Manajemen emiten properti PT Hanson Internasional Tbk (MYRX) termasuk Benny Tjokrosaputro (tengah) / Hanson.co.id
Korporasi

Resmi Pailit dan Bakal Ditendang dari Bursa, Begini Sejarah Hanson International Milik Benny Tjokro

  • PT Hanson International Tbk (MYRX) milik Benny Tjokrosaputro telah melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 1990.
Korporasi
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Perusahaan properti yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Hanson International Tbk (MYRX) resmi dinyatakan pailit.

Pengumuman ini berdasarkan Putusan Nomor 667 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 Mahkamah Agung yang menyatakan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) perseroan selaku termohon berakhir. Alhasil, Hanson dinyatakan sebagai debitur pailit dengan segala akibat hukumnya.

Dalam sejarahnya, Hanson pada awalnya didirikan dengan nama PT Mayertex Indonesia pada 7 Juli 1971. Perusahaan ini pun mulai beroperasi komersial pada 1973.

Pada saat itu, kegiatan utama perseroan adalah industri kimia dan serat sintesis. Ini juga berkaitan dengan kegiatan usaha pemintalan dan pertenunan, serta industri tekstil lainnya dengan perdagangan ekspor-impor.

Kemudian, pada 10 September 1990, perusahaan ini baru memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) saham MYRX.

Akhirnya, pada 10 September1990, Hanson resmi melantai di Bursa. Sebanyak 1 juta saham MYRX diperdagangkan dengan harga Rp9.900. Total dana yang diraup Hanson pada saat IPO sebesar Rp9,9 miliar.

Dalam menjalankan bisnis, Hanson memiliki sejumlah anak usaha. PT Binadaya Wiramaju, misalnya, mengoperasikan bisnis bijih timah dan pasir besi. Kemudian bisnis pengolahan limbah minyak dan penjualan recovery oil, dioperasikan oleh PT De Petroleum International. Adapun di lini bisnis properti, dijalankan oleh PT Mandiri Mega Jaya dan anak perusahaannya.

Saat ini, komposisi pemegang saham Hanson dikuasai oleh PT Asabri (Persero) sebesar 5,4%, Benny Tjokrosaputro sebesar 4,25%, dan masyarakat atau publik sebesar 90,24%.

Setelah gulung tikar, Hanson pun juga harus bersiap ditendang dari Bursa. Potensi delisting ini sudah diumumkan oleh BEI dalam surat bernomor Peng-00020/BEI-PP3/07-2020 yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Irvan Susandy pada Kamis, 16 Juli 2020.

“Maka dapat kami sampaikan bahwa saham perseroan telah disuspensi selama 6 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 16 Januari 2022,” tulis surat tersebut.

Suspensi saham MYRX sudah dilakukan sejak sesi I perdagangan pada 16 Januari 2020. BEI mengungkapkan langkah suspensi ini dilakukan setelah adanya surat Hanson nomor 006/HI-MYPD/I/2020 tanggal 15 Januari 2020.

Hanson disebut-sebut sebagai perusahaan properti yang terkenal dengan banyak kasus. Pada Oktober 2019, misalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melayangkan perintah agar perseroan berhenti menghimpun dana yang diduga ilegal.

“OJK meminta perseroan untuk menghentikan seluruh kegiatan penghimpunan dana masyarakat,” ujar Kepala Satuan Tugas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing saat itu.

Hanson diduga melakukan praktik investasi ilegal lantaran penghimpunan dana ini tak bisa dilakukan sembarangan. Dengan kata lain, hanya bisa dilakukan oleh lembaga keuangan atau perbankan. Dalam hal ini, Hanson tidak termasuk dalam status keduanya.

Di sisi lain, pihak Hanson menampik dugaan tersebut. Menurutnya, penghimpunan dana tersebut adalah praktik utang piutang. Hanson sendiri sebagai pihak yang menerima utang dari pihak ketiga. Dana yang diperoleh digunakan sebagai modal kegiatan di sektor properti.

Total dana yang dihimpun juga tak sedikit, mencapai Rp2,4 triliun. Maka, OJK pun meminta uang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Selain itu, Hanson juga dilarang untuk melakukan kegiatan itu kembali.

Selain itu, Hanson sendiri dikenal sebagai perusahaan milik Benny Tjokrosaputro, terpidana kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Bentjok, panggilan akrabnya, juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) alias ASABRI.