Rokok Elektrik Dilarang untuk Anak di Bawah Umur 18 Tahun, Bahaya!
APVI juga mengimbau agar para pemilik toko elektrik tidak menjual produknya terhadap anak-anak di bawah usia 18 tahun dan non-perokok.
Nasional & Dunia
JAKARTA – Gerakan Anti Narkoba Indonesia (GANI), Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), dan Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) kembali melakukan sosialisasi Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK).
Sebelumnya, acara serupa telah sukses diselenggarakan di Denpasar dan Bandung pada 2019 lalu. Ketiganya sepakat untuk mengedukasi bahaya penyalahgunaan rokok elektrik.
“Edukasi ini dilakukan melalui pemberian buku panduan dan stiker anti narkoba kepada toko-toko rokok elektrik di Jakarta,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat GANI, Djoddy Prasetio Widyawan, Rabu, 9 Agustus 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Djoddy mengungkapkan gerakan ini merupakan bagan dari komitmen berperan aktif mendukung upaya Badan Narkotika Nasional (BNN) memberantas konsumsi narkoba. Terutama melalui penyalahgunaan rokok elektrik, serta mencegah akses anak di bawah umur 18 tahun terhadap produk rokok elektrik.
Dengan adanya kerja sama dari asosiasi produsen maupun konsumen rokok elektrik yang berada di Jakarta, Bandung, dan Denpasar, GANI optimistis ruang untuk penyalahgunaan rokok elektrik akan semakin sempit.
“GANI ingin generasi muda Indonesia terhindar dari bahaya narkoba,” tegas Djoddy.
Upaya Sosialisasi
Sekretaris Umum APVI, Garindra Kartasasmita mengatakan telah memberikan sosialisasi kepada lebih dari 1.000 toko yang menjadi anggotanya. Sosialisasi dilakukan agar selalu menghormati peraturan hukum dalam menjalankan proses produksinya.
Selain itu, APVI juga mengimbau agar para pemilik toko elektrik tidak menjual produknya terhadap anak-anak di bawah usia 18 tahun dan non-perokok.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) sekaligus Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo menyebut adanya kasus penyalahgunaan rokok elektrik untuk konsumsi narkoba dapat menimbulkan perspektif negatif terhadap produk tembakau alternatif ini.
“Pada dasarnya, produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik diciptakan untuk membantu perokok dewasa beralih ke produk dengan risiko yang lebih rendah. Justru tujuannya sangat positif. Jika terbentuk persepsi negatif tentang penyalahgunaan produk ini, maka pemanfaatan produk ini tidak sesuai dengan kepentingan konsumen yang membutuhkan,” sebutnya.
Untuk mencegah penyalahgunaan rokok elektrik, Bimmo meminta pemerintah membuat regulasi khusus produk tembakau alternatif. Regulasi Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) itu harus terpisah dan berbeda dari aturan rokok.
Regulasi tersebut perlu mencakup batasan usia pengguna yaitu 18 tahun ke atas. Kemudian, menyediakan informasi akurat bagi konsumen, peringatan kesehatan yang berbeda dari rokok, tata cara pemasaran, dan pengawasan. Meskipun sudah dipasarkan selama beberapa tahun terakhir, hingga kini belum ada aturan khusus bagi HPTL.
“KABAR berharap pemerintah segera merealisasikan regulasi khusus ini. Kami yakin hadirnya regulasi yang komprehensif akan mempersempit ruang penyalahgunaan rokok elektrik dan/atau produk tembakau alternatif lainnya,” katanya. (SKO)