<p>Sumber: pertanian.go.id</p>
Industri

Relaksasi Impor Hortikultura di UU Cipta Kerja Bisa Stabilkan Harga dan Pasokan

  • JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania memaparkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker)  membawa banyak dampak pada sektor pertanian Indonesia, salah satunya pada produk hortikultura. Sebab, UU Cipta Kerja merelaksasi regulasi impor produk hortikultura dan hal ini diharapkan dapat membantu menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar. […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania memaparkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker)  membawa banyak dampak pada sektor pertanian Indonesia, salah satunya pada produk hortikultura.

Sebab, UU Cipta Kerja merelaksasi regulasi impor produk hortikultura dan hal ini diharapkan dapat membantu menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar.

“Relaksasi ini idealnya disikapi secara positif. UU Ciptaker membebaskan impor untuk beberapa proses produksi penting di rantai pasokan sub sektor hortikultura,” kata Galuh dalam keterangan resmi, Senin, 12 Oktober 2020.

Pembebasan impor tersebut berlaku untuk benih unggul dan sarana pendukung kegiatan hortikultura. Meskupun direlaksasi, Galuh menegaskan pemerintah tetap harus memastikan adanya proses transfer teknologi dan sharing praktik baik lewat mekanisme ini.

Selain relaksasi impor, pemerintah juga menyederhanakan proses perizinan, dari yang tadinya berada di bawah berbagai kementerian dan lembaga teknis, kini berada di bawah pemerintah pusat. Selain itu, unit usaha hortikultura menengah dan besar tidak lagi membutuhkan Hak Guna Usaha (HGU) untuk menggunakan lahan negara. 

“Namun hal ini harus diikuti adanya pengawasan bahwa penggunaan lahan tersebut harus sesuai dengan peruntukan dan perizinan awalnya juga memperhatikan regulasi terkait lingkungan. Kalau pengawasan tidak berjalan, dikhawatirkan akan muncul masalah baru,” tegas dia.

Keuntungan Relaksasi Impor

Dengan UU baru, pemerintah pusat dan pemerintah daerah kini tidak lagi berperan dalam mengendalikan impor dan ekspor produk hortikultura, walaupun izin importasi masih harus diperoleh dari pusat.

Relaksasi ini dipandang baik untuk menjaga kestabilan harga dan kestabilan pasokan komoditas strategis bagi rakyat. Sebelumnya, relaksasi serupa pernah dilakukan lewat pembebasan Surat Persetujuan Impor (SPI) hingga 31 Mei 2020.

Dengan tanpa SPI, proses impor bawang putih dan bawang bombay diharapkan bisa berjalan lebih cepat dan pasokannya bisa memasok kebutuhan dan menstabilkan harga di pasar Indonesia.

Sebagai informasi, konsumsi domestik produk hortikultura di indonesia cukup tinggi dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Merujuk data Badan Pusat Statistik (2019) menunjukkan konsumsi bawang putih pada rumah tangga di Indonesia pada 2019 mencapai 484 ribu ton.

Adapun Garlic Household Participation Rate di tahun yang samamencapai 90,75%. Sementara itu ekspor bawang putih pada 2019 tumbuh 71,76% dibandingkan dengan tahun 2018.

Angka ini termasuk sangat pesat dibandingkan dengan pertumbuhan impor di angka 7,76% berdasarkan data BPS. Akan tetapi, kalau dilihat dari jumlah, mayoritas kebutuhan bawang putih Indonesia dipenuhi lewat impor.

“Walaupun produktivitas meningkat, impor produk hortikultura masih dibutuhkan karena permintaan domestik yang tinggi.

Alasannya, semakin berkurangnya lahan dan pesatnya penambahan jumlah penduduk. Namun, proses impor produk hortikultura seringkali menemui tantangan dari sisi restriksi dan kontrol impor oleh pemerintah pusat.