk mengatur persyaratan perusahaan yang memasarkan asuransi kredit.
"Kami mengatur pembagian risiko minimal 25% dan biaya akuisisi maksimal 10% dari premi. Selain itu, asuransi juga diwajibkan menggunakan SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) untuk mencatat riwayat kredit debitur," jelas Ogi.
Kesesuaian dengan Standar Internasional
Sejalan dengan globalisasi sektor perasuransian, Ogi menekankan bahwa kesesuaian praktik sektor ini dengan standar internasional seperti IFRS 17 merupakan hal mutlak untuk menjaga kredibilitas. OJK juga telah membentuk Steering Committee dan tim pelaksana untuk memastikan penerapan PSAK 74, yang mengadopsi IFRS 17 di Indonesia, berjalan dengan baik.
"Pada 2024, kita telah memasuki tahun persiapan terakhir sebelum penerapan penuh IFRS 17 pada 2025. Kami berharap pelaku industri siap menyampaikan saldo awal laporan keuangan dan melakukan parallel run," ujarnya.
- Ekspor Pasir Laut Berpotensi Turunkan PDB hingga Rp1,22 Triliun
- Siapa Pemain Utama Ekspor Pasir Laut Global?
- Deflasi Terdalam dan Nasib Kelas Menengah
Peta Jalan Penguatan dan Pengembangan Sektor Perasuransian
Sebagai bagian dari reformasi industri perasuransian, OJK telah menyusun Peta Jalan Penguatan dan Pengembangan Sektor Perasuransian 2023-2027.
Peta jalan ini disusun dengan melibatkan seluruh stakeholders untuk memastikan adanya strategi penguatan yang komprehensif dan dapat diimplementasikan dengan baik.
"Kami berharap peta jalan ini dapat diimplementasikan secara efektif sebagai wujud komitmen bersama dalam mendorong penguatan dan pengembangan sektor perasuransian di Indonesia," kata Ogi.
Kolaborasi untuk Membangun Industri Asuransi yang Sehat
Mengakhiri pidatonya, Ogi kembali menekankan pentingnya kolaborasi antar seluruh pihak untuk membangun industri asuransi yang sehat, efisien, dan berintegritas. "Stronger Together" menjadi tagline yang ia angkat sebagai ajakan untuk berkolaborasi dalam memperkuat perlindungan konsumen dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kami berharap seluruh pihak di sektor perasuransian dapat berkolaborasi untuk mewujudkan industri asuransi yang sehat, efisien, dan berintegritas," tutup Ogi.