
RI Mau Investasi di AS, Melihat Dinamika Hubungan Ekonomi Kedua Negara
- Sejak tahun 2014, hubungan ekonomi Indonesia-Amerika Serikat mengalami berbagai dinamika, dengan titik tekan yang kerap bergeser antara isu perdagangan dan investasi. Salah satu keluhan utama AS adalah defisit neraca perdagangan dengan Indonesia.
Nasional
JAKARTA - Rencana Indonesia untuk menanamkan investasi di Amerika Serikat menjadi babak baru dalam hubungan ekonomi bilateral yang telah berlangsung dinamis selama beberapa dekade terakhir.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi diplomasi dagang Indonesia dalam merespons kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, khususnya di era Presiden Donald Trump.
Sebelumnya, Trump telah mengancam sejumlah produk Indonesia akan dikenakan tarif resiprokal sebesar 32%, yang memicu ketegangan dalam hubungan dagang kedua negara.
Kini, Indonesia mengubah pendekatan, bukan hanya sebagai negara penerima investasi, tetapi juga sebagai calon investor aktif di pasar AS untuk menggaet hati Donald Trump.
- BNI Bukukan Pertumbuhan Signifikan di Segmen Nasabah Kaya, AUM Obligasi Naik 26 Persen
- 128 ribu Petani Sudah Ikut Program Makmur Pupuk Indonesia
- Harga Emas Antam Hari Stagnan di Harga Segini
Sepuluh Tahun Dinamika: Dari Tarif hingga Investasi
Sejak tahun 2014, hubungan ekonomi Indonesia-Amerika Serikat mengalami berbagai dinamika, dengan titik tekan yang kerap bergeser antara isu perdagangan dan investasi.
Salah satu keluhan utama AS adalah defisit neraca perdagangan dengan Indonesia. Untuk meresponsnya, pemerintah Indonesia sempat menawarkan pembelian komoditas agrikultur dari AS, seperti gandum, kedelai, dan kapas, senilai US$ 18 miliar.
Meski langkah ini dinilai strategis, tarif rendah untuk impor komoditas tersebut yakni hanya 0 - 5% dinilai tidak cukup meredam ketegangan.
Maka, muncul pendekatan baru yang lebih menyeluruh, yakni menjajaki jalur investasi dua arah, Indonesia membuka pintu selebar-lebarnya bagi investasi AS, dan dalam waktu bersamaan mulai mendorong perusahaan dalam negeri untuk menanamkan modal di Amerika Serikat.
Proposal Non-Paper Jadi Alat Diplomasi Ekonomi
Sebagai bagian dari strategi diplomatik ini, pemerintah Indonesia telah menyiapkan sebuah dokumen informal yang disebut "non-paper." Dokumen tersebut berisi sejumlah tawaran dan usulan yang akan dibawa delegasi Indonesia dalam pertemuan dengan pemerintah AS.
“Kami tidak datang hanya untuk merespons, tapi untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis ekonomi global,” ujar Airlangga kala memberikan konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Jakarta, Senin, 14 April 2025.
Airlangga menyebut bahwa non-paper ini mencakup tiga isu utama, perdagangan (trade), investasi (investment), dan sektor keuangan (financial sector). Isinya dirahasiakan demi menjaga efektivitas strategi negosiasi, namun Airlangga memastikan bahwa investasi Indonesia di AS adalah salah satu poin penting dalam dokumen tersebut.
Ia juga menekankan bahwa negosiasi akan lebih menyoroti hambatan non-tarif ketimbang tarif itu sendiri, karena justru hambatan non-tarif itulah yang menjadi keluhan utama dari pihak AS.
“Isu perdagangan hari ini jauh lebih kompleks. Fokus kita bukan hanya pada tarif, tapi juga hambatan lain yang mengganggu kelancaran ekspor kita,” jelas Airlangga menambahkan.
Investasi yang direncanakan Indonesia ke Amerika Serikat masih dalam tahap negosiasi dan belum dipublikasikan secara rinci. Airlangga hanya mengatakan bahwa arah investasinya bersifat timbal balik, di mana perusahaan Indonesia akan diberikan kesempatan untuk masuk ke pasar AS, sementara perusahaan AS juga akan terus didorong untuk memperluas investasinya di Indonesia.
Sejumlah sektor yang disebut-sebut potensial untuk dijajaki oleh Indonesia di AS antara lain adalah industri makanan dan minuman yang menyasar komunitas diaspora, produk halal dan UMKM ekspor yang kini tengah naik daun, serta sektor energi terbarukan yang selaras dengan arah kebijakan global.
Selain itu, Indonesia juga terbuka untuk mengakuisisi aset-aset strategis di sektor logistik dan ritel yang sedang berkembang pesat di pasar Amerika.
- BNI Bukukan Pertumbuhan Signifikan di Segmen Nasabah Kaya, AUM Obligasi Naik 26 Persen
- 128 ribu Petani Sudah Ikut Program Makmur Pupuk Indonesia
- Harga Emas Antam Hari Stagnan di Harga Segini
Investasi Besar AS di Indonesia
Di sisi lain, Amerika Serikat telah lama menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia. Menurut laporan AmCham Indonesia dan US Chamber of Commerce pada tahun 2024, total investasi AS di Indonesia dalam periode 2014-2023 mencapai US$ 67 miliar, dengan dampak ekonomi yang ditaksir mencapai US$ 130 miliar.
Capaian ini bahkan melampaui angka resmi dari pemerintah Indonesia karena laporan tersebut mencakup aktivitas merger dan akuisisi yang sering kali tidak masuk dalam statistik tradisional investasi langsung.
Beberapa sektor yang paling dominan dalam investasi AS di Indonesia meliputi energi dengan keterlibatan perusahaan besar seperti Chevron, serta sektor teknologi dan telekomunikasi yang banyak bekerja sama dengan perusahaan lokal seperti Telkom Indonesia. Selain itu, industri manufaktur dan sektor keuangan juga menjadi pilar penting, termasuk dalam bentuk kemitraan antara bank-bank besar AS dengan institusi keuangan nasional.
Investasi yang masuk dari AS telah memberikan sejumlah manfaat langsung bagi perekonomian Indonesia. Pertama adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah yang menjadi lokasi investasi strategis.
Kedua, penciptaan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal yang juga berdampak pada peningkatan keterampilan dan produktivitas sumber daya manusia Indonesia. Ketiga, kehadiran perusahaan AS juga membuka jalan bagi terjadinya transfer teknologi dan pengetahuan, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing sektor industri dalam negeri.