Ilustrasi asuransi jiwa
IKNB

RI Catat Kematian Penyakit Kritis Tertinggi, OJK Perkuat Pengawasan Asuransi

  • Menurut data WHO, 10 penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia ditempati oleh deretan penyakit kritis yakni stroke, jantung, diabetes, tuberculosis (TBC), sirosis hati, paru-paru kronis, diare, hipertensi, infeksi saluran pernapasan, dan neonatal.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Berdasarkan data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), Indonesia termasuk salah satu negara dengan angka kematian tertinggi akibat penyakit kritis. Tercatat, lebih dari 20% kematian di Indonesia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit seperti kanker, stroke, dan penyakit jantung. 

Menurut data WHO, 10 penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia ditempati oleh deretan penyakit kritis yakni stroke, jantung, diabetes, tuberculosis (TBC), sirosis hati, paru-paru kronis, diare, hipertensi, infeksi saluran pernapasan, dan neonatal.

Hal ini menjadi tantangan besar bagi sektor kesehatan di tanah air, termasuk industri asuransi yang berperan penting dalam membantu masyarakat menghadapi beban finansial akibat penyakit kritis.

Asuransi Jiwa Sebagai Solusi Menghadapi Beban Penyakit Kritis

Di tengah tingginya angka kematian akibat penyakit kritis, asuransi jiwa menjadi salah satu solusi untuk meredam dampak finansial yang ditimbulkan. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa produk asuransi kesehatan dan asuransi penyakit kritis saat ini menjadi flagship atau andalan dari industri asuransi jiwa.

“Keberadaan asuransi jiwa membantu masyarakat terlindungi dari berbagai risiko, khususnya risiko finansial yang terkait dengan kematian dan penyakit kritis,” ujar Ogi melalui jawaban tertulis, dikutip Jumat, 24 Januari 2025. 

Produk-produk ini menawarkan perlindungan finansial kepada pemegang polis, sehingga mereka tidak perlu khawatir akan biaya pengobatan yang besar jika menghadapi penyakit kritis.

Baca Juga: Spin-off Asuransi Syariah: Antara Harapan dan Tantangan

Langkah OJK Memastikan Ketahanan Industri Asuransi Jiwa

Dalam memastikan ketahanan industri asuransi jiwa menghadapi tantangan tingginya angka kasus penyakit kritis, OJK terus melakukan pengawasan dan pemantauan yang ketat terhadap perusahaan asuransi. Salah satu fokus utama OJK adalah memastikan bahwa perusahaan asuransi menjalankan bisnisnya dengan tata kelola yang baik.

“Kami terus mendorong perusahaan asuransi untuk memiliki pengelolaan underwriting yang baik, termasuk untuk menghindari risiko fraud maupun non-disclosure. Proses seleksi risiko yang mengutamakan prinsip utmost good faith juga menjadi prioritas, agar ada keadilan bagi nasabah,” tegas Ogi.

Ia juga menyebut bahwa penguatan underwriting menjadi salah satu poin penting yang diatur dalam rancangan Surat Edaran (SE) OJK mengenai asuransi kesehatan. 

Melalui regulasi ini, OJK berharap perusahaan asuransi dapat semakin meningkatkan akurasi dan keadilan dalam proses penilaian risiko, sehingga memberikan manfaat yang optimal bagi nasabah.

Mengatasi Risiko Fraud dan Non-Disclosure

Dalam menghadapi tantangan penyakit kritis, risiko fraud dan non-disclosure menjadi perhatian utama dalam industri asuransi. Fraud, atau penipuan dalam klaim asuransi, dapat mengganggu stabilitas keuangan perusahaan asuransi. 

Sementara itu, non-disclosure, yaitu ketidakjujuran nasabah dalam mengungkapkan kondisi kesehatannya, juga dapat menimbulkan masalah dalam pelaksanaan klaim.

Untuk itu, OJK terus mendorong penerapan prinsip utmost good faith atau itikad baik dalam setiap transaksi asuransi. Dengan prinsip ini, diharapkan perusahaan asuransi dan nasabah dapat menjalin hubungan yang saling menguntungkan dan transparan.