<p>Ilustrasi perusahaan rintisan alias stratup Indonesia yang menyandang gelar unicorn dan decacorn pada 2020. / Foto: Mime.asia</p>
Industri

Riset Sun Life: Pengusaha Muda RI Tak Andalkan Bisnis Keluarga

  • Lebih dari 70% pengusaha muda yang disurvei percaya di masa depan, akan semakin sedikit model bisnis keluarga.

Industri
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Sun Life Financial Inc merilis hasil riset yang menyatakan jumlah model bisnis keluarga multigenerasi di wilayah Asia diperkirakan akan menurun. Dalam surveinya, perusahaan asuransi multinasional ini melibatkan lebih dari 240 keluarga pengusaha di Indonesia dan 1.300 keluarga di wilayah Asia.

Riset ini mengungkap perubahan cara pandang dari generasi pertama pemilik bisnis di Indonesia. Lebih dari 70% pengusaha muda yang disurvei percaya di masa depan, akan semakin sedikit model bisnis keluarga. Setengahnya lagi memilih menjual bisnis yang mereka rintis, dibandingkan dengan meneruskannya kepada generasi selanjutnya. 

Survei Sun Life berjudul “Future of Family Businesses in Asia” juga mengungkapkan kehadiran pandemi COVID-19 telah membangkitkan daya saing dari para pengusaha muda. Mengingat persiapan mereka terhadap tantangan dan disrupsi bisnis yang tak terduga masih sangat minim.

Presiden Direktur PT Sun Life Financial Indonesia (Sun Life Indonesia), Elin Waty mengatakan, riset ini dirancang untuk mengungkap bagaimana para pendiri usaha saat ini mengoperasikan bisnis mereka. Hal ini terlihat dari bagaimana persepsi dan tanggapan mereka terhadap risiko, rencana waktu pensiun, suksesi bisnis mereka serta pandangan terhadap model bisnis keluarga di dekade selanjutnya.

Survei ini digelar pada Desember 2019 dan berhasil mengumpulkan tanggapan dari 1.378 pemilik bisnis di enam wilayah, yakni Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura dan Vietnam. Kategori mereka dibagi menjadi usaha rintisan/startup (0-5 tahun), perusahaan berkembang (6-10 tahun) dan perusahaan matang (lebih dari 10 tahun).

“Bisnis keluarga adalah fondasi dari ekonomi di Asia. Terdapat sejumlah manfaat dari model bisnis keluarga yang dijalankan di wilayah ini. Namun pengusaha yang berusia lebih muda memiliki pandangan yang berbeda terkait masa depan bisnis mereka,” ujarnya di Jakarta, Kamis 27 Agustus 2020.

Kesenjangan Proteksi

Selain itu, survei ini juga menemukan bagaimana para pemilik usaha keluarga berusia matang melakukan persiapan dan mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin dihadapi perusahaan. Mereka cenderung menerapkan rencana mitigasi terhadap risiko guna membangun ketahanan bisnis. Pemahaman akan risiko, serta strategi manajemen risiko yang diterapkan telah dibangun dari waktu ke waktu.

Pemilik bisnis keluarga, umumnya bergantung pada sejumlah pembuat keputusan kunci dalam menjalankan perusahaan. Kesehatan dan kesejahteraan para pemegang posisi kunci (key person) ini terkait erat dengan kesehatan bisnis perusahaan.

Sebanyak 95% pemilik bisnis yang disurvei di Indonesia melaporkan bahwa jika mereka atau para key person menderita penyakit kronis, dapat berakibat serius pada kelangsungan bisnis perusahaan. Namun, terdapat kesenjangan perlindungan kesehatan dan penyakit kritis antara pengusaha usia matang dibanding para pengusaha berusia muda di Indonesia.

Berdasarkan survei, 73% pengusaha matang memiliki asuransi kesehatan pribadi, dan 71% memiliki perlindungan asuransi selaku key man di perusahaan. Sedangkan, hanya 50% pengusaha rintisan dan 56% pemilik bisnis berkembang memiliki asuransi kesehatan pribadi. Sementara 25% pengusaha rintisan dan 38% pemilik bisnis berkembang memiliki perlindungan sebagai key man di perusahaan.

