logo
Ilustrasi gedung kementerian Vietnam.
Nasional

Resep Efisiesi Anggaran Vietnam, Rampingkan Kementerian dari 30 Jadi 22

  • Berbeda dengan pemerintah Indonesia yang malah menambah Stafsus, Vietnam melakukan efisiensi anggaran dengan memotong jumlah kementerian dan lembaga pemerintah dari 30 menjadi 22.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, menginstruksikan efisiensi pengeluaran di berbagai kementerian/lembaga (K/L).

Pemangkasan anggaran belanja yang dipangkas mencapai total Rp306,69 triliun. Efisiensi tersebut mencakup Rp256,1 triliun dari belanja K/L serta Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah (TKD).

Ketua Badan Anggaran (Banggar) Said Abdullah menyoroti adanya kementerian yang tetap merekrut staf khusus menteri meskipun pemerintah menginstruksikan efisiensi anggaran.

Dia berharap para menteri dapat bersikap bijak dengan menahan diri untuk tidak mengangkat staf khusus, terutama saat pemerintah tengah berupaya menghemat anggaran dan menekan pengeluaran.

“Harapan saya ketika efisiensi dilakukan sedemikian rupa, mohon dengan segala kerendahan hati, pemerintah bisa setidaknya mengerem stafsus yang ada,” ujar Said Abdullah di Gedung DPR RI, Rabu, 12 Februari 2025.

Menurutnya, pemberhentian penambahan staf khusus kementerian agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. “Supaya di publik juga elok,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan mengangkat Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan di bidang Komunikasi Sosial dan Publik pada Selasa, 11 Februari 2025. Pada hari yang sama, Menhan Sjafrie Samsoeddin juga melantik empat lainnya sebagai staf khusus serta satu orang sebagai asisten khusus.

Berbeda dengan pemerintah Indonesia yang malah menambah Stafsus, Vietnam melakukan efisiensi anggaran dengan memotong jumlah kementerian dan lembaga pemerintah dari 30 menjadi 22.

Resep Efisiensi Anggaran Ala Vietnam

Pemerintah Vietnam melakukan efisiensi anggaran dengan merampingkan jumlah kementerian dan lembaga pemerintah dari 30 menjadi 22, yang setara dengan pengurangan seperlima pekerjaan di sektor publik. Hal ini dilakukan untuk menghemat anggaran hingga miliaran dolar.

Diketahui, upaya tersebut terinspirasi dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memangkas anggaran negara.

Upaya itu akan diajukan ke parlemen untuk disahkan dalam beberapa hari mendatang. Namun, langkah ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja.

Pemimpin tertinggi Vietnam To Lam, yang setengah tahun lalu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis setelah pendahulunya meninggal dunia, menegaskan bahwa lembaga negara tidak boleh menjadi tempat berlindung bagi pejabat yang lemah.

To Lam berupaya menghemat APBN dengan merampingkan birokrasi yang dinilai terlalu gemuk. Dengan struktur yang lebih ramping, pemerintah diharapkan dapat bekerja lebih gesit serta mengurangi beban anggaran yang sebelumnya banyak dialokasikan untuk menggaji pegawai negeri sipil.

To Lam ingin menyingkirkan pejabat yang malas dan hanya menerima gaji buta, terutama mereka yang selama ini merasa terlalu nyaman bekerja di lembaga-lembaga negara.

“Jika kita ingin memiliki tubuh yang sehat, terkadang kita harus minum obat pahit dan menahan rasa sakit untuk menghilangkan tumor,” ujar Lam pada Desember lalu, dikutip dari AFP.

Reformasi ini, yang oleh pejabat senior disebut sebagai “revolusi,” akan memangkas jumlah kementerian dan lembaga pemerintah dari 30 menjadi 22. Pengurangan juga akan berdampak pada sektor media, pegawai negeri sipil, kepolisian, dan militer.

Pada 2022, hampir dua juta orang bekerja di sektor publik, dan pemerintah menargetkan pengurangan satu dari lima pekerjaan dalam lima tahun ke depan.

Dari jumlah tersebut, 100.000 orang akan diberhentikan atau ditawari pensiun dini, meskipun pemerintah belum memberikan kejelasan mengenai bagaimana target pemangkasan yang lebih besar akan dicapai.

Beberapa pekerja bahkan sudah menerima pemberitahuan, seperti Thanh (nama samaran untuk melindungi identitasnya), yang mengungkapkan kepada AFP bahwa kariernya sebagai produser televisi selama 12 tahun secara mendadak dihentikan bulan lalu.

Saluran berita yang dikelola negara tempatnya bekerja telah ditutup, menjadi salah satu dari lima stasiun penyiaran yang sudah dihentikan operasinya. Sebagai ayah dua anak, ia hanya diberi waktu dua minggu untuk bersiap menghadapi pemutusan kerja.

“Sulit untuk membicarakannya,” ujar pria berusia 42 tahun itu, yang kini beralih menjadi sopir taksi.

Berdasarkan tingginya pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1% pada 2024, Vietnam—sebagai pusat manufaktur global yang sangat bergantung pada ekspor—menargetkan pertumbuhan 8% tahun ini. Namun, kekhawatiran semakin meningkat terhadap potensi kerentanan negara tersebut terhadap tarif perdagangan di bawah pemerintahan baru Trump.

Birokrasi yang berlebihan juga dianggap menghambat pertumbuhan, bersama dengan kampanye anti-korupsi besar-besaran yang memperlambat aktivitas bisnis sehari-hari.

Vietnam menargetkan status negara berpenghasilan menengah pada 2030 dan berambisi masuk dalam kategori negara berpenghasilan tinggi pada 2045.

“Mereka benar-benar ingin mencapai tujuan tersebut,” kata Nguyen Hong Hai, penerima Beasiswa Fulbright Vietnam di Universitas Amerika di Washington DC.

Pihak berwenang mengatakan penghematan dari pemotongan belanja dapat mencapai US$4,5 miliar dalam lima tahun ke depan, meskipun ada biaya lebih dari US$5 miliar untuk uang pensiun dan pesangon.

Pegawai negeri lainnya Vu Quynh Huong, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa justru pegawai yang kompeten, yang memiliki peluang untuk bekerja di tempat lain, bisa menjadi salah satu yang dikeluarkan.

“Saya berpikir untuk mengambil pensiun dini. Saya bisa bekerja sebagai konsultan freelance atau bekerja untuk bisnis keluarga,” ujarnya.

Merampingkan birokrasi telah menjadi kebijakan Partai Komunis selama hampir satu dekade, tetapi Lam menjalankannya lebih cepat dari perkiraan.

Lam juga gencar menjalankan kampanye antikorupsi yang telah menjerat puluhan pemimpin bisnis dan pejabat tinggi pemerintah, termasuk dua presiden dan tiga wakil perdana menteri sejak 2021.

Para kritikus menuduhnya menggunakan langkah ini untuk menargetkan rival politiknya. Namun, upaya tersebut mendapat dukungan luas dari masyarakat, dan para analis menilai Lam mungkin berusaha memperkuat legitimasinya menjelang kongres Partai Komunis berikutnya pada awal 2026.

Kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan legitimasi Partai Komunis Vietnam dalam mengarahkan negara menuju transformasi ekonomi yang lebih efisien dan mampu bersaing di tingkat global.