
Revisi UU Minerba (Bagian IV): Sejumlah Kritik dan Kekhawatiran
- Kampus bisa mengabaikan riset ilmiah terkait dampak buruk tambang, sehingga berpotensi melenceng dari fungsi utamanya sebagai produsen pengetahuan.
Nasional
JAKARTA - Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) yang tiba-tiba diajukan oleh DPR RI menuai kontroversi, terutama setelah muncul pasal yang memperbolehkan perguruan tinggi mengelola tambang.
Meski tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, revisi ini telah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Namun, kebijakan ini mendapat kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk akademisi, pengamat pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat.
Revisi RUU Minerba ini diajukan secara mendadak oleh DPR, padahal tidak termasuk dalam daftar prioritas Prolegnas 2025. Salah satu poin yang mencuri perhatian adalah perluasan kewenangan pengelolaan tambang, termasuk kepada perguruan tinggi.
Walaupun sempat dipertanyakan oleh sejumlah fraksi seperti PDIP dan PKB, revisi ini akhirnya disetujui oleh Baleg DPR.
Kritik terhadap Kebijakan
Kebijakan pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi dinilai sebagai langkah yang kontroversial. Banyak pihak menilai hal ini sebagai “sesat pikir” yang dipengaruhi oleh kepentingan politik dan oligarki.
Pakar hukum lingkungan Universitas Widyagama Malang, Purnawan D. Negara menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi menjauhkan kampus dari tradisi ilmiah dan menjadikannya lebih berorientasi pada bisnis. Ia mengkhawatirkan independensi kampus yang terancam terkooptasi oleh kepentingan bisnis dan politik.
“Tidak menjadi pas ketika kampus garang menolak konsesi tambang untuk ormas, justru mendukung konsesi untuk PT. Secara tidak langsung, ini seperti memahami dunia kampus,” Jelas Purnawan, dikutip laman Organisasi lingkungan global yang berfokus pada konservasi alam, Mongabay, Minggu, 9 Februari 2024.
Purnawan juga menegaskan bahwa perguruan tinggi seharusnya fokus pada riset dan pengembangan sumber daya manusia, bukan terjun ke bisnis tambang yang berisiko tinggi.
- Partisipasi Bank dalam Perdagangan Karbon Internasional untuk Dorong Transisi Energi
- Predikasi Setlist Konser Keshi di Jakarta Februari 2025
- LK21-Layarkaca21 Ilegal, Berikut 6 Situs Streaming yang Aman dan Resmi
"Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak bisa dicampur adukkan dengan di luar kompetensi mereka, yaitu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat," tambah Purnawan.
Sementara itu, Wakil Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masduki, memperingatkan bahwa kampus bisa mengabaikan riset ilmiah terkait dampak buruk tambang, sehingga berpotensi melenceng dari fungsi utamanya sebagai produsen pengetahuan.
Kebijakan ini juga dikhawatirkan akan mengancam kebebasan akademik. Kampus yang seharusnya menjadi institusi sosial dengan sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah, berpotensi berubah menjadi institusi ekonomi yang berorientasi pada keuntungan.
Menurut Masduki, tambang merupakan bisnis dengan risiko tinggi, baik dari aspek lingkungan maupun sosial. Kampus, yang tidak memiliki kompetensi dalam mengelola tambang, berisiko merusak integritas akademiknya. Selain itu, kebijakan ini juga meningkatkan peluang terjadinya konflik kepentingan, penipuan, dan korupsi.
- Partisipasi Bank dalam Perdagangan Karbon Internasional untuk Dorong Transisi Energi
- Predikasi Setlist Konser Keshi di Jakarta Februari 2025
- LK21-Layarkaca21 Ilegal, Berikut 6 Situs Streaming yang Aman dan Resmi
Menurutnya kampus bisa kehilangan daya kritis dan keseimbangan perannya terhadap pemerintah dan dunia bisnis jika terjun ke bisnis tambang.
“Pola pikir kampus yang selama ini sebagai produsen pengetahuan akan beralih ke korporatisasi, dari institusi sosial ke institusi ekonomi. Padahal kalau ada perusakan lingkungan harusnya kampus jadi advokat dari korban.” ujar Masduki.
Industri tambang telah terbukti merusak lingkungan dan mengancam kesejahteraan masyarakat sekitar. Kampus, yang seharusnya menjadi advokat perlindungan lingkungan, justru berpotensi menjadi pelaku industri ekstraktif yang merusak ekosistem.
Menyikapi hal ini, Sejumlah akademisi mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi. Mereka juga mendorong kampus untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan sebelum menerima izin tambang. Selain itu, mereka meminta agar Pasal 51A dalam revisi RUU Minerba dikaji ulang.