Sebagai tambahan, hanya 56% pengusaha rintisan yang memiliki asuransi kesehatan dan kecelakaan bagi karyawan dibandingkan dengan 67% pengusaha matang.

Ilustrasi perusahaan rintisan (start-up). / Pixabay

Perbedaan Pandangan

Pemilik bisnis keluarga di Indonesia setuju akan keunggulan dari model bisnis keluarga. Kendati begitu, memiliki pandangan berbeda terhadap prospek bisnis ini di masa depan.

Sebanyak 65% pemilik bisnis setuju model bisnis keluarga memiliki banyak keunggulan, termasuk komitmen manajemen terhadap perusahaan. 63% koresponden percaya model bisnis keluarga memiliki kemampuan untuk melihat peluang bisnis dalam jangka panjang.

Sebanyak 79% yakin bisnis keluarga akan menjadi semakin kompetitif. 73% pelaku usaha dengan model bisnis keluarga percaya dapat menghasilkan lebih banyak inovasi teknologi dan bisnis di masa depan.

Namun pengusaha muda percaya model bisnis ini akan berubah. Sebanyak 74% pengusaha rintisan dan 70% pengusaha berkembang memperkirakan jumlah bisnis keluarga akan menurun. Alasannya di masa depan akan semakin banyak kalangan profesional dari luar keluarga yang akan dipercaya untuk mengelola bisnis mereka.

Sedangkan hanya 14% pengusaha matang melihat pola seperti ini diterapkan dalam beberapa tahun ke depan. Sementara, lebih dari 60% pengusaha rintisan dan berkembang percaya akan ada lebih banyak pendiri (founder) usaha yang memilih untuk menjual bisnis mereka sebelum pensiun, dibanding meneruskan bisnisnya kepada anak mereka. Di sisi lain, hanya 19% pengusaha matang yang setuju dengan model bisnis ini. 

Keberlangsungan dan Keberlanjutan

Dalam perencanaan masa pensiun dan suksesi bisnis, sebanyak 97% pemilik bisnis keluarga di Indonesia yang mempertimbangkan exit plan. Sedangkan 88% telah memulai perencanaan suksesi atau regenerasi bisnis.

Prioritas rencana suksesi bisnis dari para pemilik usaha di Indonesia adalah keberlangsungan dan keberlanjutan perusahaan (69%), khususnya di antara para pengusaha matang (77%). Menjaga warisan dan reputasi pendiri perusahaan juga menjadi prioritas dari pengusaha matang (82%), dan lebih sedikit dari mereka yang menaruh perhatian terhadap keharmonisan keluarga (42%). 

Terkait usia pensiun, pengusaha matang rata-rata berencana pensiun di usia 58 tahun, 11 tahun lebih lama dibanding para pengusaha rintisan yang berharap pension di kisaran umur 47.

President Sun Life Asia, Leo Grepin mengatakan, pengusaha rintisan dan berkembang berharap dapat pensiun di usia lebih muda. Sementara ekspektasi usia pensiun para pengusaha matang menunjukkan realitas bahwa dibutuhkan waktu dan perencanaan yang lebih panjang bagi mereka untuk masa pensiun yang lebih nyaman.

“Bagi pemilik bisnis, tabungan pensiun mereka umumnya tersimpan dalam nilai bisnis, sehingga membutuhkan perencanaan suksesi yang perlu segera diterapkan. Krisis kesehatan COVID-19 telah menimbulkan banyak ketidakpastian dalam bisnis secara global. Kondisi ini bahkan memaksa pemilik bisnis bekerja lebih lama, utamanya karena keberlangsungan dan keberlanjutan bisnis adalah rencana suksesi yang mereka pilih,” kata Leo.

Ketika mempertimbangkan exit strategy, 58% pengusaha matang memilih menurunkan bisnis kepada anak atau anggota keluarga mereka. Meski pengusaha matang di Indonesia memahami pentingnya perencanaan suksesi sejak dini, nyatanya mereka justru terjebak dalam rencana tersebut.

Berdasarkan hasil riset, lebih dari setengah pengusaha matang yang disurvei tidak mengetahui struktur tata kelola apa yang akan mereka gunakan. Yang tak kalah mengejutkan, 71% mengaku tidak akan mencari saran dari pihak luar. Pengusaha rintisan dan berkembang justru lebih terbuka dalam menerima masukan dari pihak eksternal. (SKO)