Awas! Sering Tercantum di Bungkus Paket Belanja Online, Inilah yang Dapat Dilakukan Hacker dengan Nomor HP Anda
Transportasi dan Logistik

Regulasi Baru Soal Diskon Ongkir Dinilai Abaikan Pola Bisnis Digital, Bisa Kontraproduktif?

  • Jika transaksi e-commerce menurun, maka kurir juga yang akan terdampak. Pendapatan perusahaan turun, kemampuan membayar kurir tergerus

Transportasi dan Logistik

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pertengahan Mei 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengeluarkan  Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 8 tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pembatasan promo gratis ongkos kirim.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan,  dalam perdagangan online terdapat tiga pola utama transaksi yang berkembang. Pertama, brand commerce, yaitu transaksi langsung antara produsen dengan konsumen melalui website pribadi mereka, yang bekerja sama langsung dengan penyedia logistik.

Kedua, social commerce, yang menggunakan platform media sosial tanpa kolaborasi resmi dengan perusahaan logistik. Ketiga, e-commerce platform, yang mempertemukan penjual dan pembeli dalam satu ekosistem digital, sekaligus menjalin kerja sama langsung atau menyediakan jasa logistik internal.

Dalam konteks e-commerce kata Nailul sebagai bagian dari multi-sided market, platform digital melayani tiga entitas sekaligus pembeli, penjual, dan penyedia jasa logistik. Untuk menarik lebih banyak pengguna, dibutuhkan insentif seperti program diskon atau gratis ongkir, yang biayanya sering kali ditanggung sebagian atau seluruhnya oleh platform e-commerce, bukan oleh perusahaan logistik semata.

“Harus dipahami, dalam platform e-commerce, beban program diskon ongkir biasanya dibagi antara platform dan penjual. Bahkan, ada yang sepenuhnya ditanggung oleh platform. Maka, klaim bahwa diskon merugikan logistik tidak sepenuhnya tepat,” ujar Nailul kepada TrenAsia.com pada Senin, 19 Mei 2025.

Ia menambahkan, justru perusahaan logistik mendapat manfaat dari meningkatnya jumlah pesanan dan perluasan pasar. Salah satu perusahaan logistik bahkan berhasil menyandang status unicorn berkat pertumbuhan e-commerce yang masif.

Potensi Turunkan Transaksi

Pembatasan diskon ongkir, menurutnya, justru berisiko menurunkan transaksi di e-commerce. Hal ini bisa berdampak langsung pada menurunnya volume pengiriman dan secara jangka pendek memberi tekanan pada sektor logistik.

“Jika transaksi e-commerce menurun, maka kurir juga yang akan terdampak. Pendapatan perusahaan turun, kemampuan membayar kurir tergerus,” lanjutnya.

Isu kesejahteraan kurir juga menjadi sorotan. Banyak kurir berstatus freelance, namun bekerja dengan sistem dan beban kerja layaknya karyawan tetap. Alih-alih membatasi diskon ongkir, yang dikhawatirkan menekan permintaan, pendekatan regulasi seharusnya difokuskan pada penataan status kerja dan perlindungan sosial para kurir.

“Yang perlu didorong adalah perubahan status kerja kurir freelance menjadi pekerja tetap bagi perusahaan logistik. Bukan malah membuat mereka kehilangan order karena pembatasan insentif,” tegasnya.

Regulasi ini dinilai penting sebagai pijakan penguatan industri pos dan logistik. Namun, banyak pihak mengingatkan agar kebijakan tidak bersifat satu dimensi dan memperhatikan ekosistem digital yang lebih luas agar tidak kontraproduktif terhadap tujuan awalnya untuk menyehatkan industri dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.