Kegiatan produksi di tambang PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Energi

Revisi UU Minerba Dinilai Cacat Prosedur dan Tak Perlu

  • Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar menilai Revisi Undang-undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), alias revisi UU Minerba tidak memenuhi syarat formil.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar menilai Revisi Undang-undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), alias revisi UU Minerba tidak memenuhi syarat formil.

Bisman menyoroti ada cacat prosedur dan substansi pada proses revisi tersebut. Termasuk pemberian peluang bagi perguruan tinggi, UKM dalam memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

"Dari aspek formal sebenarnya undang-undang ini tidak perlu direvisi apalagi tidak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” katanya kepada TrenAsia.com pada Jumat, 24 Januari 2025.

Bisman menjelaskan, jika alasan kumulatif terbuka berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) digunakan sebagai dasar revisi, hal itu juga tidak relevan.

Pasalnya, pada Desember 2024, MK telah memutus judicial review terhadap UU Minerba terkait pengaturan organisasi masyarakat (Ormas) dalam mendapatkan lokasi tambang.

Bisman menerangkan, putusan MK tahun 2022 dan 2020 terkait UU Minerba hanya menyentuh soal jaminan pemanfaatan ruang untuk wilayah usaha pertambangan. “Tidak ada kekosongan hukum atau masalah konstitusionalitas yang mendesak, sehingga revisi ini tidak memiliki urgensi sama sekali,” tambah Bisman.

Maka, proses revisi yang dilakukan secara tiba-tiba oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR juga menjadi sorotan. Menurut Bisman, revisi ini seharusnya berada di ranah Komisi XII yang membidangi pertambangan. Selain itu, ia mengkritisi minimnya sosialisasi, transparansi, dan partisipasi publik dalam penyusunan revisi UU tersebut.

Karpet Merah Swasta

Selain itu, menyorot pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi dan UMKM hanya menguntungkan swasta serta sebagai kedok 'bagi-bagi tambang' atau hanya merupakan gimmick politik.

Bisman beralasan, tujuan utamanya adalah untuk membuka peluang pembagian IUP kepada badan usaha swasta lainnya. Dengan dalih ‘prioritas’, pemerintah dapat memberikan IUP kepada pihak yang diinginkan tanpa melalui proses lelang yang transparan.

Untuk perguruan tinggi Bisman mengingatkan bahwa memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga kampus bukan badan usaha dengan orientasi bisnis atau untuk kepentingan komersil.

Untuk itu DPR diminta untuk tidak melanjutkan pembahasan ini atau bahkan presiden Prabowo Subianto diminta untuk tidak menyetujuinya.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah membahas aturan yang akan membuka peluang bagi perguruan tinggi, UMKM dalam memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk mendorong keterlibatan langsung masyarakat dalam aktivitas pertambangan, tetapi juga untuk memastikan bahwa hasil dari operasi pertambangan dapat dinikmati secara lebih adil oleh masyarakat sekitar. Terutama yang berada di wilayah pertambangan. 

Hasan mengatakan, dengan melibatkan kelompok-kelompok ini, pemerintah berharap dapat menciptakan model pembangunan yang berkelanjutan, dimana pemangku kepentingan lokal dapat berkontribusi dan memperoleh manfaat dari pengelolaan sumber daya alam di wilayah mereka.