Respons Semen Indonesia (SIG) Soal Indikasi Fraud Temuan BPK
- Semen Indonesia (SIG) telah menempuh langkah-langkah secara internal dalam bentuk audit investigasi, serta proses hukum untuk menindak lanjuti kasus tersebut
Korporasi
JAKARTA – PT Semen Indonesia Tbk (SIG) dengan tegas menyatakan tekadnya untuk mengoperasikan kegiatan bisnis sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG), sambil mengutamakan nilai-nilai kepatuhan terhadap hukum, etika, dan integritas.
Pernyataan ini dikeluarkan sebagai respons atas hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait indikasi adanya fraud pada periode 2018 - 2019 yang terjadi di entitas bisnis di bawah anak usaha SIG (cucu perusahaan).
Corporate Secretary SIG, Vita Mahreyni mengatakan perseroan telah menempuh langkah-langkah secara internal dalam bentuk audit investigasi, serta proses hukum untuk menindak lanjuti kasus tersebut telah dilakukan sejak akhir tahun 2019. Hal ini selaras dengan rekomendasi BPK.
- Kunjungi NTT, Jokowi Pastikan Distribusi Bantuan Pangan Berjalan Lancar
- Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang Diperkirakan Lebih Stabil Dibanding Negara Maju Tahun Depan
- Kobalt Indonesia Hadapi Tantangan Penurunan Harga Global
“Selain melakukan audit, perusahaan juga telah memeriksa jajaran manajemen entitas terkait dan memberikan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan,” ujar Vita dalam keterangan resmi, pada Kamis, 07 Desember 2023.
Vita mengatakan bahwa proses hukum masih berlanjut dan SIG terus melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap penyelesaian kasus tersebut. Di samping itu, SIG mendorong anak usaha untuk memastikan integritas dan akuntabilitas dalam setiap aktivitas usaha seluruh entitas di dalam grup.
“SIG menghormati dan mendukung tugas dan proses yang diljalankan BPK, serta menjadikan ini sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan penguatan proses due diligence dan tata kelola demi kemajuan Perusahaan,” ujarnya
Temuan BPK
Dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemerikaan BPK Semester I 2023, yang dimaksud topik tersebut adalah PT Bima Sepaja Abadi (PT BSA) anak perusahaan PT Semen Padang (PT SP) merupakan cucu perusahaan PT Semen Indonesia Grup (PT SIG).
BPK menemukan, dalam pelaksanaan kerja sama bisnis, PT BSA tidak melakukan proses studi kelayakan atau due dilligence atas mitra dan proyek yang dikerjasamakan.
Permasalahan terkait hal tersebut, yang pertama adalah kerja sama atas 4 pekerjaan dengan penyedia jasa PT ETB dan PT PIL dilakukan dengan pemberian modal kerja kepada mitra.
“Atas pekerjaan tersebut mitra menyerahkan cek kepada PT BSA dengan total sebesar Rp4,22 miliar, namun pada saat jatuh tempo cek tersebut tidak dapat dicairkan,” terang BPK.
Temuan BPK kedua adalah terkait kerja sama bisnis fiktif antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL, di mana PT BSA telah membayar kepada CV AL sebesar Rp101,26 miliar, namun PT BSA baru menerima pembayaran dari PT ATL sebesar Rp73,64 miliar.
“Sehingga masih terdapat kekurangan sebesar Rp27,62 miliar dan keuntungan yang seharusnya diterima sebesar Rp14,95 miliar. atau seluruhnya Rp42,57 miliar,” terang BPK.
Untuk mendanai kerja sama tersebut, PT BSA di antaranya menggunakan fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dari BNI. Permasalahan dalam kerja sama dengan PT ATL dan CV AL berdampak pada ketidakmampuan PT BSA untuk membayar utang jatuh tempo kepada BNI, sehingga PT BSA mengajukan share holder loan (SHL) kepada PT SP.
“Atas peminjaman tersebut, PT BSA harus menanggung utang pokok SHL kepada PT SP sebesar Rp19,60 miliar dan bunga SHL sebesar Rp2,90 miliar,” jelas BPK dalam ikhtisarnya.
Temuan BPK yang ketiga adalah kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan dan biaya jasa notaris dengan total sebesar sebesar Rp2,75 miliar pada pekerjaan Proyek SPBU di Setu – Bekasi.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pertama adalah potensi kerugian atas penyelesaian piutang usaha kepada PT PIL dan PT ETB sebesar Rp4,22 miliar. Kedua adanya indikasi kerugian sebesar Rp42,57 miliar atas kerja sama bisnis antara PT BSA dengan PT ATL dan CV AL.
“(Ketiga) Potensi kerugian PT SP atas utang pokok SHL dan bunga SHL PT BSA kepada PT SP dengan total sebesar Rp22,50 miliar. (Keempat0, kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pembangunan SPBU dan biaya jasa notaris sebesar Rp2,75 miliar,” jelas BPK.