<p>Pekerja mensterilkan kembali bilik yang digunakan Peserta BP Jamsostek untuk melakukan klaim melalui Layanan Tanpa Kontak Fisik (Lapak Asik) di kantor Cabang Jakarta Menara Jamsostek, Jakarta, Jum&#8217;at, 10 Juli 2020. Seiring dengan meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja di tengah pandemi Covid-19, klaim BPJS Ketenagakerjaan turut melonjak. Pencairan tabungan di BP Jamsostek menjadi alternatif untuk mendukung daya beli pekerja yang tergerus. Sementara dalam rangka adaptasi kebiasaan baru dan untuk memutus penyebaran virus corona, BP Jamsostek telah menerapkan protokol pelayanan secara daring dan tanpa pertemuan secara fisik. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Resmi! BPJS Ketenagakerjaan Investasi di INA Rp25 Triliun

  • Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan resmi melakukan investasi langsung kepada Indonesia Investment Authority (INA).

Industri

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan resmi melakukan investasi langsung kepada Indonesia Investment Authority (INA).

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengungkap skema investasi langsung dan co-invest kepada INA berlangsung hingga dua tahun.

Anggoro menyebut dana investasi langsung ke INA mencapai Rp25 triliun. Dana itu setara dengan 5% dari keseluruhan dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan yang mencapai Rp490 per April 2021.

“Penempatan terbesar (dana kelolaan) kami ada di SUN (Surat Utang Negara) dan obligasi. Dengan investasi langsung, kami berharap bisa berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja baru,” kata Anggoro dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan INA, Senin, 24 Mei 2021.

Total dana yang disuntikkan ke INA itu tidak lepas dari ketentuan maksimal investasi ke perusahaan hanya 5% dari dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan.

Isu investasi BPJS Ketenagakerjaan ke INA mulai berhembus pada Maret 2021. Di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Anggoro mengatakan bakal mengalihkan portofolio perusahaannya dari pasar modal ke INA.

Langkah tersebut ditempuh lantaran adanya volatilitas yang tinggi di pasar modal dalam beberapa waktu terakhir. Hal itu membuat potensi unrealized loss semakin muncul ke permukaan.

“Kami bisa melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi atau investasi langsung. Sehingga secara perlahan kami akan rekomposisi aset yang ada untuk meminimalisir risiko pasar yang terjadi saat ini,”  kata Anggoro di hadapan Anggota Komisi I DPR RI,  30 Maret 2021. (LRD)