benjamin-netanyahu_6560719.jpg
Dunia

Rencana Gencatan Senjata di Gaza Jadi Permainan Bertahan Hidup yang Mematikan

  • Bocoran informasi yang dikutip oleh media Israel pada Senin 3 Juni 2024 menunjukkan Benjamin Netanyahu telah mengatakan kepada rekan-rekannya di parlemen bahwa Israel akan tetap membuka pilihannya.

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Bagi para pemimpin Hamas dan Israel, mengakhiri perang di Gaza telah menjadi permainan mematikan untuk bertahan hidup.

Jangka waktu berakhirnya perang dapat sangat menentukan masa depan politik dan cengkeraman kekuasaan mereka. Bagi pemimpin Hamas Yahya Sinwar, bahkan akan menentukan kelangsungan hidupnya secara fisik.

Hal inilah yang menyebabkan negosiasi sebelumnya gagal. Itu juga sebabnya pertanyaan tentang bagaimana mengakhiri pertempuran secara permanen ditunda ke tahap terakhir dari rencana yang digariskan oleh Presiden Amerika Joe Biden.

Transisi antara pembicaraan mengenai kesepakatan terbatas sandera-tahanan ke diskusi tentang gencatan senjata permanen, diakui Biden akan menjadi sulit. Namun kesuksesan atau kegagalan kesepakatan terbaru ini juga akan bergantung pada hal tersebut.

“Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, memiliki alasan dalam negeri yang kuat untuk ingin mengambil kesepakatan ini selangkah demi selangkah,” tulis BBC. 

Fase pertama, seperti yang digariskan oleh Biden, adalah pembebasan puluhan sandera, baik hidup maupun mati. Hal ini akan disambut baik di negara di mana kegagalan untuk membebaskan semua orang yang ditahan oleh Hamas. Bagi banyak orang itu merupakan noda moral yang mencolok dalam pengelolaan perangnya.

Namun Hamas sebagaimana dilaporkan BBC Selasa 4 Juni 2024, kemungkinan besar tidak akan menyerahkan sandera yang paling sensitif secara politik. Yakni  perempuan, yang terluka, dan lanjut usia. Tanpa jaminan bahwa Israel tidak akan memulai kembali perang begitu mereka tiba di rumah.

Bocoran informasi yang dikutip oleh media Israel pada Senin 3 Juni 2024 menunjukkan  Benjamin Netanyahu telah mengatakan kepada rekan-rekannya di parlemen bahwa Israel akan tetap membuka pilihannya. 

Opsi untuk melanjutkan pertempuran  sampai Hamas dilenyapkan  adalah pilihan yang diyakini sebagian orang. Paling tidak yang akan diminta oleh mitra koalisi sayap kanan Netanyahu. Tanpa dukungan mereka, Netanyahu menghadapi kemungkinan diadakannya pemilu dini dan berlanjutnya persidangan korupsi.

Netanyahu perlu tetap membuka opsi jangka panjangnya agar bisa mendapatkan dukungan mereka terhadap kesepakatan awal penyanderaan. Sebaliknya, para pemimpin Hamas cenderung menginginkan jaminan gencatan senjata permanen di awal.

Manuver Netanyahu

Kesepakatan sebelumnya telah runtuh ke dalam jurang ini. Menjembatani hal ini sekarang akan bergantung pada seberapa besar ruang yang dimiliki Netanyahu dan sekutu pemerintah sayap kanannya untuk melakukan manuver guna mencari alternatif selain penghapusan  Hamas. Dan seberapa jauh para pemimpin Hamas siap untuk mempertimbangkannya.

Netanyahu pada akhir pekan berbicara tentang penghancuran kemampuan militer dan pemerintahan Hamas. Dan  memastikan bahwa kelompok tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.

Hanya sedikit yang membantah bahwa Hamas telah menderita kerugian besar pada infrastruktur militernya. Dan  bahkan, sebagian orang mengatakan dukungan publiknya di Gaza juga telah rusak. 

Namun tidak ada tanda-tanda bahwa Israel telah membunuh atau menangkap pemimpin tertingginya Yahya Sinwar dan Mohammed Deif. Dan  membiarkan mereka bebas di Gaza untuk merayakan penarikan pasukan Israel akan menimbulkan bencana politik bagi perdana menteri Israel.

Pada hari Senin, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan bahwa meskipun kemampuan Hamas terus menurun dalam beberapa bulan terakhir, Hamas tetap menjadi ancaman. Dan Amerika tidak yakin kelompok tersebut dapat dilenyapkan secara militer.

Sementara itu Gedung Putih mengatakan Biden telah mengkonfirmasi kesiapan Israel untuk melanjutkan persyaratan yang kini telah ditawarkan kepada Hamas. Dan mengatakan kelompok Palestina tersebut kini menjadi satu-satunya hambatan dalam mencapai kesepakatan.

Secara terpisah, juru bicara militer Israel Rear Admiral Daniel Hagari mengatakan militer Israel akan dapat menjamin keamanan Israel jika terjadi gencatan senjata yang disetujui pemerintah. Namun Yanir Cozin, koresponden diplomatik stasiun radio militer Israel GLZ percaya,  Netanyahu tidak akan mengakhiri perang. Sampai dia dapat menggambarkannya sebagai sebuah keberhasilan.

“Kesepakatan yang meninggalkan Hamas adalah sebuah kegagalan besar. Setelah delapan bulan, ketika Netanyahu belum mencapai satu pun tujuan perang  maka dia tidak ingin mengakhiri perang,” katanya. Tiga tujuan tersebut adalah menghabisi Hamas, memulangkan semua sandera, atau mengamankan perbatasan. Namun Cozin juga memahami bahwa Netanyahu tidak bisa membiarkannya sampai pemilu Israel berikutnya pada tahun 2026.

Jika Netanyahu bisa mengatakan,  mereka mengasingkan Yahya Sinwar dan Mohammed Deif.  Mereka tidak tinggal di Gaza,s ementara orang-orang yang tinggal di dekat Gaza dan perbatasan utara bisa kembali,  Netanyahu mungkin bisa mempertahankan pemerintahannya tetap bersatu. “Tetapi banyak yang seandainya dalam skenario tersebut,” tambah Cozin.

Hamas Menolak

Hamas kemungkinan besar tidak akan menyetujui pengasingan. Apalagi  penyerahan tokoh-tokoh utamanya. Namun juga ada perpecahan  antara para pemimpin Hamas di dalam dan di luar Gaza.

Mantan perdana menteri Israel Ehud Barak yang juga menjabat sebagai menteri pertahanan kepada radio Israel  mengatakan  alasan kenapa Presiden Biden  mengumumkan kesepakatan. Ini karena dia melihat  Netanyahu hanya bergerak maju ketika dia yakin bahwa Sinwar akan menolak.

“Menurut Anda bagaimana reaksi Sinwar ketika dia cenderung setuju,  dan kemudian dia diberitahu tetapi cepatlah, karena kami masih harus membunuh Anda setelah Anda mengembalikan semua sandera.” katanya.

Penghentian perang Gaza menghancurkan pada akhirnya sulit dilakukan. Dan itu bukan karena rakyat menolaknya. Tetapi karena keegoisan dan keinginan pemimpin untuk tetap selamat. Mereka adalah Benjamin Netanyahu dan Yahya Sinwar. Ini adalah permainan hidup mati mereka.