logo
Penelitian: TikTok Berdampak Buruk pada Kesehatan Mental, Akademis, dan Hubungan Keluarga Remaja
Nasional

Remaja dan Keamanan Digital: Peran TikTok, Orang Tua, Sekolah, dan Media

  • Salah satu kebijakan utama TikTok adalah pembatasan usia: anak-anak di bawah usia 14 tahun tidak diizinkan membuat akun.

Nasional

Ananda Astri Dianka

JAKARTA - Di era digital saat ini, remaja cenderung mengekspresikan identitas diri serta perasaan mereka melalui media sosial. Namun, di balik kebebasan tersebut, terdapat berbagai ancaman digital yang kerap tidak disadari oleh para remaja. Ancaman-ancaman ini mencakup malware, phishing, peretasan, doxing, pemalsuan identitas, pelecehan, hingga kekerasan berbasis gender online (KBGO).

Menurut data SAFENet, jumlah kasus kekerasan berbasis gender online meningkat drastis pada tahun 2024. Selama triwulan pertama tahun tersebut, tercatat 480 kasus KBGO, meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 118 kasus. Dari jumlah tersebut, korban terbanyak adalah anak muda berusia 18–25 tahun dengan 272 kasus (57%), disusul oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun dengan 123 kasus (26%).

Komitmen TikTok terhadap Keamanan Digital Remaja

Sebagai salah satu platform media sosial yang paling digemari oleh remaja, TikTok menunjukkan komitmennya dalam menjaga keamanan pengguna, terutama kalangan muda. Dalam workshop yang diselenggarakan pada Jumat, 31 Januari 2025, bersama AMSI dan Sejiwa dengan tajuk “Keamanan Digital bagi Remaja”, TikTok menegaskan perannya dalam menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman melalui kebijakan batas usia, fitur keamanan, serta kampanye edukatif seperti #SalingJaga.

Salah satu kebijakan utama TikTok adalah pembatasan usia: anak-anak di bawah usia 14 tahun tidak diizinkan membuat akun. Saat proses pendaftaran, TikTok secara otomatis mendeteksi usia pengguna. Bagi pengguna berusia 14–15 tahun, akun mereka secara default akan diatur menjadi privat.

“Kami memahami bahwa remaja yang lebih muda membutuhkan lebih banyak pengawasan dari orang tua. Oleh karena itu, kami memberikan batasan yang lebih ketat bagi pengguna berusia 14–15 tahun,” ujar Anggini Setiawan, Head of Communication TikTok Indonesia.

Selain itu, TikTok juga menerapkan moderasi konten secara ketat. Konten yang berpotensi melanggar aturan, seperti eksploitasi seksual atau perundungan siber, akan dihapus. Proses ini dilakukan melalui laporan pengguna serta teknologi yang mampu mendeteksi konten berbahaya secara otomatis. Fitur pesan langsung pun dibatasi untuk pengguna usia 14–17 tahun, demi menjaga keamanan interaksi di platform.

Peran Orang Tua dalam Literasi Digital

Founder Sejiwa, Diena Haryana, menekankan pentingnya peran orang tua dalam memberikan literasi digital kepada anak-anak dan remaja. Ia mengklasifikasikan orang tua dalam tiga tipe:

  • Orang tua yang melek teknologi tetapi belum memahami pentingnya keamanan digital bagi anak.
  • Orang tua yang memiliki keterampilan digital baik, tetapi enggan menerapkan pola asuh digital karena berbagai alasan.
  • Orang tua yang tidak memiliki kemampuan digital memadai, baik karena keterbatasan perangkat maupun akses teknologi.

“Orang tua kami harapkan bisa memberikan pemahaman tentang screen time, agar anak-anak dapat menggunakan media sosial dengan bijak,” tegas Diena.

TikTok turut menyediakan fitur pengawasan orang tua, yang membantu dalam memantau dan membimbing aktivitas anak secara digital. Salah satu pendekatan yang direkomendasikan adalah metode 3S: screen time (mengatur durasi), screen break (memberi jeda), dan screen zone (menentukan area penggunaan perangkat).

Peran Strategis Sekolah

Sekolah memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan literasi digital siswa. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk memasukkan materi literasi digital ke dalam kurikulum. Edukasi tentang keamanan digital sebaiknya tidak hanya teoritis, tetapi juga praktis, misalnya melalui simulasi atau workshop yang membahas situasi nyata yang mungkin dihadapi siswa di dunia maya.

Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya mendapatkan pemahaman tentang potensi ancaman digital, tetapi juga dibekali keterampilan untuk menghadapi dan mengelolanya secara bijak.

Peran Media dalam Meningkatkan Kesadaran

Media juga memiliki peran vital dalam menyebarkan informasi dan edukasi tentang keamanan digital. Melalui pemberitaan dan konten yang bertanggung jawab, media dapat membantu remaja memahami bahaya dunia maya serta mendorong perilaku berinternet yang lebih aman dan bijak.

“Masalahnya, mereka menganggap media sosial sebagai ruang aman untuk mengekspresikan segala sesuatu—termasuk saat sedih, sakit hati, atau marah. Oleh karena itu, literasi digital sangat penting,” ujar Andi, salah satu narasumber dalam workshop tersebut.

Dalam meliput kasus yang melibatkan remaja, media dituntut untuk menjaga privasi dan keselamatan individu. Sebagai pilar demokrasi, media memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi agen perubahan, bukan hanya penyampai berita. Penyajian konten harus mengedepankan empati dan perlindungan terhadap kelompok rentan, terutama anak dan remaja.