RI Mau Dorong Etanol untuk Campuran BBM, Apa Kendalanya?
- Pertamina memproyeksikan, penjualan Pertamax Green 95 saat ini diperkirakan untuk Pulau Jawa sekitar 96 ribu Kilo Liter (KL) setahun, dan kebutuhan ethanolnya sekitar 4.8 – 5 ribu KL per tahunnya.
Energi
JAKARTA - Pemerintah Tengah berupaya memanfaatkan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak atau BBM. Namun sayangnya pemanfaatan ini masih memiliki tantangan dalam pengembangannya.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan, pengembangan etanol berbeda kondisinya dengan biodiesel. Dari sisi hulu, biodiesel memiliki pasokan yang cukup dari kelapa sawit.
"Pengembangan etanol di Indonesia masih lama pasalnya kalau biodiesel hulunya kelapa sawit sedangkan etanol kita belum punya. Sehingga jika hulu etanol tidak kita miliki pasti tidak secepat biodiesel," katanya saat ditemui di Kementerian ESDM dilansir Selasa, 13 Februari 2024.
- Profil 3 Aktor Film Dirty Vote yang Diragukan Kapasitasnya oleh TKN
- Harga Beras Terus Naik, Sentuh Rp15.850 per Kg
- Praktik Perantara Surat Suara Pemilu RI di Malaysia Diungkap
Tutuka menyebut, pengembangan etanol jika mengandalkan impor justru akan berdampak pada biaya dan harga bahan bakar itu sendiri di Indonesia. Sehingga, pemanfaatan dalam skala besar masih belum banyak.
Pemerintah diminta untuk lebih masif mencari bahan baku yang berkelanjutan jika akan dikomersialisasi menjadi bahan bakar pengganti fosil.
Saat ini, salah satu produk yang telah memanfaatkan etanol yakni Pertamax Green 95. Pertamax Green 95 merupakan bahan bakar hasil dari pengembangan energi terbarukan berupa Bioetanol yang sudah teruji oleh WWFC (Worldwide Fuel Charter) yang menjadikan Pertamax Green 95.
Pertamina memproyeksikan, penjualan Pertamax Green 95 saat ini diperkirakan untuk Pulau Jawa sekitar 96 ribu Kilo Liter (KL) setahun, dan kebutuhan ethanolnya sekitar 4.8 – 5 ribu KL per tahunnya.
Lebih lanjut mitra strategis penyedia dan penyuplai ethanol yakni PT Enero yang merupakan anak usaha dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) memiliki kapasitas produksi ethanol sekitar 30 ribu KL per tahun, artinya dari segi suplai bisa memenuhi proyeksi demand di Pulau Jawa.
Adapun, menurut data Kementerian ESDM ketentuan standar dan mutu (spesifikasi) minyak bensin dengan angka oktan (RON) 95 (E0) dan 5% bahan bakar nabati jenis bioetanol (E100).
Hal ini merujuk pada Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 252.K/HK.02/DJM/2023 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Gasoline) RON 95 dengan Campuran Bioetanol 5% (E5) yang Dipasarkan di Dalam Negeri.