<p>Sejumlah tamu memesan menu makanan di resto COUZ Steak House, Kemang, Jakarta, Selasa, 13 Oktober 2020. Pemprov DKI Jakarta memperbolehkan kembali masyarakat makan di tempat atau dine-in di restoran, rumah makan dan cafe dengan protokol kesehatan khusus diantaranya maksimal 50 persen kapasitas serta jarak antarmeja dan kursi minimal 1,5 meter kecuali untuk pengunjung yang satu domisili. Selain itu, pengunjung dilarang berpindah-pindah atau berlalu-lalang, alat makan dan minum disterilisasi secara rutin, serta pelayan rumah makan atau kafe wajib mengenakan masker, face shield, dan sarung tangan.<br />
Hal itu berlaku selama  PSBB transisi mulai 12 hingga 25 Oktober 2020. Dine-in diperkenankan mulai pukul 6 pagi sampai 9 malam. Layanan take-away dan delivery order tetap beroperasi selama 24 jam. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Restoran Hanya Boleh Take Away dan Delivery, Pendapatan Diperkirakan Tersisa 25 Persen

  • PHRI DKI Jakarta memperkirakan pendapatan restoran-restoran yang hanya diperbolehkan jualan lewat bawa pulang (takeaway) dan pesan antar (delivery) maksimal hanya 25% pendapatan normal.

Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta memperkirakan pendapatan restoran selama masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat bakal anjlok.

Wakil Ketua Bidang Restoran PHRI DKI Jakarta Rully Rivai memprediksi restoran yang selama PPKM Darurat hanya boleh menjual makanan dengan layanan bawa pulang (take away) dan pesan antar (delivery), mampu meraup 25% saja dari pendapatan normal.

“Kalau dilihat dari total sales-nya, kita itu paling maksimal untuk restoran yang standar dan menengah ke bawah itu 15-20%. Mungkin bisa 25%,” ujar Rully dalam pertemuan virtual, Senin, 5 Juli 2021.

Rully mengatakan dampak dari pembatasan kegiatan di restoran ini bahkan lebih terasa bagi restoran menengah ke bawah. Hasil penjualan yang berkurang tersebut diperkirakan tidak dapat menanggung beban operasional yang tinggi.

“Ini yang sangat terdampak buat restoran apalagi untuk pembayaran sewa, listrik, pajak reklame, dan lain-lain sebagainya,” jelas Rully.

Sebagai informasi, restoran dibatasi kegiatannya hanya untuk take away dan delivery selama PPKM Darurat 3-20 Juli 2021. Waktu operasional juga hanya diperbolehkan sampai 20.00 WIB.

Rully berharap pemerintah dapat memberikan bantuan untuk industri restoran ini. Kalau tidak dibantu, pengusaha pun harus merumahkan karyawan dan yang paling parah, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pertama, PHRI DKI Jakarta meminta agar ada keringanan atau subsidi biaya sewa dan service charge restoran di mal yang terkena imbas atas penutupan mal selama diberlakukannya PPKM Darurat.

Kedua, subsidi 30-50% atas biaya listrik pada beban puncak dan biaya penggunaan air. PHRI DKI Jakarta juga berharap adanya pengurangan beban abonemen minimum pemakaian listrik. Ketiga, pengurangan beban pajak seperti PB1, PPh, PPN dan lain-lain melalui skema insentif atau cashback.

Keempat, penghapusan PPN bahan baku untuk restoran dalam rancangan PPN baru karena memberatkan konsumen sementara usaha tidak bisa restitusi PPN. Kelima, pengajuan subsidi gaji karyawan yang terdampak termasuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi karyawan yang dirumahkan. (LRD)