Pekerja menunjukkan tembakau di gerai Kamarasa yang menjual tembakau dengan berbagai varian di kawasan Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu, 5 Januari 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Revisi PP 109, Siapa yang Diuntungkan VS Siapa yang Dirugikan?

  • Dinilai merugikan ekosistem pertembakauan nasional dari hulu ke hilir, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dengan tegas menolak revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Ia melihat revisi ini hanya akan merugikan ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).

Nasional

Justina Nur Landhiani

JAKARTA – Dinilai merugikan ekosistem pertembakauan nasional dari hulu ke hilir, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dengan tegas menolak revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Ia melihat revisi ini hanya akan merugikan ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).

“Dalam PP 109/2012 banyak aspek yang merugikan ekosistem pertembakauan seperti petani dan pedagang. Kalau mau diubah PP ini arahnya harus menguntungkan pihak yang berkepentingan dengan tembakau,” ujar Misbakhun dalam agenda Sarasehan Nasional Ekosistem Pertembakauan.

Misbakhun juga mengatakan revisi PP 109/2012 merupakan wujud nyata ketidakadilan pemerintah terhadap IHT. Nyatanya, industri ini dari hulu ke hilir memberikan kontribusi yang besar bagi negara mulai dari cukai hasil tembakau hingga serapan tenaga kerja yang jumlahnya mencapai jutaan.

“Sumbangsih IHT kepada negara ini tidak kecil, berapa ratus triliun disumbangkan setiap tahun. Kalau industri yang seperti ini tidak diperhatikan pemerintah maka yang terjadi adalah ketidakadilan,” paparnya.

Menurutnya, urusan tembakau tidak hanya soal kesehatan, tetapi banyak aspek lain yang menyangkut kepentingan hidup jutaan masyarakat Indonesia. Ia mendorong agar pemerintah memperhatikan seluruh aspek dalam menyusun kebijakan soal tembakau.

“Silakan bicara aspek kesehatan dalam rokok, tetapi yang mesti dipahami adalah dalam rokok ada aspek lain di luar kesehatan. Ada mata rantai mulai dari pertanian sampai pabrik, di antara petani dan pabrik ada pedagang, ke konsumen ada pedagang, ini jadi ekosistem sendiri,” jelas Misbakhun.

Misbakhun menduga usulan revisi PP 109/2012 merupakan agenda dari kepentingan-kepentingan asing untuk mengintervensi regulasi nasional guna melemahkan kekuatan dan kedaulatan negara.

"Rencana revisi PP 109/2012 ini mengakomodasi kepentingan asingApa tujuan dari agenda-agenda asing ini? Agenda ini dibuat untuk melemahkan kekuatan dan kedaulatan negara kita," sambung Misbakhun. 

Di kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan juga mengisyaratkan bahwa intervensi terhadap regulasi IHT semakin besar. Menurutnya, intervensi tersebut tidak hanya menekan melalui rencana revisi PP 109/201, melainkan juga melalui regulasi-regulasi IHT lainnya. Imbasnya, ekosistem IHT bakal makin tertekan dan justru kontraproduktif dengan target-target pemerintah. "Isi draf revisi PP 109/2012 berisi pelarangan yang semakin restriktif terhadap IHT. Padahal, IHT adalah industri yang legal di tanah air," kata Henry.

Henry menjelaskan saat ini ada lebih dari 446 regulasi yang mengatur IHT mulai dari level pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Dari total regulasi tersebut hampir 90% atau setara 400 regulasi mengatur pembatasan konsumsi alias tobacco control, 41 regulasi atau 9% mengatur soal cukai hasil tembakau, dan hanya ada 5 regulasi yang mengatur ekonomi dan kesejahteraan. Dari 400 regulasi terkait tobacco control, 343 aturan diterbitkan pemerintah daerah soal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) selama 10 tahun terakhir.

"Usulan merevisi PP 109/2012 berpotensi menimbulkan dampak buruk kepada ekonomi petani, pekerja, dan ekosistem IHT. PP 109/2012 saat ini masih relevan, sehingga implementasinya yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki lagi saja," pungkas Henry.