Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tangerang, Kamis 29 Juli 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Industri

Restrukturiasi Kredit Masih Berjalan, BRI Perkuat Pencadangan

  • Melalui restrukturisasi kredit akibat pandemi COVID-19, perseroan bisa memberikan nafas tambahan bagi pelaku UMKM untuk memaksimalkan pemulihan bisnisnya.
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebagai bank yang fokus pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terus berupaya menjaga stabilitas kredit segmen tersebut. 

Melalui restrukturisasi kredit akibat pandemi COVID-19, perseroan bisa memberikan nafas tambahan bagi pelaku UMKM untuk memaksimalkan pemulihan bisnisnya.

Direktur Utama (Dirut) BRI Sunarso mengatakan perseroan terus berupaya menjaga kualitas kredit di tengah masa restrukturisasi yang berlangsung hingga 2023. Adapun outstanding restrukturisasi BRI secara akumulatif mencapai Rp234,08 triliun

Restrukturisasi kredit di Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) paling besar berdada di BRI karena jangkauan kami paling besar di UMKM dengan debitur mencapai 2,46 juta,” kata Sunarso dalam sebuha webinar, Rabu, 8 September 2021

Hingga Juli 2021, nilai restrukturisasi kredit itu telah berkurang menjadi Rp173,77 triliun. Nilai itu mengalami penurunan hingga Rp1,4 triliun hanya dalam satu bulan.

Lebih rinci, outstanding restrukturisasi kredit per Juli 2021 itu terdiri dari segmen mikro sebesar Rp68 triliun, usaha kecil Rp70,9 triliun, dan menengah Rp4,52 triliun. Lalu, segmen konsumer Rp9,09 triliun, korporasi non-BUMN Rp3,85 triliun, dan korporasi-BUMN Rp17,37 triliun.

Emiten bersandi BBRI ini terus memperkokoh aspek pencadangan sebagai langkah antisipatif. Hal ini tercermin dari Loan at Risk (LaR) Coverage yang melesat dari posisi 20,63% pada semester I-2020 menjadi 30,96% pada semester I-2021.

Capaian itu melebihi nilai LaR perseroan yang berada di level 27,29%. “Artinya LaR ini jangan sampai jadi NPL. Meski dari KPI (Key performance indicator) LaR Coverage kami di 30%, akan terus kami tingkatkan,” ujar Sunarso.

Selain itu, kesiapsiagaan BRI juga bisa ditinjau dari (non performing loan/NPL) coverage yang menembus 258,41% atau tertinggi di Industri perbankan saat ini.

Dengan tingkat NPL gross sebesar 3,27% pada semester I-2021, Sunarso menyebut aspek pencadangan yang dimiliki perseroan sangat optimal untuk mengawal proses restrukturisasi hingga memitigasi potensi kredit macet.

“Kita cukup sigap dari risk management dan cukup siap merespon tantangan karena krisis kali ini jauh lebih berat dibandingkan 1997-1998, terutama bagi kami yang menangani UMKM,” jelas Sunarso.

Adapun Capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal BRI per akhir Juni 2021 berada di level 19,98% atau dua kali lipat lebih tinggi dari batas bawah yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 8%. Sementara likuiditas BRI masih terjaga dengan nilai Loan to deposit ratio (LDR)  84,77%.

Tidak Mengedepankan Capain Laba

Di tengah restrukturisasi kredit ini, Sunarso mengimbau perbankan tidak mengedepankan capaian laba. Menurutnya, lebih penting bagi pelaku industri perbankan untuk selalu meningkatkan aspek pencadangan sembari menjaga kualitas aset.

“Kalau saya ibaratkan pertandingan sepak bola, situasi sekarang mengharuskan kita menang dulu, bukan fokus pada skor. Jadi, tingkatkan dulu pencadangan dan jaga kualitasnya. Yang boleh kita korbankan adalah profitabilitas, karena ini masih bisa recovery,” papar Sunarso.

Bila sukses mencetak laba pada tahun ini, Sunarso mengungkapkan alokasi dana tersebut bakal kembali digunakan untuk memperkuat pencadangan. Dirinya menargetkan pertumbuhan LaR coverage bisa menembus 40%.

“Kalau masih ada laba, harus cadangkan. Kalau ada untung kami cadangkan, supaya nanti tidak mengganggu perbankan karena ini sangat sistemik,” pungkas Sunarso.

Untuk diketahui, BRI membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 22% year on year (YoY) pada semester I-2021. Laba bersih BUMN penyumbang dividen terbesar bagi negara ini naik dari Rp10,20 triliun pada semester I-2020 menjadi Rp12,44 triliun pada semester I-2021.