Ritel dan Mal Kiamat!
Kondisi diperburuk akibat adanya pernyataan resesi ekonomi dan pembatasan sosial berskala besar jilid II di DKI Jakarta.
Home
JAKARTA – Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indoensia (APPBI) menyatakan adanya penurunan tajam pendapatan pada pengelola pusat belanja dan penyewa di dalamnya. Hal ini terjadi akibat penurunan ekonomi yang berdampak pada gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) yang cukup tinggi.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat APPBI Alphonzus Widjaja menyatakan, kondisi itu diperburuk akibat adanya pernyataan resesi ekonomi dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II di DKI Jakarta.
“Kondisi usaha ini pusat perbelanjaan semakin bertambah buruk akibat daya beli masyarakat yang merosot sangat tajam. Awal bulan depan pusat perbelanjaan Indonesia harus memasuki masa resesi ekonomi dalam kondisi usaha yang sedang terpuruk,” tutur Alphonzus melalui keterangan resmi yang diterima TrenAsia.com di Jakarta, Senin 28 September 2020.
- Online Trends are Booming (Serial 1): Exploring the Drivers of Indonesia’s Digital Economy
- UGM Jadikan Wisma Kagama dan UC Hotel Sebagai Selter COVID-19
- Bangun Infrastruktur Baru, Google Perluas Layanan Cloud di India
- Bantu Start Up, Erick Refocusing Telkom dan Telkomsel
- Booming Tren Daring (Serial 5): SDM dan Infrastruktur Tertinggal, Perlindungan Data Tak Andal
Ia mengungkapkan, dari awal PSBB di bulan Maret hingga September 2020 belum mendapatkan stimulus atau subsidi apapun dari pemerintah. Jika tidak segera mendapat uluran tangan dari pemerintah, Alphonzus bilang satu per satu anggota APPBI akan mulai bertumbangan. Dimulai dengan penutupan gerai-gerai hingga PHK massal.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menegaskan, sektor pendukung ritel terdiri dari berbagai ekosistem dari hulu ke hilir. Mulai dari industri, produsen hingga jutaan usaha kecil menengah (UKM) yang menjadi supplier maupun binaan ritel, vendor, pergudangan, logistik, pusat perbelanjaan, dan sebagainya.
“Apabila sektor ritel terdampak, maka ekosistem didalamnya pun akan terdampak,” tegasnya.
Nasib Ribuan Karyawan
Budihardjo menjelaskan segitiga ekosistem terdiri dari pusat perbelanjaan, ritel dan penyewa, lalu karyawan. Apabila karyawan mendapat subsidi, menurutnya ritel dan penyewa akan terbantu. Sehingga tetap bisa membuka lapangan kerja dan toko di pusat perbelanjaan dapat kembali buka.
Selama ini, lanjutnya, pusat perbelanjaan beserta penyewa di dalamnya sudah menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Oleh sebab itu, ia berharap agar semua kategori usaha yang ada di pusat perbelanjaan dapat dibuka, termasuk arena permainan, bioskop, dan pusat kebugaran.
Selain itu, ia juga meminta agar restoran bisa melayani makan di tempat (dine in). Ia menilai dengan dilarangnya dine in di restoran, berakibat ‘mati’nya kategori usaha lain di dalam pusat perbelanjaan tersebut. (SKO)