Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di perairan Banten. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Energi

Royalti Batu Bara Terbang! Kas Negara Bertambah Rp224 Triliun

  • Realisasi PNBP sektor ESDM didongkrak oleh pendapatan SDA subsektor mineral dan batu bara (minerba) yang melesat melebihi dari target tahun 2023 hingga 155,93%
Energi
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi pemasukan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor ESDM hingga akhir kuartal III-2023 sebesar Rp224 triliun.

Realisasi PNBP tersebut mencapai 99,90% dari target tahun ini sebesar Rp225 triliun. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan bahwa realisasi PNBP sektor ESDM didongkrak oleh pendapatan SDA subsektor mineral dan batu bara (minerba) yang melesat melebihi dari target tahun 2023 hingga 155,93%.

"Dari target yang dicanangkan, PNBP minerba sudah mencapai Rp132 triliun dari target Rp85 triliun, atau secara persentase mencapai 155,93 persen," ungkap Agung di Jakarta, Sabtu (14/10).

PNBP dari subsektor minerba utamanya berasal dari peningkatan iuran produksi atau royalti batu bara, dan merupakan dampak dari implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM. Sehingga, meski rata-rata Harga Batu bara Acuan (HBA) mengalami penurunan selama periode bulan Januari sampai dengan Agustus 2023, namun kenaikan tarif royalti batu bara mampu menutupi penurunan HBA tersebut.

Kemudian PNBP minyak dan gas bumi (migas), baru mencatatkan realisasi sebesar 66,96%, atau sebesar Rp87 triliun, dari target Rp131 triliun. Agung menyebut bahwa terjadi perlambatan Penerimaan migas non pajak jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

"Perlambatan ini disebabkan menurunnya harga minyak mentah Indonesia (ICP), dampak dari ketegangan geopolitik yang berakibat harga minyak mentah dunia yang juga mengalami penurunan, tingkat inflasi, pelemahan ekonomi negara-negara di dunia, serta penurunan lifting minyak," terang Agung.

Royalti Baru Bara

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo menyetujui penetapan kenaikan terhadap iuran produksi atau tarif royalti batu bara bagi perusahaa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara naik maksimal 13,5%. Tarif royalti progresif ini mengacu dengan harga batu bara acuan (HBA)

Hal ini diteken Presiden melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, adanya PP ini sekaligus untuk mencabut PP Nomor 81 Tahun 2019.

PP yang diteken pada 15 Agustus 2022 ini sudah berlaku efektif sejak 15 September 2022. Dalam PP Nomor 26 Tahun 2022 tertulis, tarif royalti progresif yang menyesuaikan dengan Harga Batu Bara Acuan dibagi menjadi tiga acuan. 

Pertama berdasarkan tingkat Kalori 4.200 Kkal per kg ke bawah, jika memiliki HBA di bawah US$70 akan dikenakan 5%, HBA US$70 hingga 90 dikenakan tarif 6% dan HBA US$90 ke atas dikenakan 8%.

Lalu untuk tingkat kalori 4.200-5.200 Kkal per kg, jika memiliki HBA di bawah US$70 akan dikenakan 7%, HBA US$70 hingga 90 dikenakan tarif 8,5% dan HBA dengan nilai US$90 ke atas akan dikenakan tarif 10,5%.

Terakhir tingkat kalori 5.200 Kkal per kg ke atas dengan HBA di bawah US$70 akan dikenakan tarif 9,5%. Lalu untuk HBA senilai US$70 hingga 90 tarif yang dikenakan 11,5% dan HBA dengan nilai US$90 ke atas dikenai tarif hingga 13,5%.

Sementara untuk dalam aturan sebelumnya yaitu di PP 81/2019 disebutkan jika tingkat kalori 4.700 Kkal/ per kg ke bawah dikenakan tarif 3% dari harga jual. Sedangkan untuk tingkat kalori 4.700 hingga 5.700 Kkal per kg dikenakan tarif 5% dari harga jual dan untuk tingkat kalori 5.700 ke atas akan dikenai tarif 7% dari harga jual.