Rekam Jejak Investasi Temasek Singapura di Indonesia
- Investasi Singapura melalui Temasek sudah memiliki sejumlah rekam jejak yang panjang di Indonesia dengan yang terbesar di bidang keuangan dan telekomunikasi.
BUMN
JAKARTA - Beberapa waktu lalu muncul gagasan untuk membubarkan Kementerian BUMN dan membentuk super holding BUMN yang mirip dengan model Temasek di Singapura.
Melansir ACFE Indonesia, Temasek Holdings adalah perusahaan investasi yang dimiliki oleh pemerintah Singapura. Didirikan pada tahun 1974, Temasek mengelola aset yang semula merupakan milik negara dalam bentuk perusahaan-perusahaan yang sekarang beroperasi secara independen dan profesional.
Holding investasi tersebut sudah menanamkan modalnya di berbagai bidang dan di berbagai lokasi di dunia. Per 2016, nilai portofolio investasi Temasek mencapai S$242 miliar atau sekitar Rp3.228 triliun (kurs Rp15.200) dengan eksposur terbesar atau 40 persennya berada di Asia selain Singapura.
- Stafsus Nilai Kenaikan Tukin Kemenkeu Sebesar 300 Persen Wajar
- Tersengat The Fed dan BI, IHSG Diprediksi Mampu Tembus 8.000 di Tahun Ini
- IHSG Hari Ini 26 September 2024 Ditutup Naik 4 Poin, VOKS Paling Perkasa
Namun, ternyata track record Temasek di Indonesia sudah ada dari lama. Di mana investasi Singapura melalui Temasek juga sudah memiliki sejumlah rekam jejak yang panjang di Indonesia, yang terbesar di bidang keuangan dan telekomunikasi.
Melansir laman Bareksa, salah satu kepemilikan terbesar di Indonesia adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN). Temasek, termasuk melalui Fullerton Financial Holdings Pte. Ltd, memiliki 67% di perusahaan perbankan tersebut. Saat ini, BDMN memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp46 triliun di 2017 yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Selain itu, Temasek juga memiliki investasi di sektor telekomunikasi Indonesia, melalui anak usaha dengan kepemilikan 54% saham, yakni SingTel. Perusahaan telekomunikasi itu memiliki saham operator seluler terbesar Indonesia, yaitu di PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) sebesar 35%. Kepemilikan ini berawal pada 2001 saat SingTel membeli 22,28 persen Telkomsel dari KPN Royal Dutch Telecom Belanda dan menambahnya 12,72% pada 2002 dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk atau Telkom.
Membeli Indosat
Di sektor telekomunikasi juga, Temasek juga pernah terafiliasi dengan Indosat, yang merupakan operator seluler terbesar kedua di Indonesia. Melalui anak usahanya ST Telemedia (STT), Temasek memiliki saham di Indosat sebesar 41,9% yang dibeli dari pemerintah Indonesia pada 2002. STT mengalahkan penawaran dari Telekom Malaysia dengan membayar 51% lebih mahal daripada harga pasar saat itu.
Akan tetapi, sejak 2008, STT pun menjual kepemilikan di Indosat kepada Qatar Telecoms (QTel) yang sebelumnya berpatungan dengan Temasek untuk mengembangkan telekomunikasi di Indonesia.
Penjualan tersebut berkaitan dengan kasus kepemilikan Temasek di dua entitas telekomunikasi Indonesia yang diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dengan penjualan ini, STT untung besar hampir tiga kali lipat dengan meraup US$1,8 miliar sementara waktu membeli dari pemerintah Indonesia, perusahaan Singapura itu hanya mengeluarkan US$630 juta.
Temasek menjual Indosat kepada Qatar Telecom (Qtel) dengan harga US$1,8 miliar atau Rp16,8 triliun pada tahun 2008. Setelah dibeli Qatar, nama perusahaan berubah menjadi PT Indosat Oorede Tbk. Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia resmi beroperasi menjadi PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT) sejak 4 Januari 2022.
Pada tahun 2013, Temasek Holdings, melalui unit usahanya Anderson Investments membeli 26,1 persen saham PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) senilai US$300 juta (Rp2,9 triliun). Investasi terhadap operator gerai Hypermart itu dilakukan melalui skema exchangable rights (ER) atau pertukaran hak saham yang diterbitkan oleh anak usaha PT Multipolar Tbk (MLPL), Prime Star Investment Pte Ltd. Kapitalisasi pasar MPPA di Bursa Efek Indonesia saat ini sebesar Rp6,6 triliun.