Korporasi

Ringankan Beban Keuangan, Garuda Indonesia Perpecepat Pengembalian Dua Pesawat Sewa

  • PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus berupaya mengurangi beban di tengah krisis keuangan yang dialami perusahaan. Terbaru, emiten pelat merah ini mempercepat pengembalian dua pesawat sewa demi meringankan beban keuangan.

Korporasi
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terus berupaya mengurangi beban di tengah krisis keuangan yang dialami perusahaan. Terbaru, emiten pelat merah ini mempercepat pengembalian dua pesawat sewa demi meringankan beban keuangan.

Garuda Indonesia akan mengembalikan dua pesawat berjenis Boeing 737-800 Next Generation ke salah satu lessor. Padahal, dua armada Garuda Indonesia ini tercatat belum memasuki waktu jatuh tempo penyewaan sesuai kesepakatan awal.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pengembalian dua pesawat itu ditujukan untuk mengoptimalisasikan produktivitas armada. Selain itu, pengembalian pesawat bisa juga mengurangi biaya perawatan yang diklaim memakan biaya besar per bulannya.

“Langkah penting yang perlu kami lakukan imbas Pandemi COVID-19 adalah untuk terus mengurangi tekanan. Fokus utama kami adalah penyesuaian terhadap proyeksi kebutuhan pasar di era kenormalan baru,” kata Irfan dalam keterangan tertulis, Selasa, 8 Juni 2021.

Sebelum mengembalikan pesawat, Garuda Indonesia harus terlebih dahulu mengubah kode registrasi Boeing 737-800 next generation yang disewanya. Irfan mengatakan terus mengupayakan penyelesaian pengembalian dengan mengedepankan aspek legalitas.

“Saat ini, kami juga terus menjalin komunikasi  bersama lessor pesawat lainnya. Percepatan pengembalian tersebut dilakukan setelah adanya kesepakatan bersama antara Garuda Indonesia dan pihak lessor pesawat,” ucap Irfan

Garuda Indonesia menjadi salah satu maskapai yang keuangannya paling banyak tersedot karena sewa pesawat. Menurut laporan Bloomberg, rasio biaya sewa Garuda Indonesia mencapai 24%.

Rasio sewa emiten berkode GIAA itu lebih tinggi dibandingkan sejumlah maskapai lain di Asia. Menilik Thai Airways dari Thailand, rasio sewanya berada di kisaran 8% atau 3 kali lebih kecil dibandingkan Garuda Indonesia.

Tidak jauh berbeda, maskapai lain juga efektif menekan rasio sewa di bawah 10%. Maskapai itu antara lain Scandinavian Airlines dari Swedia, Norwegia, dan Denmark (7%) dan All Nippon Airways Holdings Inc dari Jepang (6,5%).

Garuda Indonesia tercatat memiliki 190 pesawat sewa dari 36 lessor berbeda. Beratnya biaya sewa ini diakui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebagai sumbu awal krisis keuangan Garuda Indonesia.

Sejak ada pandemi COVID-19, Keuangan Garuda semakin berat usai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) memindahkan biaya sewa pesawat yang tadinya berada pos operational expenditure (opex) menjadi kewajiban.

Hal itu membuat utang Garuda Indonesia membengkak dari Rp20 triliun menjadi Rp70 triliun. Utang Garuda Indonesia diperkirakan terus naik Rp1 triliun per bulan karena terus menunda pembayaran kepada lessor.

Di sisi lain, Di sisi lain, pendapatan per bulan perusahaan masih sebesar Rp713,40 miliar. Dalam menyelidiki lebih lanjut soal asal muasal besarnya biaya sewa, Erick berencana melakukan audit forensik keuangan Garuda Indonesia.

“Yang pasti kita bakal standstill, bahkan negosiasi keras dengan mereka dan menyelidiki lebih lanjut soal adanya indikasi tarif yang diterima Garuda Indonesia lebih mahal dibanding di pasaran,” kata Erick dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kamis, 3 Juni 2021.

Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza pun mengupayakan audit tersebut untuk menelisik adanya potensi korupsi yang menggerogoti keuangan Garuda Indonesia. Audit forensik ini, kata Faisal bakal melibatkan perangkat penegak hukum.

Perangkat Penegak hukum itu terdiri dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Agung. Keterlibatan berbagai lembaga itu diklaim Faisol bisa membuka adanya potensi penyelewengan hingga transparansi menyeluruh kinerja perusahaan.

“Terkait penyelamatan Garuda Indonesia, saya memandang lebih kepada strategi hukum. Dimulai dengan audit forensik laporan keuangan Garuda Indonesia dengan melibatkan lembaga penegak hukum yang berwenang,” ujar Faisol Riza.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengungkap audit forensik menjadi solusi untuk memetakan lebih jauh soal apa yang sebenarnya terjadi di tubuh Garuda Indonesia. Dengan begitu, bisa mencocokan dengan opsi terbaik penyelamatan Garuda Indonesia yang sebelumnya dibeberkan Kementerian BUMN.

Diungkapkannya, melalui strategi hukum itu, segala indikasi penyebab kebangkrutan Garuda nantinya lebih mudah untuk diinventarisasi. Termasuk dugaan adanya tindak pidana korupsi yang mungkin turut menjadi penyebab, nantinya dapat diketahui secara gamblang.

“Maka untuk melakukan inventarisasi masalah pun nantinya menjadi lebih mudah dilakukan, sebaliknya jika ada korupsi di dalam Garuda kita akan mengetahuinya secara jelas dan terang benderang,” kata Faisol. (RCS)