Riset: RUU Cipta Kerja Berpotensi Turunkan Kesejahteraan 12,4 Juta Buruh
JAKARTA – Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) menyatakan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja mengancam kesejahteraan 12,4 juta buruh di Pulau Jawa. Tepatnya terkait klausul dalam RUU Cipta Kerja yang berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan buruh yang upahnya telah berada di atas upah minimum kota (UMK). “Dihapuskannya UMK berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan 12,4 […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) menyatakan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja mengancam kesejahteraan 12,4 juta buruh di Pulau Jawa.
Tepatnya terkait klausul dalam RUU Cipta Kerja yang berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan buruh yang upahnya telah berada di atas upah minimum kota (UMK).
“Dihapuskannya UMK berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan 12,4 juta pekerja di Jawa yang pada 2019 upahnya telah berada di atas UMK,” kata Askar Muhammad, peneliti Ideas dalam diskusi virtual, Rabu, 30 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pada gilirannya, dihapuskannya UMK akan menekan tingkat upah 39,4 juta pekerja di Pulau Jawa secara keseluruhan. Khususnya pekerja tidak tetap dengan sistem pengupahan mingguan, harian, borongan dan per satuan hasil.
Askar menambahkan jika RUU Cipta Kerja tersebut disahkan, upah buruh akan semakin murah dengan hilangnya UMK dan menyisakan upah minimum provinsi (UMP). Padahal, kenaikan UMP saat ini hanya berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah saja, tanpa menyertakan inflasi.
Nasib Upah Pekerja
“Dengan UMP umumnya jauh lebih rendah dari UMK, maka kehilangan UMK yang merupakan jaring pengaman upah di tingkat lokal, akan menjadi pukulan keras bagi pekerja,” kata dia.
Dari 63,8 juta pekerja di Indonesia, hanya seperlimanya yang berstatus pekerja tetap dengan upah relatif memadai. Sementara sisanya adalah pekerja tidak tetap dengan upah yang rendah.
“Tanpa RUU Cipta Kerja, upah pekerja Indonesia secara umum sudah rendah, di mana lebih dari 50 persen pekerja memiliki upah di bawah UMP yang pada 2019 rata-rata di kisaran Rp2,5 juta,” tambah Askar.
Pada 2019, upah rata-rata pekerja di 511 kabupaten/kota adalah lebih rendah dari UMP. Tercatat, hanya tiga daerah yang upah rata-rata pekerja di atas UMP yaitu Bekasi, Depok dan Kabupaten Bekasi.
“Dihapuskannya UMK dipastikan akan semakin memperburuk tingkat upah dan kesejahteraan pekerja secara keseluruhan,” ungkap Askar.
Menurut Askar, kebijakan upah minimum sangat bermanfaat tidak hanya untuk penanggulangan kemiskinan, namun juga memperbaiki hubungan industrial dan kinerja makroekonomi.
Fungsi UMP
Setidaknya ada tiga manfaat dari kebijakan upah minimun. Pertama, upah yang lebih tinggi akan menurunkan kesenjangan sekaligus meningkatkan produktivitas.
Kedua, upah yang lebih tinggi juga akan memberi dampak stabilisasi pada pengeluaran konsumen.
Ketiga, upah minimum memiliki dampak makroekonomi yang besar karena berfokus pada perbaikan tingkat upah kelas pekerja terbawah, yang merupakan mayoritas populasi.
“Berbagai masalah sosial dari rendahnya upah, seperti kemiskinan dan kriminalitas otomatis terminimalisir,” tegasnya. (SKO)