<p>Pantai Taman Impian Jaya Ancol / Foto: Rifky Widianto</p>
Industri

Wow! Reklamasi dan Pengembangan Ancol Butuh Duit Ribuan Triliun

  • Dirut Ancol Teuku Sahir menyebut reklamasi yang dilakukan lewat keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai pemegang saham merupakan strategi agar Ancol tetap bertahan di dunia rekreasi internasional.

Industri

Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJAA) membutuhkan dana hingga Rp4.528,93 triliun untuk pengembangan dalam tiga tahun.

Direktur Utama Pembangunan Jaya Ancol Teuku Sahir Syahali mengatakan rencana pengembangan Ancol itu bakal dikerjakan pada periode 2021-2023.

“Itu rencana pengembangan 2021-2023,” kata dia dilansir Antara, Kamis, 9 Juli 2020.

Saat memberikan keterangan dalam rapat kerja di Komisi B DPRD DKI Jakarta, Sahir menjelaskan rencana pengembangan hingga 2023 itu setelah melakukan evaluasi program kerja 2019-2020.

Sejumlah proyek baru pada 2021, kata Sahir, meliputi Bird Park, Masjid Apung, Symphony of The Sea tahap ketiga, New Resto, dan Pedestrian Bundaran Timur.

“Pedestrian ini adalah di lahan kita yang sekarang sudah ada. Lalu Sea World Ancol juga berada di lahan kita,” katanya.

Dia menegaskan, sejumlah rencana pengembangan ini terletak di kawasan yang sudah ada milik perseroan. Sejumlah rencana pengembangan di lahan yang sudah ada itu seperti Dufan Hotel pada 2022, New Sea World pada 2022, dan Symphony of The Sea tahap ketiga pada 2021-2022.

“Kemudian Ancol Residance, ini adalah properti yang di samping Aston Hotel. Nah, di 2021 sampai 2023 ini adalah Ocean Fantasi yang nanti mau kita kaji, yang di tanah, yang di perluasan daratan. Itu masih 2021 sampai 2023,” tegasnya.

Persiapan Syarat Reklamasi

Sekretaris Perusahaan Ancol Agung Praptono mengatakan perseroan menyiapkan syarat untuk memenuhi Kepgub terkait izin perluasan kawasan. Sebagai BUMD dan perusahaan terbuka, manajemen emiten bersandi saham PJAA itu mengklaim bakal patuh terhadap aturan yang berlaku.

“Sehingga semua persyaratan Kepgub akan kami penuhi,” kata Agung pada kesempatan lain.

Agung menjelaskan, dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini, Ancol tengah melakukan penyesuaian atas rencana pengembangan jangka panjang.

“Saat ini fokus untuk pengembangan jangka pendek seperti penataan pantai symphony of the sea dan pengembangan masjid apung,” jelasnya.

Wahana Halilintar di Dunia Fantasi milik PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. / Facebook @TamanImpianAncol

Reklamasi Demi Eksistensi

Dirut Ancol Teuku Sahir menyebut reklamasi yang dilakukan lewat keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai pemegang saham merupakan strategi agar Ancol tetap bertahan di dunia rekreasi internasional.

“Kalau pengembangan Ancol ini kecil, tidak sekalian besar dan ekspansi yang bagus. Ketika ada kompetitor besar dan mempunyai modal besar, Ancol bisa selesai. Kemudian kan yang diamanahkan ke kita adalah inovasi,” kata Sahir.

Bagi Sahir, pengembangan Ancol sebagai tempat rekreasi utama ASEAN bahkan Asia milik investor lokal tersebut dapat menahan devisa agar tidak keluar negeri. Jika tempat rekreasi milik dalam negeri menyediakan destinasi wisata berkelas internasional, maka sedikit wisatawan domestik yang akan memilih ke luar negeri.

Kejanggalan Reklamasi

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak mensinyalir adanya kejanggalan dalam pemberian izin bagi perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas 35 Hektare dan Taman Impian Jaya Ancol Timur 120 HA.

Izin itu ada dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta 237/2020 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 24 Februari 2020. Gilbert beralasan, kepgub tersebut tidak didasari oleh peraturan daerah mengenai detil rencana tata ruang (RDTR) dan peraturan zonasi.

“Yang terjadi SK tersebut hanya didasarkan pada UU 29 Tahun 2007 tentang keistimewaan DKI, UU Nomor 23/2014 tentang Pemda dan UU Nomor 30/2014 tentang administrasi pemerintahan. Padahal SK ini mengenai zonasi,” kata politikus PDI Perjuangan tersebut secara terpisah.

Bahkan, Gilbert menjelaskan bahwa Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR dan peraturan zonasi tidak memuat pengembangan/perluasan/reklamasi Ancol, tetapi hanya pengembangan Dufan.

Meski sesama partai, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, justru berpendapat berseberangan. Dia justru mendukung langkah Anies dalam keputusan reklamasi Ancol.

“Pengembangannya jangan ecek-ecek. Kelasnya harus dinaikkan supaya legacy pemerintah daerah lebih baik. Minimal kelasnya terbaik di Asia Tenggara. Fraksi PDI Perjuangan akan dorong itu,” ujarnya.

Payung Hukum Reklamasi

Gembong mengaku berniat untuk membahas lagi Raperda RTDR dan Renana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai pembangunan reklamasi Ancol. Namun, dia meminta Ancol melihat kondisi perusahaan dan lingkunga, jangan sampai justru mengorbankan nelayan serta merusak lingkungan.

“Ancol sehat apa tidak sih? Kalau dia sehat, ya wajib melakukan pengembangan. Tetapi kalau kondisinya tidak sehat, kenapa tidak memaksimalkan yang ada dulu?” tanyanya.

Saat ini, kata Gembong, paling penting adalah perlu dicek pengembang reklamasi Ancol, yakni PJAA. Tidak hanya itu, terpenting berikutnya adalah perlu adanya audit dari perusahaan tersebut. (SKO)