<p>Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat melakukan rapat secara daring. / Facebook @smindrawati</p>
Industri

Revisi Lagi, Defisit APBN 2020 Jadi 6,36% Setara Rp1.039,2 Triliun

  • Pemerintah akan memperlebar defisit anggaran menjadi 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp1.039,2 triliun pada Rancangan APBN-Perubahan 2020, dari asumsi sebelumnya sebesar 5,07% PDB atau Rp852,9 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, mengatakan pemerintah membutuhkan belanja yang lebih besar untuk menangani COVID-19 […]

Industri

Ananda Astri Dianka

Pemerintah akan memperlebar defisit anggaran menjadi 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp1.039,2 triliun pada Rancangan APBN-Perubahan 2020, dari asumsi sebelumnya sebesar 5,07% PDB atau Rp852,9 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, mengatakan pemerintah membutuhkan belanja yang lebih besar untuk menangani COVID-19 dan untuk mempercepat pemulihan ekonomi.

Maka dari itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 mengenai Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (APBN) 2020

“Dengan demikian Perpres 54/2020 akan direvisi dengan defisit yang meningkat dari Rp852,9 triliun atau 5,07% dari PDB meningkat menjadi Rp1.039,2 triliun. Atau menjadi 6,34% dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam ratas secara telekonferensi mengenai “Penetapan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Perubahan Postur APBN Tahun 2020”, Rabu, 3 Juni 2020.

Dengan adanya revisi Perpres tersebut, maka pemerintah memproyeksikan penurunan pendapatan negara menjadi Rp1.699,1 triliun dari sebelumnya Rp1.760,9 triliun. Dalam pagu pendapatan negara itu, penerimaan perpajakan diproyeksikan menurun menjadi Rp1.404,5 triliun, dari Rp1.462,6 triliun.

Di tengah pendapatan negara yang menurun, pemerintah harus meningkatkan belanja negara menjadi Rp2.738,4 triliun dari Rp2.613,8 trilun, untuk menangani pandemi virus Corona baru atau COVID-19, dan memulihkan kegiatan ekonomi.

“Untuk menampung berbagai belanja pemulihan ekonomi dan penanganan COVID-19 termasuk untuk daerah dan sektoral,” ujar Menkeu.

Dengan perubahan postur instrumen fiskal tersebut, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 masih mampu mencapai 2,3%. Namun terdapat skenario jika tekanan ekonomi terus terjadi, pertumbuhan ekonomi domestik bisa terkontraksi jaug lebih dalam dibanding kuartal I 2020 yang hanya tumbuh 2,97% (yoy).

“Untuk prediksi pertumbuhan 2020, seperti saya sampaikan, pemerintah menggunakan tetap ‘baseline’ antara 2,3% hingga negatif 0,4%, namun dari sisi kuartal, kemungkinan kuartal II akan lebih berat,” ujarnya.

Postur APBN

Sementara itu, dengan program PEN dan penanganan COVID-19, anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) 2020 mengalami perubahan postur. Pertama, pendapatan negara akan kembali dikoreksi dari sebelumnya Rp1.760,9 triliun akan mengalami penurunan menjadi Rp1.699,1 triliun.

“Penerimaan pajak perpajakan, dari Rp1.462,6 triliun akan menjadi Rp1.404,5 triliun,” kata dia.

Sementara, belanja negara yang di satu sisi berfungsi menampung berbagai program pemulihan dan penanganan COVID-19 akan meningkat dari yang tertuang dalam Perpres 54/2020 sebesar Rp2.613,8 triliun menjadi Rp2.738,4 triliun atau naik sebesar Rp124,5 triliun.

Disinggung makin lebarnya defisit, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan tetap berhati-hati dari sisi sustainibilitas dan pembiayaannya. Seperti menggunakan berbagai sumber pendanaan yang memiliki risiko terkecil dan biaya paling rendah. (SKO)